Sejak
kecil, saya tak bisa lepas dari musik. Rasanya kurang asyik kalau sehari tanpa menyimak alunan
musik di rumah kami. Kalau saya bernostalgia sejenak ke masa lalu, terbayang di
ingatan saya tentang kebiasaan Papa yang juga pecinta musik dan lagu. Papa saya
yang punya hobi menyanyi kerap memanjakan kami, kedua anaknya dengan alunan musik
dari permainan gitar dan lantunan suaranya yang khas. Tidak sampai di situ, musik
dan lagu dari koleksi kaset Papa juga sering mengisi dan meramaikan rumah kami.
Di tahun-tahun 80 – 90an itu seolah menikmati musik dan lagu lewat kaset sudah
seperti berada di dalam gedung pertunjukan musik.
Foto: Koleksi pribadi |
Dulu,
di dinding kamar tidurnya, Papa menyusun semua koleksi kaset-kaset itu dengan
rapi. Sebagian besar musik dan lagu dari isi di kaset itu menjadi akrab di
telinga saya, karena memang terdengar asyik dan selalu memacu semangat. Dan, saya pun hapal hampir semua lagu lama/nostalgia yang suka diputar
Papa dari kaset itu. Seperti lagu-lagu Broery Marantika, Bob Tutupoli, Titik Puspa, Grace Simon, bahkan sampai lagu-lagu melayunya P. Ramlee. Saking terbiasanya, seolah tak lengkap jika sehari saja saya tidak
mendengarkan musik dari tape recorder
kami waktu itu. Kata Papa, musik yang asyik itu bisa membuat orang awet muda. Saya percaya itu, karena di usianya yang sudah 74 tahun saat ini papa saya masih bisa menyanyikan lagu-lagu lawas itu dengan baik.
Selain menikmati koleksi musik dan lagu jadul dari kaset-kaset
Papa, saya juga jadi ikut-ikutan mengoleksi kaset yang berisikan musik dan lagu-lagu
pop kesukaan saya. Semakin bertambahlah koleksi kaset kami di rumah. Dan,
semuanya original (asli).
Saya dan koleksi kaset jadul, di Citra Buana Fm, Medan (1992) |
Kebiasaan
ini akhirnya terus berkembang mengisi hari-hari saya, bahkan melekat hingga sekarang
setelah saya menjadi ibu dari sepasang anak yang juga gemar bermusik. Keduanya
bisa memainkan gitar dengan baik. Keluarga kami memang pencinta musik sejati. Terutama saya, rasanya tak bisa dipisahkan dari musik. Dan, musik yang asyik bagi saya adalah beraliran pop. Menurut saya musik dengan aliran pop itu lebih mudah
dipahami. Saya bisa terhanyut saat menikmatinya. Baik musik pop dari dalam dan luar negeri asal pas di telinga, pasti
saya dengarkan dan resapi.
Sebagian kecil koleksi VCD dan DVD kami yang asli |
Sekarang
dunia saya adalah dunia penulis. Dalam melakukan kegiatan menulis, tentu saja
saya tak bisa lepas dari alunan musik. Di kala mood saya dalam menulis tiba-tiba menurun, alunan musik lah yang
membantu memicu semangat itu kembali. Untuk memacu semangat menulis itu
biasanya saya memilih musik dengan beat
yang lumayan kencang. Biasanya setelah itu, ide-ide yang membeku seketika mencair dan mengalir begitu saja. Musik semakin menjadi bagian penting dalam menemani
hari-hari saya. Baik di kala gundah maupun di saat senang, musik selalu menjadi pelengkap hari-hari saya.
Saya dan musik, tak terpisahkan |
Kembali
bernostalgia ke masa-masa saya masih single
alias belum berumah tangga, saya pernah bekerja di radio swasta di kota kelahiran
saya (Medan) selama kurang lebih tujuh tahun. Sejak bekerja di radio tersebut,
kebiasaan membeli kaset original lama-kelamaan tak pernah lagi saya lakukan. Untuk apa membeli
kalau semua lagu yang ingin saya nikmati tersedia di radio tersebut alias
gratis? Kapan saja saya mau, saya bisa menikmatinya. Apalagi ketika sesama
teman di radio itu menawarkan untuk merekam lagu-lagu favorit ke dalam kaset
kosong. Jadilah koleksi kaset rekaman saya berisi lagu-lagu dari beberapa
penyanyi idola saya waktu itu. Mulai dari Titi DJ, Ruth Sahanaya, sampai KLA
Project menjadi koleksi favorit. Tapi, sayangnya semua tak lagi original.
Kaset jadul asli yang tersisa. (Foto: Koleksi pribadi) |
Di Radio Citra Buana inilah dulu saya menikmati musik-musik asyik itu. |
Seiring
dengan berjalannya waktu, saya semakin sadar kalau apa yang sudah saya lakukan
itu tidak benar. Merekam ulang sendiri lagu-lagu dari beberapa kaset asli ke
dalam kaset kosong secara gratis sama saja artinya dengan membajak dari sumber
aslinya. Meskipun dengan alasan menghemat pengeluaran karena tak lagi membeli
kaset-kaset original yang
harganya sedikit lebih mahal, tetap saja itu namanya pembajakan dan ilegal. Di mana letak asyiknya kalau koleksi musik saya bersumber dari yang tidak legal? Seperti pencuri saja rasanya. Akhirnya pelan-pelan
saya menghentikan kebiasaan itu.
Semakin hari industri
musik semakin berkembang mengikuti perkembangan teknologi. Kaset yang diputar melalui tape recorder pun lambat laun semakin punah. Kualitasnya yang kalah
jauh tergeser oleh munculnya VCD, CD, dan DVD. Tapi, justru kemunculan VCD, CD,
dan DVD ini semakin memicu tindakan pembajakan. Lagu-lagu dan musik bisa
dimiliki dan dinikmati hanya dengan cara men-download-nya di internet.
Tindakan ini tak jauh berbeda dengan apa yang pernah saya lakukan 23 tahun
silam meskipun dengan materi yang berbeda. Sekali lagi, itu tak dibenarkan,
tapi justru semakin banyak orang yang melakukannya.
Kecintaan saya terhadap musik sudah semestinya tak dinodai dengan hal-hal yang tidak legal. Musik yang bisa dinikmati secara legal akan lebih mengasyikkan. Setidaknya saya menjadi bagian (mungkin bagian kecil dari masyarakat) yang mampu menghargai kerja keras para pemusik sampai mereka bisa mengeluarkan album tersebut. Hal itu bukanlah proses yang mudah dan murah seperti gampangnya kita men-download karya-karya mereka tanpa membayar serupiah pun.
Kecintaan saya terhadap musik sudah semestinya tak dinodai dengan hal-hal yang tidak legal. Musik yang bisa dinikmati secara legal akan lebih mengasyikkan. Setidaknya saya menjadi bagian (mungkin bagian kecil dari masyarakat) yang mampu menghargai kerja keras para pemusik sampai mereka bisa mengeluarkan album tersebut. Hal itu bukanlah proses yang mudah dan murah seperti gampangnya kita men-download karya-karya mereka tanpa membayar serupiah pun.
Masalah pembajakan ini sudah sering jadi pembahasan di industri musik, namun bertambah marak saja dan semakin sulit dihentikan. Bahkan ketika saya mendapat
kesempatan untuk hadir di acara Silaturahmi Komunitas Anak Langit, Kumpulan Emak
Blogger, dan Relawan TIK (Teknologi Informasi Komunikasi), Minggu, 16 Juni 2013
lalu, masalah ini kembali menjadi bahan diskusi yang lumayan hangat. Acara
yang berlangsung di Demang Cafe, Sarinah itu kembali menjadi pengingat bagi
saya pada masa-masa silam.
Silaturahmi Komunitas Anak Langit, KEB, dan Relawan TIK |
Di
kesempatan itu, Pak Usman (Pimpinan Langit Musik) memberikan informasi bahwa Langit
Musik merupakan Digital Music Store
yaitu layanan dari Telkomsel untuk pelanggannya yang bertujuan melindungi musik
Indonesia dari pembajakan dengan cara membeli lagu-lagu original para musisi di Langit Musik itu sendiri.
Langit
Musik telah mampu menyediakan fasilitas layanan untuk mengunggah lagu melaluli www.langitmusik.com. Sebanyak 800.000
lagu Indonesia dan Barat bisa diunggah dengan hanya membayar Rp10.000,- saja
per bulan. Lagu-lagu itu bisa diunggah melalui Mobile Application (Android
dan Blackberry), website, dan WAP (Wireless Application Protocol). Wow! Murah banget ya? Semoga niat baik ini bisa mencerahkan masyarakat pecinta musik.
Sekali lagi, dengan memilih jalan legal dalam menikmati musik yang asyik, saya bisa dengan bangga
mengatakan bahwa musik adalah bagian dari
hidup saya karena saya tak ikut menodai hak cipta dan kerja keras para musisi
itu seperti saat papa saya mencontohkan kepada kami dengan mengoleksi
kaset-kaset originalnya.[]
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba "Blog Music Competition " bersama Langit Musik dan Kumpulan Emak Blogger