Selasa, 18 November 2014

Rinso Cair Bikin Saya Berani Mengucek Pakaian Kotor


Pekerjaan rumah tangga yang paling saya takuti adalah mencuci pakaian. Dari sebelum menikah pun saya paling ogah melakukannya kecuali terpaksa sekali. Begitu pula ketika sudah menikah hingga punya dua anak. Kalau asisten rumah tangga sakit atau cuti, saya lebih memilih membawa pakaian kotor ke tukang laundry pakaian. Atau membiarkan pakaian kotor itu digilas oleh mesin cuci. Saya tidak peduli hasilnya bersih maksimal atau tidak. Manja ya? Tapi begitulah kenyataannya. Pokoknya saya tidak nyaman kalau disuruh mencuci pakaian.
Lalu, apa sih alasan yang membuat saya takut melakukan pekerjaan mencuci pakaian kotor ini? Telapak tangan saya sensitif sama deterjen. Apalagi kalau kandungan deterjennya tajam ke kulit tangan. Telapak tangan saya langsung meregang dan kasar malah cenderung terkelupas. Tentu saja ini berdampak pada penampilan dong. Enggak enak banget kalau tiba-tiba harus bersalaman dengan seseorang lalu dia mengernyit karena seperti memegang kulit bersisik. Hiii....
Dua varian Rinso Cair pilihan saya (dokpri)

Senang sekali rasanya ketika ketakutan saya akhirnya berakhir juga. Lho, kok bisa berubah drastis ya?  Perubahan itu terjadi karena saya telah menemukan produk istimewa dari Rinso. Nama varian produk yang telah menghilangkan ketakutan saya itu adalah RinsoMolto Ultra Cair dan Rinso Anti NodaCair.
Sejak saat itu jika tidak ada asisten yang biasa saya panggil “Mbak”, maka produk inilah yang menyelamatkan tumpukan pakaian kotor keluarga saya. Saya bergantian memakai kedua produk tersebut. Setiap selesai menggunakan saya langsung merasakan manfaatnya. Karena itu saya pun menyuruh Si Mbak untuk beralih ke Rinso Cair ini. 
Lihat! Telapak tangan saya tetap halus dan mulus. (dokpri)



Awalnya sedikit susah mengajak Si Mbak beralih. Maklumlah, dia sudah terbiasa menggunakan deterjen bubuk selama ini. Alasan utama yang diajukannya adalah kesulitan untuk menakar banyaknya Rinso Cair yang akan dipakai. Lalu yang kedua dia takut kalau busanya tidak sebanyak deterjen bubuk. “Takutnya kurang bersih, Bu,” begitu katanya menunjukkan rasa khawatir.
Kekhawatiran Si Mbak ini bukan tanpa alasan juga sebenarnya. Sebelumnya saya sering mengeluh melihat hasil cuciannya. Terutama pakaian sekolah dan baju kerja suami yang berwarna putih. Warna gelap atau kuning di bagian kerah dan ketiak tidak bisa hilang sempurna. Meskipun Si Mbak sudah memakai pemutih tetap saja tersisa warna yang membedakan dari warna aslinya. Belum lagi sesekali bau apek pada pakaian masih tertinggal samar-samar jika tidak sempurna kering saat dijemur pada musim penghujan.

 
Saya saat mencuci dengan Rinso Cair (dokpri)
 
Tidak semua deterjen mampu menghilangkan noda dan bau yang membandel pada pakian kotor. Setelah menggunakan kedua produk Rinso Cair secara bergantian, saya melihat perubahan nyata pada pakaian yang berwarna putih. Warna gelap dan menguning di bagian kerah dan ketiak tidak lagi terlihat. Bahkan untuk kaus kaki anak-anak saya pun bagian telapak kakinya bisa dibersihkan dengan sempurna.
Setelah disetrika harumnya tetap menyegarkan (dokpri)
Saya pun memberikan petunjuk kepada Si Mbak. Untuk mencuci sekitar 20 pakaian kotor cukup dengan 1 tutup botolnya saja. Bahkan saya juga menjelaskan mengapa saya beralih ke Rinso Cair ini. Selain tidak tajam di telapak tangan, Rinso Cair 800ml bisa digunakan untuk sekitar 20 kali mencuci. Hemat banget ‘kan? Si Mbak pun ikut membuktikannya. “Lebih bersih ya, Bu!” ujarnya akhirnya mengakui.

Keunggulan Rinso Cair
Rinso Cair memang merupakan deterjen cair yang diformulasikan untuk menghilangkan noda dua kali lebih efektif. Ditambah sentuhan keharuman yang menyegarkan dan tahan lama. Tak perlu khawatir kalau sewaktu-waktu lupa memakai parfum ketika bepergian. Serius lho!

Inilah beberapa manfaat yang saya rasakan dari pemakaian kedua varian dari produk Rinso ini:
  1. Lebih hemat dan tentu saja ini menjadi faktor utama yang selalu menjadi perhatian para ibu rumah tangga, termasuk saya dong.
  2. Saat merendam, kandungannya meresap sempurna ke dalam serat kain.
  3. Mampu menghilangkan noda pakaian dua kali lebih efektif dibanding deterjen lain.
  4. Keharuman parfum eksklusifnya membuat pakaian selalu segar setelah kering.
  5. Menjaga warna pakaian tetap cerah dan tidak memudar.
  6. Tidak meninggalkan sisa butir-butir deterjen setelah proses pencucian seperti ketika menggunaka deterjen bubuk.
  7. Yang paling penting buat saya adalah kandungannya terasa lembut di tangan sehingga membuat saya nyaman setelah menggunakannya.
Untuk yang kepengin mencoba dan beralih ke Rinso Cair ini, ada beberapa kemasan yang tersedia. Kemasan isi ulang 400ml, 800ml, dan kemasan sachet 45ml. Sementara untuk kemasan botol ada yang 525ml dan 1000ml. Untuk harga pun relatif terjangkau. Jangan takut kemahalan deh. Untuk ukuran botol yang terbesar saja harganya hanya sekitar Rp.15.000,-. Jadi bisa dikira-kira untuk harga ukuran di bawahnya.
Kesimpulannya, saya sangat puas melihat hasil yang diberikan oleh kedua Rinso Cair ini. Mengucek rendaman pakaian kotor seember pun menjadi jauh lebih nyaman.Tak ada lagi rasa takut kalau-kalau telapak tangan saya jadi kasar dan pecah-pecah sehabis mencuci. [Wylvera W.]

Sabtu, 15 November 2014

Pernikahan Langgeng Harus Pakai Syarat


 
Saya dan suami. Narsiiis... :) (dokpri)

Memiliki pernikahan yang harmonis dan langgeng menjadi impian setiap pasangan. Tak hanya bagi pasangan yang baru menikah, saya yang sudah belasan tahun menjalani pernikahan juga menyimpan impian yang sama. Namun jalan untuk mewujudkan impian itu tak semudah yang dibayangkan. Jangan abaikan syarat-syarat yang bisa jadi pendukung untuk mewujudkannya.
Pertengkaran menjadi salah satu penyebab terkendalanya kelanggengan rumah tangga. Belum lagi persoalan lain yang terkadang bisa memicu “hawa panas” dalam pernikahan. Perselisihan rasanya sulit dielakkan dalam setiap bahtera kehidupan rumah tangga. Lalu, bagaimana menyikapi kondisi ketidakmudahan tadi?  
Sepanjang pernikahan saya berusaha menjadikan perselisihan sebagai momen untuk belajar memahami karakter pasangan. Saya selalu berusaha bijak dan berusaha memahami kondisi emosional pasangan. Meskipun bukanlah hal yang mudah untuk memahami pasangan, namun saya tetap belajar dan berusaha selama komitmen tetap dipegang teguh. Bagaimana dengan Anda?
Kebersamaan di masa perkenalan dan sebelum pernikahan terkadang bukanlah suatu ukuran bahwa kita mampu memahami pasangan. Banyak hal yang membuat kita terkaget-kaget. Yang awalnya dia sangat pendiam dan penyabar, tiba-tiba bisa berubah menjadi banyak bicara dan meledak-ledak. Nah, perubahan sikap sebelum dan sesudah menikah inilah yang terkadang bisa membuat kita sulit menerima. Maka, jika tak pandai mengolah emosi, ini bisa menjadi pemicu pertengkaran yang mengancam keharmonisan pernikahan.
Sebelum semuanya menjadi semakin runyam dan menjauhkan kita dari impian tentang keharmonisan dan kelanggengan pernikahan, sebaiknya mari kita coba belajar melakukan beberapa saran berikut ini; 

Berusaha Memahami
Sebanyak apa pun artikel yang kita baca tentang cara dan tips menjaga keharmonisan pernikahan, jika kita tak legowo memraktikkannya dengan pasangan, ini akan sia-sia. Jadi, berusaha memahami pasangan adalah modal dasar dalam sebuah pernikahan. Rujukan tentang cara dan tips dari berbagi sumber yang kita baca akan semakin mudah kita lakukan jika konsep memahami sudah bisa kita jalankan. Jangan langsung merasa tidak diacuhkan ketika pasangan kita lebih leluasa berbagi dengan temannya ketimbang dengan kita. Justru di sinilah saatnya kita belajar memahaminya agar pasangan kita berbalik merasa nyaman untuk bicara dan berbagi dengan kita. 

Komunikasi
Wanita dan pria memang ditakdirkan dengan karakter dasar yang berbeda. Pria cenderung menyimpan ribuan kata dalam sikap dan gerak-geriknya ketimbang mengumbarnya lewat lisan. Sementara wanita sulit menyimpan sebaris keinginan di balik lidahnya. Maka demi mempertemukan kedua karakter dasar ini, komunikasi  menjadi kunci penting. Bukan ingin memberatkan kaum istri, jika suatu ketika suami Anda tiba-tiba ingin bicara, cobalah diam sejenak dan berusaha menjadi pendengar yang baik. Karena momen itu mungkin tak akan selalu Anda dapatkan dari dirinya. 

Jangan selalu merasa sok tahu
Terkadang kita suka menyepelekan hal-hal pribadi yang disimpan oleh pasangan. Seolah kita merasa sok tahu tentang segalanya. Belajarlah menghargainya dengan menghormati kemampuan berpikirnya. Jika ada yang ingin diluruskan, maka bicarakan dan diskusikan dengan bahasa yang santun tanpa harus mengecilkan kapasitas cara berpikir pasangan kita. Konsep berbagi pikiran akan memudahkan pasangan untuk mentransfer keinginan-keinginannya. Sekali lagi hindari rasa sok tahu itu. 

Memuaskan pasangan secara emosional dan fisik
Wanita butuh cinta untuk melakukan hubungan seks, sementara pria sebaliknya, dia butuh seks untuk cinta. Ya, begitulah ungkapan yang sering kita dengar. Justru itu, aspek fisik bagi pria menjadi sangat penting. Bukan bermaksud kembali menempatkan wanita pada posisi untuk selalu menjadi pemegang tanggung jawab dalam upaya menjaga keharmonisan rumah tangga. Namun, kodrat dasar menjadikan wanita berperan dalam upaya membuat pasangannya merasa puas dan senang secara fisik dan emosional. Tak bisa dimungkiri, ini kunci penting dalam menjaga hubungan tetap langgeng. 

Saling percaya dan saling mendukung
Pernikahan tak akan bertahan lama jika tidak dilandasi oleh rasa saling percaya. Pasangan akan merasa percaya diri dan nyaman jika kita memposisikan diri sebagai orang pertama yang mendukungnya.

Nah, memiliki pernikahan yang harmonis dan langgeng bukan menjadi impian yang sulit lagi jika kita mampu melakoni beberapa syarat di atas. Yuk, sama-sama mewujudkannya! [Wylvera W./Wiwiek Indra Gunawan]

***

Sabtu, 08 November 2014

Manfaat TIK di Kelas Ekstrakurikuler Jurnalistik dan Menulis



            Pelajaran jurnalistik dan menulis sangat membutuhkan kemampuan menggunakan komputer. Minimal mengetik dan menyimpan hasil ketikan. Dalam proses belajar mengajar, perangkat seperti infocus dan layarnya menjadi faktor penunjang yang mau tidak mau harus dipenuhi. Selain itu hal yang paling mendukung adalah adanya jaringan internet yang sewaktu-waktu bisa dimanfaatkan/diakses dalam proses pencarian informasi. Inilah persyaratan dasar yang saya ajukan kepada Kepala Sekolah ketika pertama kali diminta menjadi tenaga pengajar di kelas ekstrakurikuler tersebut. Tujuannya semata-mata untuk  mempermudah proses belajar mengajar.  
Alhamdulillah, sekolah tempat saya mengajar telah memiliki semua fasilitas yang saya ajukan. Saya pun menyetujui permintaan Kepala Sekolah untuk mengajar di sana. Sejak tahun 2010 saya resmi menjadi guru pembimbing kelas ekstrakurikuler jurnalistik dan menulis di SDIT Thariq Bin Ziyad, Pondok Hijau Permai Bekasi.

Dampak Minimnya Pengetahuan Teknologi Informasi dan Komunikasi
            Bagi murid sekolah dasar, kemampuan dalam menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memang tidak bisa dipukul rata. Disinilah fungsi guru TIK dioptimalkan di sekolah-sekolah. Tidak terkecuali di tempat saya mengajar. Namun sebagai guru ekskul, saya tidak bisa intervensi dalam penetapan mulai dari murid kelas berapa yang sudah layak mengikuti pelajaran TIK tersebut. Sementara di sekolah saya, murid-murid yang sudah berhak memilih beragam ekstrakurikuler dimulai dari kelas 3 sampai kelas 5.
Murid SDIT Thariq Bin Ziyad belajar TIK dengan fun (doc. pribadi)
            Melihat level kelas yang berbeda ini tentu saja tidak semua murid yang cepat tanggap dalam menyerap pelajaran. Kemampuan mereka pun sangat bervariasi. Semua itu tergantung seberapa jauh guru pembimbing TIK mereka memberikan materi.
Beginilah saat murid-murid TBZ PHP belajar TIK (doc. pribadi)
Dari informasi yang saya dengar ternyata pelajaran TIK yang mereka dapatkan dari guru pembimbingnya tidaklah menyeluruh. Mereka hanya diperkenalkan dengan pengetahuan dasar tentang cara mengoperasikan komputer seperti menghidupkannya, mengetik dengan keyboard, dan menyimpan hasil ketikan dari layar komputer ke folder. Itupun ternyata tidak maskimal. Akses internet yang ada di sekolah tidak sepenuhnya diperuntukkan bagi mereka yang belajar TIK.

 
Saat menyusun daftar pertanyaan untuk bahan wawancara

Untuk memperluas pengetahuan mereka, peran saya sebagai guru ekskul mau tidak mau menjadi bertambah. Saya tidak hanya mengajarkan materi jurnalistik dan menulis saja. Dalam setiap pertemuan seminggu sekali yang menggunakan ruang TIK, saya sekaligus membimbing mereka dalam menggunakan internet secara benar. Mereka saya ajarkan bagaimana melakukan browsing untuk mendapatkan referensi tentang materi terkait yang saya tugaskan kepada mereka.
 
Di ruang TIK (dokpri)
Mengenal pekerjaan Reporter (dokpri)
Saya yang juga aktif di dunia kepenulisan dan kerap bersentuhan dengan dunia maya seperti blog, facebook, serta twitter, setahap demi setahap membagi pengetahuan kepada murid-murid saya agar mereka juga akrab dengan semua itu. Apa yang murid-murid saya dapatkan dari pelajaran TIK pelan-pelan saya lengkapi.

Mengenalkan Blog untuk Mencatat Ragam Kegiatan Ekskul Jurnalistik dan Menulis
            Untuk murid-murid saya angkatan pertama (tahun pelajaran 2010 – 2011), saya mengajak mereka untuk menyimpan semua catatan kegiatan jurnalistik mereka di flashdisk. Saya katakan bahwa nanti semua kegiatan mereka di kelas ekskul akan tercatat di blog. Itulah pertama kali saya mengenalkan blog kepada murid-murid saya. 
Blog tempat catatan kegiatan ekskul jurnalistik (doc.pribadi)
Kendala pertama, mereka belum terampil membuat blog.  Sayalah yang membantu membuatkannya. Di blog yang bernama “Warcil SDIT Thariq Bin Ziyad PHP – Bekasi” itulah catatan-catatan mereka saya simpan. Dan beberapa dari mereka saya berikan nama serta password agar bisa mengakses blog tersebut untuk membantu saya meng-update hasil liputan, wawancara, dan artikel lainnya.
Hasil wawancara disimpan di blog Warcil (dokpri)
Dari sanalah mereka belajar membuat blog sendiri. Satu per satu murid saya dari angkatan pertama akhirnya memiliki blog sendiri. Saya tidak serta-merta melepas mereka untuk mengisi blog pribadinya. Untuk kontennya saya tetap mengingatkan agar tetap berhati-hati dan tidak mengisi blog mereka dengan hal-hal yang melanggar etika di dunia maya.
Hasil wawancara dengan pedagang kelapa muda (dokpri)
Namun setelah angkatan pertama blog “Warcil SDIT Thariq Bin Ziyad PHP – Bekasi” memang jarang di-update lagi. Lagi-lagi terkendala pada kemampuan angkatan setelahnya yang lebih banyak dari murid kelas 3 dan 4.
Catatan kegiatan ekskul jurnalistik di blog saya (dokpri)
Melihat kondisi ini saya tidak ingin patah semangat. Beberapa kegiatan ekskul jurnalistik dan menulis kami tetap saya muat di blog pribadi saya. Murid-murid saya tetap bisa mengakses kisah kegiatan mereka dari blog saya. Selain itu mereka juga bisa melihat cerpen saya yang menang lomba sebagai contoh saat saya minta menulis cerita.

Memanfaatkan Akun Facebook Sebagai Tempat Diskusi
            Di setiap pertemuan tahun pelajaran baru saya selalu menanyakan apakah murid-murid saya sudah memiliki blog. Selain itu saya juga menanykan akun facebook mereka. Tujuannya adalah agar saya lebih mudah memberikan informasi terkait dengan materi yang sedang dibahas di luar jam sekolah.
Lagi-lagi tidak semua murid memiliki blog dan akun facebook. Ketika ditanya alasannya, muncullah beragam jawaban. Ada yang belum diizinkan untuk membuka akun facebook oleh orangtuanya. Ada yang belum paham caranya. Untuk semua alasan itu saya pelan-pelan memberikan pemahaman tentang dampak positif yang akan mereka dapatkan.
Memberi motivasi di grup FB (dokpri)
Sebagai guru pembimbing mereka, saya pelan-pelan mengajak mereka untuk melek teknologi. Selain mahir menggunakan ponsel untuk bertukar kabar, mereka juga harus mampu memanfaatkan aplikasi di gadget mereka untuk mengakses internet.
Grup FB angkatan 2013 - 2015 (dokpri)
Salah satunya saya gencar menganjurkan agar murid-murid saya memiliki akun facebook. Alhamdulillah, saat ini sudah hampir semua murid saya memiliki akun facebook. Malah salah satu dari mereka mengambil inisiatif untuk menjadi Admin grup di facebook dengan nama grup “Jurnalist Kids” untuk angkatan 2010 – 2012 dan “Jurnalistik 2013 – 2015” untuk angkatan saat ini.

Flashdisk dan PowerPoint Mengurangi Penggunaan Kertas
            Dalam proses belajar dan mengajar saya selalu berusaha untuk meminimalisir peenggunaan kertas. Itu sebabnya di setiap awal tahun pelajaran saya meminta murid-murid saya untuk melengkapi persyaratan mengikuti eksktrakurikuler jurnalistik dan menulis. Setiap murid saya wajibkan memiliki flashdisk sebagai penyimpan beragam materi dan tugas-tugasnya.
Meskipun ada penggunaan kertas hanyalah pada saat saya ingin me-review hasil praktik lapangan mereka di jam dan hari yang sama. Untuk tugas yang dibawa pulang, saya tetap meminta murid-murid saya menyimpannya di flashdisk.
Beginilah cara saya menyampaikan materi (dokpri)
Dalam menyampaikan materi pelajaran, saya selalu menggunakan PowerPoint yang ditampilkan di layar menggunakan infocus. Materi akan tersaji dengan rapi disertai ilustrasi yang lebih efektif dalam memaparkan contoh. Murid-murid saya selalu semangat jika saya menyampaikan materi dengan tampilan slide yang disertai gambar-gambar. Mereka jauh lebih cepat mengerti.
Ternyata memang jauh lebih efisien memaparkan materi seperti itu dibandingkan menuliskannya di papan tulis. Di samping itu murid-murid saya juga belajar mengurangi penggunaan kertas sebagai usaha mendukung gerakan go green.

Perlunya Pengetahuan TIK sejak Usia SD
            Informasi di beragam media yang menyebutkan bahwa pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tidak tercantum dalam kurikulum 2013. Saya tidak begitu paham alasan apa yang menyebabkan pelajaran ini tidak lagi masuk dalam mata pelajaran wajib. Saya hanya menyayangkan kalau itu benar. Sebab pelajaran tersebut akan melatih anak-anak untuk mampu memanfaatkan TIK sebagai proses belajar dan kehidupannya sehari-hari.
            Mengingat semakin banyaknya sekolah-sekolah yang membuka kelas ekstrakurikuler terkait dengan pengetahuan Teknologi Informasi dan Komunikasi, maka mau tidak mau pelajaran TIK hendaknya juga diterapkan mulai dari sekolah dasar. Di samping itu sumber daya manusia, infrastruktur, dan kontennya pun perlu dibekali. Melihat kondisi ini saya berharap kepada pemerintah untuk meninjau ulang keputusannya serta memikirkan solusi terbaik demi kemajuan anak bangsa.
            Akhirnya, sebagai guru ekstrakurikuler jurnalistik dan menulis tingkat sekolah dasar, saya merasa perlu untuk terus-menerus meningkatkan kemampuan dan pengetahuan yang terkait dengan TIK. Apalagi materi yang saya ajarkan tak bisa lepas dari sentuhan TIK. Pengetahuan itu akan saya tularkan kepada murid-murid saya di sela-sela pemaparan materi tentang ekskul jurnalistik dan menulis. Saya berharap mereka semakin terampil menggunakan komputer, tablet, ponsel serta mengakses internet dengan tetap berpedoman pada etika dan batasan sebagai pengguna yang masih di bawah umur. [Wylvera W.]


Senin, 03 November 2014

Pembicara di Event Office to Office Majalah Kartini



          Pagi itu tiba-tiba hape saya berdering. Perempuan yang memperkenalkan diri dengan nama Esthie Engela, Sr. Account Executive dari Majalah Kartini  menghubungi saya. Katanya nama saya direkomendasikan oleh Mbak Ria dari Majalah Annisa.
Kebetulan beberapa waktu lalu saya memang pernah diminta oleh Majalah Annisa untuk mengisi event office to office mereka di kantor Bank Syariah Mandiri Jakarta. Sama seperti momen waktu itu, Mbak Esthie pun menanyakan kesediaan saya mengisi acara serupa untuk Majalah Kartini. Saya diminta menjadi pembicara untuk Ibu-ibu PIA Ardhya Garini Mabes TNI AU di Cilangkap, Jakarta Timur.
            Setelah menanyakan beberapa hal terkait dengan event itu, saya pun menyetujui permintaannya. Maka diberikanlah hari dan tanggal acara kepada saya. Saya diminta mengajukan tema yang akan disampaikan. Dari dua tema yang saya berikan akhirnya client mereka (Ketua PIA Ardhya Garini Mabes AU) menyetujui satu tema yang berjudul, “Menulis Mendekatkan Ibu dengan Anak dan Buku”.
            Saya pun kembali menyiapkan materi dalam format PowerPoint. Sekitar enam belas slide saya siapkan untuk dipaparkan. Tak banyak uraian di PowerPoint itu. Saya memilih menyajikan lebih banyak ilustrasi. Penjelasan dari ilustrasi itulah nanti yang akan saya jadikan bahan untuk mengisi materi semi parenting untuk ibu-ibu istri TNI AU.
            Tibalah hari Senin, 27 Oktober 2014. Bersama seorang teman, pagi-pagi sekali kami sudah siap berangkat menuju Mabes AU, Cilangkap Jakarta Timur. Alhamdulillah, jalanan tidak terlalu padat sehingga kami bisa tiba setengah jam sebelum waktu yang dijanjikan.
            Setelah memarkirkan mobil, kami pun diminta untuk menunggu di ruang VIP. Ketika memasuki aula Mabes AU tersebut, sempat terbesit rasa takjub di hati saya. Awalnya saya mengira ini event kecil. Ternyata ibu-ibu yang hadir lebih dari 100 orang. Wow! Nuansa biru memenuhi aula berkapasitas ratusan orang itu. Saya akui, saya sempat terpana dan sedikit nervous. Namun setelah setengah jam menunggu dan berbincang dengan panitia di ruang VIP sedikit demi sedikit melenyapkan rasa gugup saya.
            Saat menunggu, Ibu Vera selaku ketua, menghampiri dan memastikan judul tema yang akan saya sampaikan. Kami pun berkenalan. Tepat pukul 09.00 WIB saya diminta menuju kursi terdepan untuk mengikuti serangakaian acara pembuka. Saya sudah terbiasa dengan protokoler semacam itu. Saya tetap khidmat mengikutinya.
Saya, Bu Atik, Bapak Sitompul dan Istri (doc. pribadi)
          Acara diawali dengan pembukaan oleh MC khusus dari ibu-ibu Mabes AU. Sambutan dari Ketua PIA Ardhya Garini. Sambutan Ibu Atik dari Majalah Kartini, hingga akhirnya dilengkapi dengan pembacaan doa agar acara berlangsung lancar. Semua berjalan sangat tertib layaknya acara resmi. Begitulah, saya tetap santai mengikuti prosedurnya.
     Acara resmi pun selesai. MC yang diundang khusus untuk acara inti, membuka sesi berikutnya. Tibalah giliran saya naik ke atas pentas yang ditata sedemikian elegan. MC yang lumayan kocak itu membacakan profil saya dan menjelaskan sekilas tentang materi yang akan saya sampaikan.   
Sambil lihat contekan supaya tak salah sebut nama (doc. pribadi)
       “Untuk apa sih sebenarnya menulis itu buat Ibu-ibu?” begitu MC mengantar materi saya.
          “Untuk menuangkan isi hati sebagai catatan pribadi,” jawab ibu yang pertama.
         “Menulis adalah sarana untuk merangkai ide yang bermunculan di kepala kita,” lanjut ibu berikutnya.
          “Mencatat lirik lagu, karena kebetulan saya seorang penyanyi,” kata ibu yang ketiga.
       Ketiga jawaban itu akhirnya diserahkan kepada saya untuk memilih jawaban yang paling tepat. Saya menjawab bahwa ketiga jawaban itu semuanya benar. Akhirnya ketiga ibu yang menjawab mendapat hadiah voucher belanja.
        Selebihnya, MC memberikan waktu sepenuhnya kepada saya untuk memaparkan slide demi silde yang sudah saya siapkan. Saya minta izin untuk berdiri. Saya katakan kalau saya lebih nyaman jika menyampaikan materi dalam keadaan berdiri. Tujuannya agar saya bisa melihat wajah ibu-ibu satu per satu. Mereka pun tertawa mendengar alasan saya. 
(doc. pribadi)
        Slide pertama saya buka. Lalu berlanjut dengan slide berikutnya yang menampilkan ilustrasi serta pertanyaan, “Mengapa Ibu Harus Menulis?” Saya pun mulai menjelaskan beberapa alasan yang membuat seorang ibu perlu menulis. Beberapa diantaranya adalah untuk menghilangkan stress, mengisi waktu luang, meningkatkan daya ingat. Satu per satu alasan itu saya jelaskan melalui ragam contoh yang dekat dengan keseharian para ibu. Di penjelasan-penjelasan itulah akhirnya suasana khusyuk dalam menyimak materi saya akhirnya mencair. Tawa renyah ibu-ibu mendengar contoh-contoh beraroma humor dari saya membuat kebersamaan kami semakin hangat.
Slide pertama (doc. pribadi)
      “Coba Ibu bandingkan, mana yang lebih hebat sensasinya jika Ibu menuliskan ungkapan cinta kepada suami dibanding mengucapkannya,” ujar saya memberi satu contoh yang disambut gelak tawa.
       Satu contoh lagi saya berikan. “Coba kembali Ibu bandingkan. Ketika Ibu kesulitan berkomunikasi lewat lisan dengan anak Ibu, lalu Ibu menggantinya dengan menuliskan beberapa kalimat untuk mewakili perasaan Ibu kepada buah hati. Dan anak Ibu membacanya. Apa yang akan terjadi?” 

        Begitulah contoh demi contoh yang mampu menjawab pertanyaan “Mengapa Ibu perlu menulis” saya paparkan. Hingga akhirnya sampai pada materi bagaimana kegiatan menulis itu bisa mendekatkan Ibu dengan anak dan buku. Saya perhatikan ibu-ibu istri TNI AU sangat antusias dengan materi yang saya sajikan dari awal hingga akhir. 
Sesi tanya jawab
Hadiah bagi penanya terbaik (doc. pribadi)
         Sampai pada sesi tanya jawab yang disediakan, begitu ramai yang ingin mengajukan pertanyaan. Mulai dari bagaimana caranya memulai menulis, hingga pertanyaan tentang upaya apa yang harus dilakukan supaya ibu dan anak sama-sama bisa mencintai kegiatan membaca dan menulis. Semua saya jawab dengan detail. Alhamdulillah, mereka puas. Malah ada yang meminta saya agar mau kembali memberikan pelatihan khusus menulis untuk mereka. Wow! Senang banget dong mendengarnya. Saya tunggu undangan itu!
Saat saya menyajikan materi (doc. pribadi)
       Akhirnya sesi saya yang diberi durasi selama satu jam lebih itu berakhir dengan pemberian hadiah untuk tiga pertanyaan terbaik. Setelah sesi saya, acara masih berlanjut dengan tutorial hijab dari Zoya.
        Acara yang dihadiri oleh Ketua PIA Ardhya Garini Gabungan I Mabes AU, Ibu Vera JFP Sitompul, Ibu-ibu Ketua PIA Arhdya Garini Cabang, Ranting Berdiri Sendiri, dan Ranting di jajaran Gabungan I Mabes AU itu ditutup dengan pemilihan busana terindah dan foto bersama.
Foto bersama dengan pose bebas :)  (doc. pribadi)
           Saya dan teman seperjalanan pun pulang dengan hati puas. Semoga apa yang saya sampaikan memberikan pencerahan. Terima kasih kepada Majalah Kartini yang telah memberi kepercayaan kepada saya untuk mengisi acara pertemuan besar itu. Semoga tidak mengecewakan dan kembali diundang oleh Ibu Ketua PIA Ardhya Garini Mabes AU. Semoga! [Wylvera W.]

           

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...