Rabu, 16 Oktober 2013

#TitikBalik Cita-cita itu ....



Foto: Aku sesaat setelah wisuda

Dulu, saya sempat mendapat ejekan dari salah seorang kerabat. Pasalnya, saya pernah umbar tentang cita-cita saya yang ingin menjadi dokter. Beliau menganggap saya “besar pasak dari tiang”. Saya legowo menerima ejekan itu. Saya sadar kalau saya terlahir dari keluarga yang tidak berlebih secara ekonomi. Bahkan untuk menamatkan kuliah S1 saja, saya harus ikut bekerja paruh waktu sebagai penyiar dan reporter kala itu.
Setelah 7 tahun bekerja di radio, 4 tahun di asuransi jiwa, hingga akhirnya saya menikah. Saya memiliki dua orang anak.  Saya tak pernah lagi memikirkan cita-cita. Saya memilih mengabdi kepada keluarga sambil menekuni profesi sebagai penulis, guru jurnalistik, pemimpin redaksi sebuah majalah dan sesekali menjadi pemateri di pelatihan menulis. Saya cukup bangga dan puas dengan profesi itu. Bukan materi lagi yang saya kejar saat ini. Dunia menulis telah memberikan kepuasan lahir batin buat saya.

Foto: Inilah dunia saya sekarang

Saya tak pernah bersentuhan dengan pasien di ruang praktik dokter, tapi saya cukup puas ketika diberi kesempatan berbagi ilmu, khususnya kepada anak-anak yang tidak mampu seperti anak-anak pemulung di sekolah berbau sampah, Bantar Gebang, Bekasi, anak-anak tahanan di Lapas Anak Pria, Tangerang. Dari sana saya terobsesi mewujudkan impian, mengumpulkan karya mereka dalam satu kumpulan cerita, sehingga momen itu benar-benar menjadi pelengkap dari titik balik yang saya rasakan. Aamiin. []

Note: Ini kukisahkan dalam rangak ikut berbagi di event #TitikBalik Manulife.


2 komentar:

  1. andai aku boleh ikutan kelas menulisnya di thariq mbak :) serius nih hehehe

    BalasHapus
  2. Itu buat anak-anak, Mbak. Kalau bergabung di korlas, boleh usul ke pengurusnya untuk kembali menggelar pelatihan menulis buat POMG. Aku siap berbagi materi. :)

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...