Salah satu kebahagiaan yang membuat
saya merasa harus terus menulis adalah ketika selesai memberi pelatihan tentang
menulis itu sendiri. Rasanya ilmu yang saya punya tetap hidup dan berkembang
sedemikian rupa. Itu sebabnya, saya selalu sulit menolak setiap tawaran untuk
menjadi pemateri di pelatihan menulis cerita, baik untuk anak-anak, remaja,
maupun dewasa. Meskipun ilmu menulis cerita yang saya miliki tidak semumpuni
penulis-penulis kondang, namun naluri berbagi itu selalu menjadi prioritasnya.
Pada bulan November 2016, saya
diminta untuk menjadi pemateri oleh ibu-ibu pengurus BKOMS (Badan Koordinasi
Orangtua Murid dan Sekolah) SD Islam Al Azhar BSD. Setelah melakukan pertemuan,
akhirnya diputuskan bahwa acara akan digelar pada hari Kamis, 10 November 2016.
Bertepatan dengan peringatan “Hari Pahlawan”. Saya diminta memberi pelatihan
menulis kepada kurang lebih 300 siswa dari kelas 3, 4, 5, dan 6.
10
November 2016
Tibalah hari yang ditetapkan.
Pagi-pagi sekali saya sudah meluncur di jalan tol. Alhamdulillah, saya tiba
lebih cepat dari waktu yang dijanjikan. Setelah menikmati sarapan di kantin
sekolah yang megah itu, saya langsung diajak menuju aula. Saya terpana melihat backdrop yang terpampang di dinding
bagian depan aula tersebut. Tiba-tiba dada saya sesak oleh rasa tersanjung.
Karena masih sepi, saya sempatkan berfoto di depannya.
Sambil menyiapkan laptop dan materi
yang sudah saya bawa, panitia juga mulai sibuk mengatur ruangan yang sebenarnya
sudah tertata rapi. Pelatihan katanya akan dibagi menjadi dua sesi. Sesi
pertama untuk murid kelas 3 dan 4. Sesi kedua untuk murid kelas 5 dan 6. Tidak
terlalu menunggu lama, suara-suara riuh pun terdengar. Anak-anak mulai memasuki
ruangan dengan arahan ibu-ibu pengurus BKOMS. Mata saya langsung berbinar
melihat keantusiasan mereka. Bahagia sekali rasanya.
Hj. Endang Pujiati Sembiring (MC) |
Hj. Dra. Akhsid Utami (Kepala Sekolah) |
Setelah semua berkumpul di aula,
acara pun dibuka oleh pembawa acara, Ibu Hj. Endang Pujiati Sembiring. Setelah itu
dilanjut oleh sambutan Kepala Sekolah, Ibu Hj. Dra. Akhsid Utami. Dalam sambutannya, Ibu Kepala Sekolah
mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan rangkaian dari materi bulan bahasa di
sekolah tersebut. Banyak kegiatan yang sudah dilakukan, dan pelatihan menulis
adalah salah satunya, kata beliau. Beliau juga berharap dari pelatihan menulis
ini kelak akan melahirkan penulis-penulis cilik berbakat dari sekolah mereka.
Saya mengaminkan harapan beliau dalam hati.
Pelatihan
menulis pun dimulai
Seperti biasa,
saya selalu mengawali pelatihan menulis dengan salam pembuka dan memperkenalkan
diri. Selain itu, untuk menjalin kontak yang baik dengan anak-anak, saya juga
tidak buru-buru berbagi materi. Saya sapa mereka dengan hal-hal terkait dunia
kepenulisan. Dengan jumlah murid sekitar 150 anak (kelas 3 dan 4), tentu suara
gemuruh saat anak-anak merespon pertanyaan saya kembali memenuhi aula. Saya
kembali menenangkan suasana dan mengajak mereka untuk tekun menyimak materi
tentang cara menulis cerita pendek yang akan saya sajikan.
Tema yang saya pilih adalah “Menulis
itu Asyik”. Saya jelaskan untuk jangan pernah takut dan ragu-ragu ketika ingin
menulis cerita. Kalau idenya sudah ada, mulailah menuliskannya. Bagaimana
caranya? Saya menjelaskan tahapan yang bisa mereka praktikkan. Dari ide yang
mereka pilih, agar lebih mudah memancing semangat mereka menuliskan ceritanya,
mereka bisa menentukan nama-nama tokoh dalam ceritanya. Mulai dari tokoh utama
sampai teman-teman maupun keluarganya.
Saya memberi contoh buku kumcer murid-murid saya kepada mereka |
Setelah itu saya memberi tips untuk
membuat poin-poin penting yang ingin mereka ceritakan tentang ide tersebut.
Maksudnya agar ide yang sudah ada tidak terhenti secara tiba-tiba karena
kehabisan bahan untuk diceritakan. Dari semua poin tersebut yang paling penting
mereka pikirkan adalah konflik atau masalah apa yang dihadapi tokohnya. Saya
jelaskan bahwa tanpa konflik/masalah, cerita tidak akan menarik untuk dibaca.
Jadi, saya mengajak mereka untuk membuat konflik yang keren agar ceritanya seru
untuk dibaca. Selain konflik/masalah, mereka juga harus membuat cara
penyelesaiannya dengan baik. Tidak ujug-ujug
konflik terpecahkan tanpa sebab dan akibat.
Di sela-sela penjelasan, saya tetap
menjaga kontak dengan anak-anak tersebut. Berulang-ulang saya ajukan
pertanyaan, “Apakah sudah mengerti dengan yang Bunda jelaskan?” Jika lebih
banyak yang ragu-ragu menjawab “iya”, saya pasti akan mengulangnya dengan
penyampaian yang lebih mudah untuk dipahami anak usia 8 – 10 tahun seperti
mereka. Alhamdulillah, walaupun sesekali suara riuh memenuhi aula, konsentrasi
mereka cenderung bisa saya jaga.
Setelah semua materi selesai saya
sampaikan, saya mengajak mereka untuk memraktikkannya. Agar lebih memudahkan,
saya berikan pancingan sebuah ilustrasi/gambar. Saya minta mereka menulis
sebuah cerita dari gambar yang saya berikan. Saya bebaskan mereka berkreasi
dengan imajinasinya. Gambar yang saya berikan hanyalah sekadar untuk memancing
ide mereka saja.
Saat praktik menulis cerita, saya
kembali bangga melihat semangat anak-anak SD Islam Al Azhar BSD ini. Mereka
bergegas mengambil posisi untuk memulai tulisannya. Saya umumkan bahwa saya
akan memilih lima cerita terbaik untuk mendapatkan buku karya saya. Wah!
Mendengar itu, mereka kembali riuh. Saya tertawa dan terus menyemangati mereka
agar menulis cerita yang keren, tidak biasa-biasa saja, dan seru konflik serta endingnya.
Saat waktu berakhir, mereka berlomba
mengumpulkan karyanya. Dua puluh pengumpul pertama saja yang akan saya nilai.
Begitu perjanjian dan peraturan awalnya. Akhirnya terpilihlah lima penulis
cerita terbaik yang mendapatkan hadiah buku karya saya. Kami sempatkan untuk
berfoto bersama sebelum sesi kedua dilanjutkan.
Sesi pertama berakhir dengan lancar.
Saya beristirahat sejenak menyiapkan materi untuk murid-murid kelas 5 dan 6 di
sesi kedua. Materinya sedikit berbeda dengan adik-adik mereka. Saya menambahkan
cara menentukan karakter tokoh-tokoh dalam cerita yang akan mereka tulis.
Semakin unik karakter tokoh utamanya maka akan semakin cepat diingat oleh
pembacanya, begitu saya jelaskan.
Kalau di sesi pertama, saya tidak
sempat membuka kesempatan untuk tanya-jawab, maka di sesi kedua saya memberi
kesempatan itu. Beberapa murid berlomba untuk mengajukan pertanyaan. Salah satu
pertanyaan yang paling saya ingat, “Kalau kita bikin cerita dari cerita yang
pernah kita baca, boleh nggak, Bu?” Pertanyaan itu sangat menarik. Saya
jelaskan bahwa banyak cerita-cerita yang pernah kita baca seolah mirip satu
dengan lainnya. Mengapa demikian? Sebab, hampir tidak ada yang benar-benar baru
di dunia cerita. Semakin banyak cerita yang dibaca maka ketika ingin menuliskan
cerita kita sendiri, tanpa sadar kita akan terinspirasi oleh cerita-cerita yang
kita baca.
“Yang tidak boleh atau diharamkan
dalam dunia kepenulisan adalah mencontek bulat-bulat alias plagiat. Kalau
terinspirasi, boleh-boleh saja asal tidak menjiplak utuh nama tokoh, setting, alur cerita terutama konflik
serta endingnya.”
Sesi untuk kelas 5 dan 6 |
Berikutnya saya diberitahu bahwa
murid-murid SD Islam Al Azhar tersebut sudah memiliki tabloid. Beberapa
pengurus tabloidnya ada di ruangan tersebut. Saya kagum mendengarnya.
Selanjutnya, saya sedikit mengalihkan materi. Walaupun materi menulis cerita
dan berita itu berbeda, namun pada dasarnya unsur yang tidak boleh mereka
abaikan adalah tentang 5W + 1H. Unsur ini pun ada dalam penulisan cerita. Yang
membedakannya adalah faktual, aktual, dan tidaknya. Lalu, saya jelaskan sekilas tentang
kerja seorang jurnalis.
Setelah itu, seperti di sesi
pertama, saya kembali mengajak murid-murid kelas 5 dan 6 ini memraktikkan
materi yang sudah mereka dapat. Saya juga memberikan pancingan dua gambar untuk
mereka jadikan ide ceritanya. Peraturannya sama. Dua puluh pengumpul cerita
pertama saja yang akan saya nilai.
Cinderamata dari Ketua BKOMS |
Bersama ibu-ibu pengurus BKOMS |
Akhirnya kembali terpilih lima
penulis cerita terbaik yang mendapatkan hadiah buku karya saya. Sesi foto
bersama tentu menjadi penutup yang berkesan. Tidak hanya dengan para penulis
ciliknya, tapi dengan panitia BKOMS juga.
Pulang
membawa kesan indah
Betapa rasa tersanjung itu terus
saya rasakan. Selepas menjadi pemateri menulis, bingkisan cantik menjadi
oleh-oleh manis yang saya terima. Sepertinya tidak cukup itu saja. Panitia
menjamu saya untuk makan siang di salah satu restoran yang lokasinya masih
seputar BSD. Masya Allah … dalam hati saya berharap agar apa yang saya berikan
kepada murid-murid SD Islam Al Azhar BSD tersebut bermanfaat dan bisa
diaplikasikan ke depannya.
Saat menuju pulang, saya kembali
mendoakan agar semakin banyak anak-anak yang tertarik untuk mencintai dunia
menulis dan membaca. Semoga dari mereka kelak akan lahir penulis-penulis cerita
dengan karya-karya keren yang abadi sepanjang masa.
Terima
kasih, ibu-ibu panitia. Semoga kehadiran saya benar-benar meninggalkan manfaat
buat para buah hatinya. Aamiin. [Wylvera
W.]