Senin, 29 Juni 2015

Karya Sastra dan Imajinasi Anak


Pengajian Sastra, bagian dari serangkaian acara FLP Ciputat Fair 2015
            Diminta berbicara tentang 'Sastra Anak' dalam acara talkshow merupakan hal baru buat saya. Apalagi buat anak saya, Mira. Tentu saja dia bertanya-tanya. “Nanti aku harus bicara apa di sana, Bu?” lalu “Kalau nggak nyambung sama tema, gimana ya?” Namun, demi menguatkan semangat berbagi pengalaman di dirinya, saya tetap mengatakan bahwa “Kita harus bisa. Sebab tema yang panitia minta tidak jauh dari pengalaman kita sebagai penulis. Sudah seharusnya kita membaginya kepada yang belum paham.”
            Begitulah, akhirnya saya menyetujui permintaan Ketua Forum Lingkar Pena Wilayah Jakarta Raya, Sudi Yanto. Agar lebih siap, saya juga sempat menanyakan masukan dari Kang Ali Muakhir (salah satu penulis bacaan anak yang karya-karyanya sudah tersohor sampai ke pelosok negeri ini). Saya tahu kalau beliau pernah beberapa kali diminta untuk mengisi kegiatan senada di FLP. Tentunya beliau lebih berpengalaman. Syukurlah, jika akhirnya beliau memberi dukungan. 
 
Mbak Amal (Ketua FLP Cabang Ciputat) memberi kata sambutan - dokpri
            Sabtu, 27 Juni 2015, saya dan Mira akhirnya tiba di Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Acara yang awalnya dijanjikan akan dimulai tepat pukul 13.00, akhirnya mundur satu jam. Waktu sejam itu kami manfaatkan untuk berbincang-bincang dengan Ketua FLP Wilayah Jakarta Raya (Mas Sudi) dan Ketua Cabang Ciputat (Mbak Amal) serta beberapa pengurus lainnya. Acara yang akan kami isi merupakan kegiatan rutin yang secara berkala dihelat oleh FLP Wilayah Jakarta Raya (Jabodetabek) dengan nama “Pengajian Sastra”. Kegiatan ini adalah sebuah gerakan literasi yang saat itu dalam edisi Roadshow ke FLP Cabang Ciputat. Sementara temanya adalah “Ketika Sastra Memengaruhi Imajinasi Anak”.
 
Mas Sudi (Ketua FLP Wilayah Jakarta Raya) - dokpri
Menyanyikan lagu Indonesia Raya - dokpri
            Acara pun dimulai pada pukul 14.10 WIB. Pembawa Acara membukanya dengan rapi dan hikmat. Diawali dengan pembacaan Al Qur’an, menyanyikan lagu Indonesia Raya, serta  sambutan dari para Ketua FLP. Setelah itu, talkshow yang menjadi inti acara dipandu oleh Moderator cantik yang kreatif. Beliau juga seorang penulis buku ternyata. Bela namanya.  
Tak kenal maka tak klik! Untuk itu, MC menyampaikan profil saya dan Mira dengan gayanya yang kocak. Saya suka cara Mbak Bela menghidupkan suasana. *kapan-kapan saya ajak jadi asisten ya, Mbak* ^^
           Diam-diam saya memerhatikan peserta talkshow. Mereka antusias menyimak sambil sesekali tersenyum. Selepas itu, saya pun menayangkan slide materi yang berjudul “Sastra dan Imajinasi Anak”. 

Mbak Bela membacakan profil saya dan Mira - dokpri
Hal pertama yang perlu dipahami adalah arti dari kata Sastra. Saya mengutip dari Wikipedia yang menyebutkan bahwa Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. 
Sementara yang menjadi topik pada talkshow itu adalah tentang “Sastra Anak”, yaitu karya sastra yang ditulis oleh orang dewasa, remaja, dan anak-anak, berisi kisah tentang dunia yang akrab dengan anak-anak dan dapat dipahami oleh anak-anak.

Saya menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan materi - dokpri
Selanjutnya saya menayangkan ciri-ciri sastra anak. Jika dilihat dari segi kebahasaan, karya sastra untuk anak itu menggunakan kalimat sederhana, kata-kata yang sudah dikenal oleh anak-anak, gaya bahasa (majas)nya mudah dipahami anak, serta mengandung imajinasi yang mudah dijangkau oleh pemahaman anak. Selain itu, karya sastra untuk anak  juga memiliki alur yang sederhana (tidak berbelit-belit) dan berbentuk linear (alur maju). Tokoh dalam sastra anak bisa berupa manusia, binatang, tanaman, atau benda mati. Setting yang dipakai dalam cerita ada di dunia anak. Karakter tokohnya bisa dikenali dengan jelas (baik atau jahat). Tema cerita tunggal dan mendidik.

Mira menceritakan apa yang melatarbelakanginya jadi penulis - dokpri

Dari definisi dan ciri-ciri itu, saya mengatakan bahwa saya harus me-review kembali buku-buku karya saya. Demikian juga Mira. Semoga buku-buku karya kami masuk dalam kriteria itu. Lalu, bagaimana buku-buku itu akhirnya mampu memengaruhi imajinasi anak. Moderator akhirnya menggiring talkshow pada sesi tanya jawab. Beliau meminta Mira menceritakan alasan apa yang membuatnya memilih mengikuti jejak saya sebagai penulis. Adakah pengaruh dari profesi saya sebagai penulis pada perkembangan imajinasi Mira? Bagaimana saya menyikapi tentang anak-anak yang cenderung lebih menggemari games ketimbang membaca buku atau mengakrabi sastra anak? 
Mira pun menceritakan bahwa awalnya dia tertarik untuk menulis puisi. Karena saya menganggapnya mampu menulis lebih dari sekadar puisi, maka dia pun mencoba menulis cerita pendek. Dan cerpen itu diikutkannya lomba. Walau tidak masuk dalam jajaran juara 1, 2, dan 3 namun Mira merasa bangga saat mengetahui karya pertamanya mampu menduduki kategori nominasi cerpen terbaik di level Elementary School, Urbana Illinois, USA. Mira juga mengatakan bahwa dia senang menulis. Bisa jadi itu karena sering mendengar Ibu bercerita dan menulis juga. Kalau ditanya tentang gaya tulisannya, Mira tak pernah memikirkan apakah itu memenuhi kriteria sastra anak atau tidak. Katanya “Aku ingin menulis, maka aku pun menuliskannya saja sesuai kata hatiku. Yang penting tidak keluar dari jalur dan etika penulisan.”
Selanjutnya, profesi saya sebagai penulis, belakangan baru menunjukkan pengaruh besar buat kedua anak saya. Terlebih buat Mira. Kecerdasan linguistiknya kian terbentuk bukan tanpa sebab. Saya yakin bahwa itu digerakkan oleh kecintaannya pada dunia menulis dan membaca. Imajinasinya kian berkembang dan terbentuk juga bukan tanpa sebab. Semua itu bisa jadi karena saya terus mendampinginya bergerak bersama di dunia kepenulisan dan literasi.

Mira buka kartu ih ^^ "Ibu itu cerewet kalau bicara soal tulis-menulis."
Demikan, talkshow terus bergulir. Bahasan meliputi upaya agar anak-anak bisa dikembalikan kepada bacaan yang bermanfaat agar tidak tergerus oleh pengaruh buruk dari kecanggihan akses teknologi (baca: gadget). Kalaupun mereka dekat dan melek teknologi, tetap diarahkan pada hal-hal yang bemanfaat. Seperti terampil mengakses bahan-bahan bacaan bermutu, untuk dijadikan sebagai referensi demi menambah pengetahuan yang positif.
Di sesi tanya jawab, para peserta mengajukan pertanyaan yang bernas. Beberapa di antaranya; Bagaimana jika otak kanan si anak lebih dominan memengaruhi cara berpikirnya? Bagaimana pengaruh cerita-cerita anak yang selalu berakhir dengan happy ending, sedangkan kita tahu bahwa tidak semua yang dialami anak berakhir bahagia? Bagaimana dengan buku-buku bacaan anak yang sesungguhnya tidak layak untuk dibaca oleh anak? Apakah masih layak buku-buku itu disebut sebagai karya sastra yang mampu memengaruhi imajinasi positif pada anak sebagai pembacanya? Dan beberapa pertanyaan lainnya yang membuat momen talkshow semakin menarik.
Saya mencoba memberikan jawaban pada pertanyaan-pertanyaan tersebut. Saya katakan bahwa kita harus bisa memerhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak kita. Terlebih pada sikap dan perilakunya yang merupakan cermin fungsi otaknya. Sebagai orangtua, kita harus terus membantu agar otak anak berfungsi secara berimbang agar dia mampu berpikir kreatif, ingatannya tajam, kreatif dalam menulis, mampu menjadi pendengar yang baik dan bisa membaca sekaligus memahami apa yang dibacanya.
Peserta yang antusias bertanya - dokpri

Tentang cerita yang selalu berakhir happy ending sebenarnya tidak menjadikan pembaca anak jadi minder, penghayal, cenderung tidak mau melewati proses. Jadi bacaan yang baik untuk anak bukan terletak pada endingnya, namun alur yang menggambarkan perubahan karakter tokohnya dari buruk menjadi baik, baik menjadi buruk, miskin menjadi kaya, dan sebaliknya itulah yang menjadi contoh buatnya. Jika alur yang menunjukkan proses pencapaian ending bahagia itu dikemas dengan baik, maka si anak yang membaca cerita itu pun akan memperoleh pelajaran dari sana.
Untuk buku-buku anak yang terpajang di toko-toko buku, tidak bisa dipungkiri kalau belum tentu semuanya pas untuk anak-anak. Di sinilah tugas kita sesungguhnya. Baik bagi saya sebagai penulis maupun peran sebagai orangtua dalam mendampingi anak-anak memilih bahan bacaan. Sebagai penulis, saya dan teman-teman penulis bacaan anak lainnya selalu berusaha agar konsisten membuat cerita yang sesuai dengan anak-anak. Menyajikan karya dengan bahasa yang indah dan menggugah, juga bagian dari tanggung jawab kami. 

Alhamdulillah, ini surprise di akhir acara untuk saya dan Mira. Luar biasa!
Akhirnya talkshow yang menghabiskan waktu dua setengah jam itu, berakhir dengan satu kesimpulan dan pesan dari saya dan Mira. “Dekatkanlah anak dengan buku-buku bacaan yang bermutu, sampaikan kepada mereka kisah-kisah yang mendidik agar imajinasinya tumbuh dan mampu berkembang ke arah yang positif dan kreatif.” 
Foto bareng MC sebelum berpisah - dokpri
Terima kasih pada FLP wilayah Jakarta Raya dan cabang Ciputat yang telah memberi kepercayaan kepada kami menyampaikan dan mengulas tema di atas. Semoga yang sedikit dari kami mampu memberikan manfaat lebih banyak kepada peserta talkshow. Aamiin. [Wylvera W.]



Jumat, 19 Juni 2015

Berkah dalam Berbagi



Bersama para siswi SMP Islam Dewan Dakwah (dokpri)
Dulu, setiap kali diminta untuk memberi pelatihan menulis untuk anak-anak, selalu ada rasa tidak percaya diri di benak saya. Pengalaman dan kemampuan saya rasanya belumlah memadai untuk itu. Namun, melihat besarnya minat yang meminta, kok rasanya gak tega menolak. Maka saya pun bergerak dari niat ingin berbagi itu. Bukankah tak harus menunggu punya ratusan buku dulu baru bersedia berbagi ilmunya. *CMIIW*
Sejak itu, saya pun semakin bersemangat berbagi apa yang saya tahu. Dan senangnya, yang sedikit dari saya itu selalu dirasa besar manfaatnya bagi mereka yang mengikuti pelatihan. Dari sedikit yang saya bagi itu, mampu memicu semangat anak-anak itu untuk memulai menulis. Kenyataan ini membuat saya semakin percaya diri. Di samping itu, saya terus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan tentang menulis (khususnya menulis cerita). Dari yang lebih ahli tentunya. Sebab, di atas langit masih ada langit kan? ^_^
Pada hari Selasa, 8 Juni 2015 yang lalu, saya kembali diminta oleh teman untuk berbagi ilmu (biar keren saya sebut ilmu dong ya, hehehe) dan pengalaman menulis. Teman saya itu kebetulan guru di SMP Islam Dewan Dakwah yang berlokasi di Komplek Pusdiklat Dewan Dakwah, Setiamekar, Tambun Selatan, Bekasi.
Tidak terlalu lama saya berpikir untuk menerima tawaran itu. Terlebih saat mengetahui kalau yang akan saya ajari adalah murid-murid soleha yang semuanya perempuan. Mereka itu katanya sudah terlatih berdakwah, namun tetap haus akan ilmu menulis. Wah! Ini akan menjadi pengalaman baru lagi buat saya. Berbagi ilmu menulis kepada anak-anak yang sehari-harinya sudah dilatih untuk terampil berorasi. Saya harus mampu menyajikan materi dengan apik. Tantangan banget buat saya.
Tibalah hari ‘H’. Saya hadir lebih cepat dari waktu yang diminta. Tak apa. Saya jadi punya waktu untuk beradaptasi dengan lokasi acara. Saya juga bisa menyempatkan diri mengenal beberapa guru sebelum berhadapan dengan sekitar 70 murid yang semuanya perempuan itu. 
Sambutan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan (dokpri)
Sambutan Kepala Sekolah dan sekaligus membuka acara pelatihan (dokpri)
Acara yang dikemas sedemikan rapi oleh pengurus OSIS (mereka menyebutnya Lajnah Banatil Yaum). Saya kagum pada anak-anak SMP itu. Dari Pembawa Acara hingga kata sambutan Ketua Lajnah yang tampil, memberikan gambaran yang sesuai dengan tempat mereka bersekolah. Kalimat yang mereka gunakan sangat terangkai dengan rapi. Lancar dan mengalir.
Saya deg-degan? Ya ... sedikit.
Akhirnya setelah moderator selesai membacakan profil dan CV saya, waktu pun saya ambil alih. Bismillah ... saya berdoa dalam hati. Semoga cara saya menyajikan materi tentang kepenulisan mampu klik ke mereka. Saya buka dengan salam dan motivasi awal tentang pentingnya keterampilan menulis untuk melengkapi profesi. Semua tekun menyimak. Pelan-pelan rasa deg-degan yang tadi muncul menghilang. Saya mulai melebur dengan mereka.
Lihatlah betapa tekunnya mereka menyimak ^^(dokpri)
Saya pun bersemangat menjelaskan (dokpri)
Setelah materi motivasi selesai, saya mulai masuk ke teknik menulis. Mulai dari menemukan dan memilih ide serta mengemasnya menjadi sebuah cerita yang menarik. Belum ada pertanyaan. Mereka masih fokus pada pemaparan saya. Hingga sampai pada penentuan nama dan karakter tokoh, barulah mereka merespon.
“Bolehkah kita membuat cerita dari kisah nyata tapi dibikin fiksi?”
“Bagaimana cara memilih ide yang menarik jika ide itu banyak sekali?”
“Apakah karakter tokoh utama harus selalu baik?”
Dan, masih banyak lagi pertanyaan yang mereka ajukan sebelum masuk ke sesi praktik pertama. 
Membacakan nama dan karakter tokoh (dokpri)
Saya jelaskan bahwa sah-sah saja jika mereka mau mengambil ide ceritanya dari kisah nyata. Selama nama tokoh dan detail cerita aslinya sudah diubah ke dalam format fiksi. Saya berikan beberapa contoh tentang cerita seperti itu.
Memilih ide di antara puluhan ide yang bermunculan di kepala kita, memang bukan hal yang mudah. Karena ide cerita yang kita punya belum tentu tidak dimiliki oleh orang lain. Maka kuncinya memang harus banyak membaca. Dari banyaknya bahan bacaan, kita akan terbantu untuk memilih dan mengemas  ide yang berbeda. Untuk melengkapi pertanyaan ini, saya kembali memberikan contoh dari satu ide yang sama tapi dikemas dalam sajian yang berbeda. Intinya jangan menjadi plagiator.
Untuk karakter tokoh, saya kembali menjelaskan bahwa tidak selalu karakter yang baik-baik itu melekat pada tokoh utama dalam cerita. Yang perlu diperhatikan adalah pergerakan/perubahan karakter tokoh utama itu. Dari buruk menjadi baik, atau sebaliknya. Karena dari sanalah cerita dibangun. Dari sana pula konflik muncul dan mampu mewarnai alur cerita.

Praktik membuat cerita, minimal dua halaman folio (dokrpi)
Mereka manggut-manggut menyimak pemaparan saya. Alhamdulillah ... saya semakin bersemangat. Inilah yang membuat saya selalu merasa keasyikan jika sudah berdiri di depan para peserta (terlebih anak-anak dan remaja). Jika apa yang saya bagi direspon dengan antusias, maka momen itu akan semakin mengasyikkan. 

Inilah mereka yang terpilih dari dua sesi praktik (dokrpi)
Saya kembali melanjutkan materi sampai tuntas ke bagian ending dan self editing. Setelah semua materi selesai, saya akhiri dengan sesi praktik kedua, yaitu menulis cerita dengan memasukkan tokoh dan karakter yang sudah mereka buat di praktik pertama. Cerita yang mereka buat merujuk pada ilustrasi yang sengaja saya buat acak sesuai dengan jumlah gambar para tokoh di praktik pertama. Akhirnya dari semua cerita, saya memilih tiga terbaik. Mereka mendapatkan buku karya saya sebagai hadiahnya.
Alhamdulillah, berkah itu selalu menyertai keikhlasan (dokpri)
Begitulah, kebersamaan di kelas pelatihan menulis itu akhirnya menghabiskan waktu sekitar tiga jam. Setengah jam sebelum masuk waktu zuhur, acara pun diakhiri dengan penyerahan kenang-kenangan untuk saya. Tidak hanya satu. Ada sertifikat, buku karya Bapak Kepala Sekolah, piagam dan lainnya. Wah! Saya terharu karena mereka begitu menghargai profesi saya. Masya Allah ... semakin berkah rasanya. 
Alhamdulillah, mereka memborong buku-buku saya dan Yasmin (dokpri)
Terima kasih untuk awal dan akhir yang manis ini. Semoga apa yang saya sampaikan bisa dimanfaatkan dan memicu semangat menulis kalian anak-anakku yang soleha. Aamiin. [Wylvera W.]


Sabtu, 13 Juni 2015

Gracia Spa, Bukan Sekadar Menghangatkan Badan


Pemandian kolam air panas Gracia Spa (dokpri)
       Wisata menjadi salah satu kegiatan yang bertujuan untuk mempererat dan menghangatkan hubungan sesama pengurus Persatuan Istri Pegawai Bank Indonesia (PIPEBI) Pusat. Kegiatan ini tidak akan terwujud jika tidak disepakati bersama. Mulai dari proses pemilihan tempat hingga anggaran yang dibutuhkan, semua dibicarakan bersama-sama.
Akhirnya atas kesepakatan bersama pula, pada tanggal 26 Mei 2015 yang lalu, ibu-ibu pengurus PIPEBI Pusat kembali melakukan kegiatan wisata bersama. Tujuan wisata kali ini sebenarnya ada ke beberapa tempat di Bandung dan sekitarnya. Namun, di postingan ini saya hanya mencatat destinasi pertama, yaitu Gracia Spa Resort. Yuk, disimak!

Menuju Gracia Spa Resort
            Selasa pagi itu, saya termasuk peserta wisata tercepat yang hadir di area parkir Gedung Bank Indonesia Kebun Sirih, Jakarta Pusat. Kepagian judulnya. Untunglah, saya tidak sampai bengong dan “makan angin” pagi sendirian. Ada Bu Betty (dari seksi pendidikan) yang menjadi teman mengobrol sambil menunggu ibu-ibu yang lainnya. 
Mbak Yarin (sekretaris PIPEBI) memberi arahan di dalam bus (dokpri)
            Akhirnya sekitar jam tujuh, kami pun berangkat menuju Gracia Spa Resort yang terletak di Blok Dawuan Cikondong – Ciater Subang, Jawa Barat. Selama di perjalanan dalam bus selalu diwarnai dengan canda dan tawa ibu-ibu. Tanpa terasa perjalanan sekitar dua setengah jam itu pun membawa kami mendekati area resor. Sejauh mata memandang, saya dimanjakan oleh hamparan perkebunan teh yang menghijau. Begitu sampai dan turun dari bus, udara dingin yang segar begitu memanjakan kulit saya. Segaaar ...!
Modelnya mulai beraksi :p (dokpri)
Sebelum masuk lewat pintu utama, mata saya sempat menyapu pemandangan sekitar. Lokasi Gracia Spa Resort yang berada di kaki gunung Tangkuban Parahu langsung menyedot perhatian saya. Kondisinya sangat tenang karena jauh dari pusat kota. Sangat cocok buat mereka yang ingin refreshing serta menjauh sejenak dari keramaian ibu kota.
Kabarnya, Gracia Spa Resort merupakan salah satu tujuan wisata favorit para pelancong. Wajar saja. Udara bersih dan sejuk yang dikelilingi oleh perkebunan teh, kolam air panas yang berasal dari Kawah Ratu, air terjun mini, dan beberapa sajian fasilitas lainnya mampu menawarkan daya pikat bagi wisatawan. Selain bisa melepas lelah akibat tumpukan pekerjaan, berendam di kolam air panas yang bermuatan ramuan spa membuat badan ikut merasa rileks.

Berendam di Air Panas
            Setelah masuk ke area kolam air panas, saya tak sabar ingin merasakan hangatnya air kolam. Rasanya benar-benar menikmati paduan yang serasi antara udara sejuk dan kehangatan air yang ditawarkan. Setelah menyimak arahan dari koordinator wisata, saya pun melesat untuk berganti pakaian. Sesaat kemudian saya dan ibu-ibu lainnya sudah berkumpul di dalam kolam. Wuaaah ...! Rasa hangat sempurna menjalari tubuh saya. Hangatnya air kolam ikut melancarkan peredaran darah. Segar sekali rasanya. 
Horeee ...! (lupa umur ... hahaha) - dokpri
Bu Betty dengan gaya punggungnya ^_^ (dokpri)
            Sayang, airnya asin sehingga tidak begitu nyaman dipakai untuk menyelam. Tapi, tidak begitu dengan ibu-ibu yang memang maniak berenang. Bahkan ada yang bolak-balik memperagakan gaya renang sambil menikmati kehangatan air kolam itu. Sementara saya dan yang lainnya menikmati kebersamaan dengan canda tawa sambil tetap berendam. Kompak! Tidak sampai sejam, cukuplah buat saya. Begitu keluar dari kolam, badan benar-benar bugar serasa baru dipijat.

Menunggu antrian lunch ^_^ (dokpri)
"Jangan dihabisin ya, Mbak Queen!" Hahaha (dokpri)
Setelah puas memanjakan diri berendam di kolam air panas, kami pun bersiap bersih-bersih untuk menunaikan shalat dan makan siang bersama. Agenda berikutnya adalah jalan bersama menuju air terjun mini yang berada tak jauh dari lokasi resor. Tiba-tiba hujan turun. Saya pikir kami tak akan sempat melihat air terjun itu. Alhamdulillah ... hujannya reda.

Air Terjun Tersembunyi
            Saya menyebutnya sebagai “Air Terjun Tersembunyi”. Tempatnya memang terselip di area resor. Kami harus berjalan kaki menyusuri bangunan tempat penginapan Gracia Spa dengan jalanan yang naik dan turun. Tidak terlalu jauh, namun air terjun itu tidak terlalu populer seperti Air Terjun Maribaya yang berjarak sekitar 20 menit jika berkendara. 
Pose andalan. Bwuahaha (dokpri)
"Lihat siniii ...!" Klik! (dokpri)
Bagi saya, penampakan air terjun itu cukuplah menyejukkan mata. Tidak ada pilihan lain selain mengabadikannya dalam kamera. Klik! Saya pun beraksi dengan pose berlatar belakang air terjun. Lumayanlah buat belajar mengasah diri jadi model. Hahaha .... *siapin kantong kresek*

Jadi Model (lagi) di Perkebunan Teh
            Wisata bersama dalam sehari ke Gracia Spa Resort tidak bisa memuaskan diri dengan segala fasilitas yang disediakan. Harus bermalam sebenarnya. Namun, pilihan kami pada beberapa lokasi sudah lebih dari cukup untuk refreshing. Bukan sekadar menghangatkan badan, tapi juga hati untuk kembali melanjutkan program kerja yang sudah ada.
Inilah mantan model-model lawas itu. Qiqiqi (dokpri)
Masih pantas kan? *maksa* (dokpri)
Sebelum benar-benar meninggalkan area resor, kami menyempatkan untuk singgah di perkebunan teh. Tidak lama. Hanya beraksi lagaknya model tahun ’60 dan ‘70an. Bukan sekadar memoto pakai hape, tongsis pun ikut diberdayakan. Klik! Saya kembali ikut menjadi barisan model wanna be. Hahaha .... *siap-siap digetok tongsis*
            Nah, usai sudah catatan saya tentang wisata bersama ibu-ibu pengurus PIPEBI Pusat ke Gracia Spa Resort. Di bagian lain (kalau ada waktu ya ... hihihi), saya akan melanjutkan destinasi berikutnya. See ya! [Wylvera W.]

Minggu, 07 Juni 2015

Menumbuhkan Minat Baca dan Menulis pada Anak




Suasana ruangan seminar  (dokpri)


Kegemaran membaca dan menulis pada anak adalah paduan ideal yang menjadi harapan banyak orangtua. Namun tidak semua anak menyukai keduanya. Ada yang senang membaca tapi belum tentu gemar menulis dan sebaliknya. Tidak salah memang, tapi sebagai orangtua, kita selalu berharap agar anak-anak kita mencintai keduanya. Lalu, apakah harapan itu bisa terwujud jika orangtua tidak pernah mencontohkannya? Bisa iya bisa tidak. Namun lazimnya untuk memudahkan agar anak terbiasa memadukan kegemaran membaca dan menulis ini, orangtua hendaknya bisa menjadi teladan mereka.
Terkait dengan tujuan menyelaraskan kegemaran membaca dan menulis ini, saya diminta untuk menjadi salah satu narasumber oleh Bu Tien di TK Islam Istiqomah, Cibinong, milik beliau. Sementara dua materi lainnya yang berhubungan dengan tumbuh kembang dan pendampingan anak, disampaikan oleh Suci Susanti (Aktivis Lapas Anak dan Ketua Gerakan Peduli Remaja), dan Reni Rudiyanto (Ketua Yayasan Tunas Cabe Rawit, Pendiri Sekolah dan Taman Bermain Lil’bee).
 
Ki - Ka: Suci, Reni, Saya (Trio Narsum), dan Bu Tien (dokpri)
Mengapa harus kami bertiga? Tidak ada hal istimewa sebenarnya yang melatarbelakangi mengapa kami bertiga yang diminta mengisi seminar itu. Bu Tien sudah lama ingin mengundang kami. Beliau pernah mengikuti acara seminar yang pernah kami selenggarakan di kawasan Ruko Sumarecon Bekasi, akhir Desember 2014 yang lalu. Dari momen itulah, Bu Tien berniat ingin mengundang kami ke sekolahnya.
Seminar Parenting ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional dan Milad TK Islam Istiqomah yang ke-6. Niat baik ini bisa terlaksana pada hari Sabtu, 30 Mei 2015 yang lalu. Acara dibuka oleh Bu Tien, sekitar pukul 09.00 WIB. Sementara, saya akan menyampaikan tema tentang “Menumbuhkan Minat Baca dan Menulis pada Anak”.
Di postingan ini, saya hanya menyajikan bagian dari materi yang saya bawakan. Sebab, akan panjang sekali postingannya jika saya memaparkan dua materi yang tak kalah seru dari kedua partner saya di mini seminar itu. Semoga di postingan berikutnya saya bisa merangkum hal-hal penting bemanfaat yang telah disampaikan oleh Suci dan Reni.

"Kita adalah role model bagi anak." (dokpri)
 
Sebagai pembicara pertama dengan tema “Menumbuhkan Minat Baca dan Menulis pada Anak”, saya mengawali materi dengan beberapa tahapan sebagai pemicu yang bisa dipratikkan orangtua. Diantaranya; Sejak usia berapa anak mulai bisa dikenalkan dengan bacaan? Mengapa harus menstimulasinya dengan membaca? Buku apa yang pas untuk dibaca? Apa saja faktor pendukungnya?
Dari beberapa pertanyaan yang saya paparkan di slide, ternyata masih ada orangtua yang abai pada salah satu tahapan tersebut. Sebagian dari orangtua hanya menyuruh tanpa memberi contoh. Inilah yang menjadi pembahasan untuk menghidupkan suasana seminar. Saya berusaha meyakinkan bahwa sebagai orangtua kita tidak bisa menginginkan anak kita gemar membaca kalau kita sendiri tidak mencontohkannya.

Serius menyimak (dokpri)

Berlanjut ke materi tentang menumbuhkan minat menulis. Saya kembali memaparkan langkah-langkah yang bisa dicoba oleh ibu-ibu yang hadir di seminar itu. Saya mengawali materi ini dengan satu kata kunci sebagai pemicu terbesar, yaitu membaca. Dari banyak membacalah anak menemukan jalan untuk mengawali kegemarannya pada menulis. Lalu pada usia berapa anak bisa dirangsang untuk mulai menulis? Karena setiap anak berbeda dalam perkembangan motoriknya, maka orangtua pun tidak bisa menerapkan teori yang sama. Selanjutnya saya menjelaskan proses memicu anak dalam kegiatan menulis dan apa dampak positif dari anak yang gemar menulis. 
 
Yang hadir ibu-ibu semua ^_^ (dokpri)
Di sesi pertanyaan, ada satu hal yang paling membuat saya terkesan. Seorang ibu bingung untuk menemukan cara agar anaknya yang cenderung memiliki kecerdasan kinestetik (kecerdasan fisik) untuk gemar membaca. Kecerdasan kinestetik yang dimaksud adalah kecerdasan yang terkait dengan olah tubuh. Anak yang memiliki kecerdasan kinestetik ini menyukai hal-hal yang berkaitan dengan gerak tubuh seperti olahraga dan seni tari. Anak kinestetik cenderung susah diam dalam waktu lama.
“Anak saya memang senang membeli buku. Buku-buku yang dibeli biasanya bergambar robot kesukaannya. Tapi ketika sampai di rumah, dia hanya membolak-balik halaman buku itu dan melihat gambarnya saja, tanpa mau membacanya. Menumpuklah buku-buku itu tanpa pernah dibaca. Menurut Bu Wiwiek, bagaimana caranya agar anak saya mau membaca buku yang dipilih dan dibelinya itu?”
Saya mencoba memberikan solusi dengan membuang segala unsur paksaan. Walaupun proses menuju hasilnya mungkin akan lambat, saya berharap si Ibu mau mencobanya di rumah. Dari beragam penjelasan, anak yang memiliki kecerdasan kinestetik juga memiliki kecerdasan di bagian otak yang mampu mengendalikan gerakan tubuh untuk terampil menggunakan jari atau motorik halus. Bagian ini bisa dijadikan peluang awal bagi orangtua yang memiliki tipe anak serupa.
“Mulailah dengan pelan-pelan mengajaknya menggunakan alat tulis. Coba Ibu balik tahapannya. Bukan dengan membaca tapi menulis. Minta si anak membuat gambar sesuai dengan gambar robot-robot yang dia suka di buku yang dibelinya itu. Biasanya anak seperti ini tidak akan mudah untuk mengikuti format baku, jadi biarkan dia menggerakkan jari semampunya. Ibu juga bisa terlibat di dalamnya. Bisa dengan mengatakan kalau Ibu ingin sekali dia menggambarkan robot untuk Ibu. Lalu, jika berhasil di tahap ini, katakan pula kalau Ibu ingin dia bercerita tentang kehebatan robot yang digambarnya itu,” jawab saya sangat hati-hati. 


Ibu-ibu pada antusias bertanya (dokpri)

Begitulah, setelah sesi pertanyaan dibuka, beberapa Ibu sangat antusias mengajukan pertanyaan. Namun, waktunya memang terbatas karena masih ada dua pemateri lagi yang akan mengisi sesi seminar itu. Dengan keterbatasan waktu tersebut, saya berusaha memberi jawaban dengan ragam contoh agar lebih mudah dipahami dan dipraktikkan pada anak-anak mereka. Dan, saya tidak mengira kalau materi yang saya sampaikan begitu memicu semangat bertanya para Ibu yang hadir di mini seminar itu.
Satu lagi pertanyaan dari salah satu guru TK di sekolah itu yang membuat saya spontan teringat pada zaman anak saya masih duduk di sekolah dasar.
“Bu, kita terkadang bingung memberi pemahaman kepada orangtua yang ingin mendaftarkan anaknya ke sekolah ini. Pertanyaan yang diajukan pertama kali biasanya tentang materi pengajaran yang diberikan. Kecenderungan para orangtua ketika anaknya masuk di TK, menginginkan pihak sekolah lebih banyak memberikan materi tentang membaca dan menulis agar anak mereka tidak ketingalan saat masuk SD. Bagaimana menurut Ibu? Apakah kami harus memenuhi permintaan itu?”
Pertanyaan ini membuat saya memutar ingatan pada masa-masa kedua anak saya bersekolah di Amerika. Ketika itu anak-anak saya seperti dikejutkan oleh sistim pembelajaran yang benar-benar berbeda dengan sekolah asal mereka. Di sana, pada level sekolah dasar pun penyajian materi dari masing-masing bidang studi disampaikan dengan menekankan pada konsep bermain dan dekat dengan alam. Apalagi di level TK, anak-anak tidak dipaksa untuk  mengenal dunia baca dan menulis. Meskipun arahnya ke sana, tapi cara pembelajarannya tetap menitikberatkan pada konsep bermain dan dekat dengan alam. Hasilnya sungguh luar biasa. Anak-anak saya jadi lebih percaya diri dan mampu menerangkan suatu masalah dengan pemaparan logis dalam versi anak-anak. Contoh inilah yang saya sampaikan sebagai pembanding.
Saya memberi gambaran tentang konsep pembelajaran untuk anak usia TK

“Memang sistim di kita berbeda dengan sana, Bu. Meskipun di beberapa sekolah sudah banyak yang mengadopsi sistim pembelajaran yang tidak memberatkan, seperti mendorong anak sedemikian rupa untuk mencapai target bisa membaca dan menulis ketika naik level ke SD. Saran saya, pertahankan saja pola pengajaran yang sudah ada di sekolah Ibu. Mengajarkan anak-anak dengan cara yang mereka ketahui, yaitu lewat bermain dengan tetap mengarahkannya itu sudah benar. Misalnya dalam mengenal bentuk dan warna, tidak sekadar mengenalnya lewat bahan bacaan dan menuliskannya di buku tulis. Bagaimana anak mengenal kata pohon dengan memperlihatkan langsung pada bentuknya. Anak akan mengenal lebih dari sekadar kata pohon. Di sana dia juga akan mengenal warna, dan sebagainya. Cara seperti ini akan mengendap lebih lama di ingatannya. Dan suatu hari nanti, apa yang mengendap itu bisa menjadi referensinya dalam kegiatan membaca dan menulis dan menjelaskan hal-hal lain terkait dengan kata itu,” papar saya panjang lebar memberi masukan.
Akhirnya, sesi pertama dari saya pun usai. Saya sangat berterima kasih atas keantusiasan peserta seminar pada materi yang saya sampaikan. Semoga masukan, jawaban, dan tips yang telah saya sampaikan bisa dipraktikkan dan memberi manfaat nyata pada putra-putri peserta seminar. Terima kasih juga kepada Bu Tien yang sudah mengundang kami untuk berbagi pengalaman di TK Istiqomah. Semoga kerjasama ini terus terjalin dengan baik. Aamiin. [Wyvera W.]



LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...