Kamis, 09 Februari 2012

KUNJUNGAN PIPEBI PUSAT KE PAUD


Liputan Oleh Wylvera W. (WIG)

            Dilihat dari sejarahnya, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia mulai diperhatikan oleh pemerintah sejak tahun 2002. Sedangkan rentang usia anak yang ada di PAUD adalah 0-6 tahun. Berdasarkan data ini, pengembangan PAUD yang mencakup secara nasional baru berjalan selama 7 tahun. Lalu, apakah  keberadaan PAUD ini sudah mewakili semua lapisan masyarakat?
Jika dilihat dari perkembangannya di lapangan, ternyata belum semua masyarakat bisa mengecap manfaat pendidikan yang ada. Sementara, pendidikan adalah hak setiap anak, bukan hanya untuk anak-anak dari kalangan mampu saja. Sayangnya, hak ini tidak terdistribusi merata kepada anak-anak kaum miskin di perkotaan maupun pedesaan, karena keterbatasan akses terhadap fasilitas pendidikan. Disamping itu, rendahnya kesadaran warga terhadap pendidikan merupakan kendala yang sering dihadapi oleh para pengurus PAUD sendiri. Belum lagi keterbatasan dana, fasilitas dan perangkat pendukung yang diperlukan untuk operasional PAUD tersebut.
            Untuk menyikapi kondisi tersebut di atas, maka Persatuan Istri Pegawai Bank Indonesia (PIPEBI Pusat) dibawah kepemimpinan Ibu Joni Swastanto, telah melakukan langkah dan mewujudkan niat yang tulus tersebut dengan pemberian bantuan berupa uang, buku-buku, alat peraga, dan beberapa materi yang dibutuhkan oleh beberapa PAUD di Jakarta dan sekitarnya. Ketika kami tanyakan alasan pemberian bantuan kepada PAUD tersebut, Ibu Joni Swastanto mengatakan, ”PAUD merupakan program baru dari Pemerintah untuk anak-anak usia dini, kelas menengah ke bawah/semacam kelompok bermain, maka PIPEBI merasa peduli untuk ikut menyukseskan program wajib belajar dan menyalurkan bantuan kepada pihak yang membutuhkannya.”
            Dari beberapa PAUD yang telah menerima bantuan PIPEBI Pusat, kali ini kami berkesampatan untuk meliput kunjungan ke PAUD Bunga Bangsa yang berlokasi di Kecamatan Cisarua, Bogor. Dalam mengikuti kunjungan ini, tim INSANI sempat berbincang dengan Ibu Artik, selaku penanggungjawab di PAUD Bunga Bangsa. Dari penjelasan yang kami terima, PAUD Bunga Bangsa yang baru saja terbentuk pada bulan Juli 2010 lalu itu tidak memiliki tempat yang layak dan memadai untuk menampung murid-muridnya yang berjumlah 20 anak. Uang iuran yang ditetapkan sebesar 10.000/anak terkadang tidak dibayar secara rutin, namun Ibu Artik dan dua tenaga pengajar lainnya tetap bersemangat meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan ilmunya untuk anak-anak warga yang bermukim di sekitar lokasi PAUD tersebut.
            ”Kami sangat mengharapkan, suatu hari kelak ada yang mau memberikan tempat yang layak untuk belajar. Sementara ini kami hanya menumpang di sini, rumah salah satu warga. Beginilah kondisinya, sempit dan sumpek. Tapi, syukurnya anak-anak tetap semangat dan para orangtua juga tetap antusias menitipkan anak-anak mereka di PAUD ini,” tutur Artik berharap. Disamping itu, PAUD Bunga Bangsa yang hanya memiliki tiga tenaga pengajar sukarela ini sangat membutuhkan perhatian dari para donatur. Ibu Artik mengatakan, selain gedung/tempat, tentunya ada faktor penunjang yang sangat mereka butuhkan, yaitu dana untuk operasional dan kelangsungan PAUD Bunga Bangsa.
            Ibu Artik sangat berterimakasih atas bantuan yang telah diberikan oleh Ibu-ibu PIPEBI Pusat. ”Bantuan ini sangat bermanfaat bagi kami dan kami berharap kunjungan seperti ini tidak hanya sekali datangnya,” ujarnya sambil tersenyum.


            Liputan kami belum berakhir. Mobil terus melaju menuju daerah Pondok Bambu, Duren Sawit. Kami pun tiba di PAUD Asri. Sambutan hangat dari Ibu-ibu PKK di bawah kepimpinan Ibu Hj. Siti Inar Halim meluluhkan rasa penat yang mulai menghinggapi kami selama perjalanan dari Cisarua menuju Pondok Bambu. PAUD Asri yang di ketuai oleh Ibu Erma Syafei ini sudah berdiri sejak 2008 lalu. Hingga saat ini, jumlah murid sudah mencapai 103 anak. Yang terdiri dari 6 kelompok. Kelompok usia 2 – 2 ½ tahun (2 kelompok), 3 – 5 tahun (4 kelompok). PAUD Asri ini memiliki 4 orang tenaga pengajar dan sesekali dibantu oleh Ibu-ibu pengurus PKK. Jika dibandingkan dengan PAUD sebelumnya, sebagai wadah untuk Pendidikan Anak Usia Dini, PAUD Asri sudah lebih memadai. Ini berkat kerjasama yang baik antara Pembina PKK, orangtua dan pengajarnya sendiri. Adapun kendala yang tetap menjadi faktor pendukung adalah masalah dana. Karena PAUD Asri juga tidak memaksakan para orangtua untuk konsisten dalam membayar uang iuran/bulan, maka terkadang tetap saja ada kendala dalam operasionalnya. ”Kami sangat berterimakasih kepada Ibu-ibu PIPEBI yang peduli dengan PAUD Asri. Semoga saja kerjasama ini tetap berlanjut,” ujar Ibu Erma tetap berharap.
           Ketika kami berkesempatan berbincang dengan Ibu Wiyana, salah satu pengajar di PAUD Asri, beliau mengatakan, ”Meskipun saya sudah mengajar di TK, tapi hati saya tetap terpanggil untuk ikut berbagi di PAUD Asri ini. Bagi saya, bisa berbagi ilmu, melihat anak-anak bisa mengaji, bersosialisasi dan ikut merasakan pendidikan dasar, sudah merupakan kebahagiaan yang tak ternilai harganya.” Sama seperti para pengajar di PAUD Bunga Bangsa, Cisarua, keempat tenaga pengajar yang ada di PAUD Asri, Pondok Bambu ini juga tidak pernah mendapatkan gaji/upah. Mereka semata-mata hanya mengabdi.
                                                                                              

             Sebagai penutup liputan kami, Ibu Yuli Agus Santoso, selaku Ketua Seksi Pendidikan PIPEBI Pusat mengatakan, ”Diupayakan, PIPEBI akan terus memberikan bantuan kepada PAUD (yang benar-benar membutuhkan bantuan) yang tersebar di Jakarta dan sekitarnya. Meskipun tidak rutin kepada satu PAUD saja, namun pemikiran dan rencana ke arah sana akan tetap menjadi pertimbangan PIPEBI Pusat.”
                                                                                     ***

Dimuat di Majalah Insani, Persatuan Istri Pegawai Bank Indonesia, edisi 14/TH VII/April/2011



Workshop Menulis Cerpen Anak

Mau belajar menulis cerpen anak? Ingin tahu rahasianya agar cerpen dimuat di media? Ayo ikutan!

Materi
·         Mencari ide.
·         Mengolah ide menjadi sebuah tulisan (metode mindmapping).
·         Dasar-dasar menulis cerpen anak (tema, judul, alur, tokoh, pov, setting, ending, baca ulang).
·         Mengenal jenis-jenis cerpen anak.
·         Tips menembus media.
·         Tips produktif menulis cerpen anak.
·         Materi 40%, praktik dan penugasan 60%.

Target
·         Peserta dilatih dengan penugasan untuk menghasilkan cerpen anak yang menarik.
·         Peserta didorong produktif menulis cerpen anak.
·         Setelah mengikuti pelatihan peserta siap menulis cerpen anak dan diharapkan karyanya bisa menembus media.

Trainer
Fita Chakra, telah menulis 22 buku yang diterbitkan oleh berbagai penerbit seperti Gramedia Pustaka Utama, Penebar Plus, Al Kautsar, Lingkar Pena, DAR! Mizan, Talikata Publishing House, dan lain-lain. Sejak tahun 2007, puluhan tulisannya baik fiksi maupun non fiksi dimuat di berbagai media, antara lain Parenting Indonesia, Sekar, Kartini, Bravo, Mombi, Kompas Anak, dan Yunior. Dalam bidang menulis, mantan redaktur majalah ini pernah  meraih beberapa penghargaan (Lomba Menulis Cerita Remaja Lip Ice-Selsun, Lomba Cerpen Gaul, Writing Contest Majalah Parents Guide).

Ketentuan
·         Peserta harus memiliki akun FB, karena workshop dilakukan di dalam grup tertutup di FB.
·         Jadwal online untuk pemberian materi sebanyak 4 kali pertemuan yaitu tanggal 16 Februari, 23 Februari, 1 Maret dan 8 Maret 2012 (setiap Kamis pukul 19.00-20.00).
·         Diutamakan bagi penulis pemula.
·         Tempat terbatas bagi 10 peserta.

Cara Mendaftar:
1.       Kirimkan data diri (nama, alamat, no telepon, usia, profesi, ID Facebook), sebutkan karya (jika ada), dan tujuan mengikuti workshop ini ke email fhyta08@gmail.com.
2.       Kami akan mengirimkan email konfirmasi jika sudah menerima email Anda.
3.       Transfer investasi Rp 200.000,- ke BCA KCP Majapahit Semarang No. rek 4620215509 a/n Fitria Chakrawati atau Mandiri KCP Cut Meutia Jakarta No. rek 123-00-04277499 a/n Fitria Chakrawati.
4.       Mohon konfirmasi dengan mengirimkan bukti transfer ke email di atas atau no telepon 0815 653 4481.


Women’s Writing Club (WoWC)

Minggu, 05 Februari 2012

Perjalananku sebagai Penulis


Kegemaran menulis sudah terasa sejak saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Saat itu, saya mulai tertarik menulis puisi dan cerita-cerita pendek. Namun, karena sekadar hobi, saya belum berani memamerkan tulisan. Buku diarilah yang paling banyak saya jadikan tempat curahan isi hati.
Seiring berjalannya waktu, saya pun beranjak remaja dan menjadi mahasiswi. Hobi menulis masih terus berlanjut. Saya mencoba mengirim tulisan ke surat kabar Analisa di kota kelahiran saya, Medan. Alhamdulillah, beberapa cerpen yang saya kirim langsung diterbitkan. Itulah awal dari berkembangnya rasa percaya diri saya di dunia menulis.



 Ternyata karya dan ide saya bisa diterima dan dibaca banyak orang. Senang sekali rasanya, karena saya juga bisa menraktir teman-teman dari honor yang saya terima. Saya pun mulai berani memamerkan hasil karya ke pihak radio tempat saya bekerja paruh waktu sebagai reporter waktu itu. Cerpen-cerpen saya kerap dibacakan di acara "Kisah Minggu Pagi" di radio Citra Buana Fm. 

@Radio Citra Buana Fm, Medan
Alhamdulillah, satu dari tiga cerpen yang saya ajukan waktu itu (cerpen bergenre misteri) dilirik oleh programmer untuk diadaptasi menjadi drama radio. Mereka meminta saya untuk menulis skenarionya sekaligus. Jadilah cerpen “Misteri Gardu Tua” karya saya, saya adaptasi menjadi drama radio sebanyak 29 episode dengan penggantian judul menjadi, “Antara Dua Dunia”. Beberapa sponsor pun mendukung pemutaran drama itu dan tentu saja hal itu sedikit banyak berimbas ke honor yang saya terima. Alhamdulillah... duitnya banyak ... banyak.
Waktu kembali bergerak. Menjelang kesibukan penyusunan skripsi, saya mulai terlupa pada hobi yang satu ini. Akhirnya tanpa saya sadari, kegiatan menulis cerita terhenti sekian lama.
Setelah menikah dan memiliki sepasang anak, hobi menulis saya belum terusik kembali. Hingga pada suatu hari, saya begitu terganggu ketika ada yang berkomentar, “Hei, Wiek, ngapain kau capek-capek kuliah kalau hanya jadi emak-emak begini ujungnya. Kalaupun enggak bisa ngantor, kau kan dulu bisa menulis, kenapa enggak diterusin bakat itu?” Komentar itu membuat saya kesal banget waktu itu. Seolah jadi ibu rumah tangga itu kok kecil sekali artinya. Tiba-tiba rasa galau pun mengganggu. Saya jadi resah dengan pilihan untuk tak bekerja dan menghasilkan uang. Saya merasa seperti tenggelam dalam rutinitas yang menjauhkan saya dari dunia luar. Ketika itu, muncul keinginan untuk kembali ke dunia menulis,  namun saya tak tahu cara memulainya.
Hari-hari terus bergulir. Kembali saya jalani peran sebagai seorang istri dan ibu seperti sebelumnya. Hingga di tahun 2007, semangat menulis pun muncul memggebu-gebu. Saya harus bisa, karena dulu saya pernah melakukannya. Seorang teman baik, ikut membangkitkan semangat saya. Dia mengajak saya masuk dalam komunitas baru yang anggotanya terdiri dari para penulis dan calon-calon penulis. Nama komunitas itu, Forum Lingkar Pena, Amerika Kanada. Kebetulan saat itu saya dan anak-anak sedang mendampingi suami yang tengah mengambil S2 nya di University of Illinois, Urbana Champaign - US.

Saya pelajari konsep-konsep menulis dari berbagai pelatihan online di FLP-AC. Salah satu pelatihan yang saya ikuti dibimbing oleh pemateri, Benny Rhamdani, salah seorang penulis yang sudah banyak menuliskan buku bacaan anak di tanah air.
Alhamdulillah, tahun 2008, dari hasil pelatihan online itu buku pertama saya terbit dengan judul “Asyiknya Bekerjasama”, sebuah buku seri Character Building for Kids yang diterbitkan oleh DAR!Mizan. Saya semakin bersemangat. Satu persatu karya saya mulai bermunculan dan bisa dibaca orang lain.


Dalam perjalanan baru saya di dunia kepenulisan, tentu saja tidak semulus yang saya bayangkan. Sebelumnya saya mengira begitu gampang menulis cerita, kirim dan diterbitkan. Tidak semudah itu ternyata. Ada hal-hal yang mengecewakan yang pernah saya rasakan. Ketika tulisan saya dikritik, direvisi dan dianggap tidak bermutu, adalah fase yang sangat menyakitkan. Namun, saya tak mau berlama-lama terpuruk dengan rasa kecewa itu. Saya jadikan kritikan itu menjadi cambuk untuk meningkatkan kualitas tulisan. Meski terseok-seok dan terkesan lamban, saya tetap memupuk keyakinan kalau dunia penulis adalah tempat yang indah buat saya. Dengan menulis, saya bisa melepas beban kepenatan yang terkadang menghampiri ketika menjalankan peran sebagai seorang ibu dan istri.
 Begitulah, saya terus menikmati dunia kepenulisan. Dari hari ke hari saya terus berusaha meningkatkan keterampilan dalam menulis lewat berbagai workshop menulis. Suatu hari, seorang teman yang sudah lebih dulu malang melintang di dunia kepenulisan memberi komentar pada tulisan saya. “You are really progressing,” begitu katanya. Saya sangat senang mendengar pujian itu.
Dibalik semua proses perjalanan saya sebagai penulis, diam-diam peran suami dan anak-anak juga sangat berpengaruh. Mereka sangat mendukung dan menambah semangat saya dalam berkarya. Apalagi belakangan kedua anak saya (Yasmin Amira Hanan dan Darryl Khalid Aulia) ikut terjun menjadi penulis cilik. Semua karena imbas dari semangat yang saya tularkan kepada mereka. Meskipun pada akhirnya hanya Mira yang masih bertahan. Dari dukungan mereka tentu ada saja yang terkadang membuat saya ciut. Jangan dikira suami tak pernah mencaci dan mengoreksi karya saya, bahkan terkadang lebih menyakitkan dari seorang editor.
“Bagaimana cerpenku yang satu ini?” tanya saya suatu hari kepada suami. Coba simak apa jawabannya.
“Kamu itu kalau menulis cerita, jangan membuat jenuh pembacanya,” kritiknya tajam membuatku lesu.
“Jadi, harus bagaimana?” tanya saya menguji pengetahuannya tentang menulis. Saya jengkel juga mendengarnya, apalagi suami saya bukan penulis Bete 'kan ya?.
“Banyaklah membaca! Dengan banyaknya bahan bacaan yang kau serap, nanti kau akan mengerti dan bisa membandingkan tulisanmu dengan mereka,” ujarnya.
Saya diam mencoba meresapi kata-katanya. Sesaat setelah suami memberi kritiknya, saya sempat patah semangat. Namun, itu tak lama. Saya mulai menyadari apa maksud dan tujuannya. Suami saya sebenarnya ingin memacu dan menyemangati saya untuk terus mencari tahu cara agar saya bisa mengembangkan kemampuan menulis itu. Banyak membaca! Itulah kunci sukses yang dianjurkannya.
Sampai saat ini, karya saya belum begitu banyak, tapi saya cukup bangga dengannya. Beberapa buku bacaan anak yang saya tulis pun kembali terbit di tahun 2011, lalu buku antologi untuk bacaan dewasa juga kembali menambah koleksi karya saya. Ditambah beberapa tulisan saya yang muncul di majalah, membuat saya semakin yakin menyebut diri sebagai penulis. 

 

Dunia penulis adalah tempat yang sangat menyenangkan buat saya. Banyak berkah yang saya dapatkan dari dunia kepenulisan ini. Selain prestise, saya juga bisa menambah uang tabungan di rekening lewat honor menulis yang saya terima.
Dari pengalaman menulis ini, tepat di pertengahan 2010, saya mendapat tawaran untuk mengajar di salah satu Sekolah Dasar Islam di Bekasi hingga saat ini. Sudah enam tahun saya menjalankan amanah sebagai guru ekstrakurikuler Jurnalistik dan Kepenulisan di SDIT Thariq Bin Ziyad, Pondok Hijau Permai, Bekasi itu. 
Murid-muridku (angkatan pertama, 2010/2011)
Kunjungan ke Panti Asuhan


Angkatan kedua (thn pelajaran 2011/2012)

Di perjalanan sebagai penulis ini juga, saya kembali menerima tawaran menjadi wakil pemimpin dan pimpinan redaksi di majalah Insani (majalah internal Persatuan Istri Pegawai Bank Indonesia/PIPEBI). Di sana saya kembali mengaplikasikan ilmu jurnalistik seperti, liputan, wawancara, fotografi, dan editor, serta penulisan yang pernah kudapat dari materi kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi waktu itu.

Tim Redaksi Insani

Begitulah, dunia penulis terus membawa saya dari satu pengalaman ke pengalaman lainnya. Dan, di awal tahun 2012, sebuah lompatan besar pun saya lakukan. Selepas membekali diri dengan ilmu sebagai trainer di pelatihan “Writer for Trainer” yang dibimbing oleh Benny Rhamdani, di penghujung 2011 kemarin, kini saya siap menjalani peran sebagai Trainer Penulisan dan terus menulis.

Trainers Galeri Kelas Ajaib
Suatu saat nanti, saya boleh pergi dan takkan kembali lagi ke dunia ini, namun saya ingin tulisan-tulisan saya menjadi alat perekat untuk mengenang saya, terutama buat anak-anak saya, suami, dan keluarga tercinta, serta siapa saja yang sempat membacanya. Seperti yang dikatakan oleh Helvy Tiana Rosa, “Ketika sebuah karya selesai ditulis, maka pengarang tak mati. Ia baru saja memperpanjang umurnya lagi." [Wylvera W.]

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...