Senin, 30 Juni 2014

Hobi Menulis itu Menular



            Saya pikir hanya saya yang asyik sendiri dengan hobi menulis ini. Ternyata, kedua anak saya tertular juga. Lalu, bagaimana dengan suami saya? Meskipun tidak ikut menulis seperti kami, namun dialah yang sedikit banyak merasakan dampak positif dari hobi ini. Hobi menulis ini juga telah membuat saya dan buah hati berhasil menerbitkan karya lewat buku. Meskipun tak seberapa nilainya, setidaknya kami telah memberi sumbangsih di dunia perbukuan. Bangga dan bahagia tentu saja menjadi puncak rasa dari semua yang saya lakukan.
Kecintaan saya pada kegiatan menulis sebenarnya sudah dimulai sejak SD. Namun, rasa cinta itu hanya sebatas menuangkan ide dalam tulisan semacam puisi, cerpen, dan catatan-catatan harian saja. Tak ada yang tahu kalau saya melakukannya. Semua sebatas untuk kenikmatan sendiri. Hingga akhirnya saat kuliah, tulisan saya berhasil menembus koran lokal di kota kelahiran saya, Medan. Sejak itu saya baru tahu betapa nikmatnya jika hobi itu bisa menghasilkan sesuatu (uang dan kepuasan batin). Bukan hanya saya yang merasa bangga, kedua orangtua saya juga turut merasakannya kala itu.
Cerpen pertama saya yang terbit koran Analisa, Medan (1992) - dokpri
            Meskipun hobi menulis ini sempat vakum selama bertahun-tahun setelah saya menikah, namun di tahun 2008 saya berhasil melahirkan karya berupa buku bacaan anak. Inilah starting point buat saya. Sejak itu, saya tak lagi melakukan kegiatan menulis sebagai sekadar hobi, melainkan saya berani mengatakan bahwa profesi saya sudah bertambah, selain ibu rumah tangga, saya adalah penulis.
Buku pertama saya yang terbit di tahun 2008 dan karya lainnya ada di sini- dokpri
            Awalnya tentu saja pilihan menambah profesi baru ini tak serta-merta mendapat simpati 100% dari suami dan anak-anak. Saya merasakan kalau apresiasi yang mereka berikan ketika itu hanya sebatas rasa senang karena saya berhasil punya karya berupa buku. Sebatas itu. Sebaliknya saya melihat kecemasan di mata mereka seolah profesi baru ini akan menyita waktu saya bersama mereka. Kekhawatiran itulah yang perlahan saya buktikan bahwa profesi penulis tak akan merenggut waktu saya dari mereka. Saya tetap ada untuk mereka.
Saya berjanji dalam hati bahwa saya akan memberikan manfaat ganda sekaligus kepada mereka. Pertama, saya tetap menjadi istri dan ibu yang setia melayani semua kebutuhan mereka. Kedua, saya akan memberikan nilai lebih untuk mereka lewat karya-karya saya. Dan itu sudah saya buktikan. Melalui hobi dan profesi menulis ini saya juga menuai beberapa reward. Saya dipercaya mengajar di salah satu sekolah, didaulat menjadi pemimpin redaksi sebuah majalah internal, diminta untuk memberikan pelatihan menulis di beragam kesempatan, serta memenangkan lomba menulis di blog dan media lain. Semua itu menjadi momen membanggakan bagi anak-anak dan suami. Begitu juga sebaliknya, saat anak-anak saya berhasil menyelesaikan satu cerita dan diterbitkan dalam bentuk buku, saya dan suami yang kecipratan rasa bangga itu.
Ini buku-buku si Sulung - dokpri
Ini buku-buku si Bungsu - dokpri
Pemicu penularan hobi ini awalnya sangat sederhana. Begitu anak-anak saya tahu kalau saya mendapatkan royalti dari buku-buku saya, mereka berlomba ingin mengikuti jejak saya. Alhamdulillah, anak sulung saya sudah berhasil menuangkan ide-ide kreatifnya lewat beberapa buku karyanya. Sementara si bungsu masih terus berproses untuk menambah karya lagi setelah terakhir menerbitkan karya dalam bentuk komik.
Begitulah, hobi menulis yang menular ini semakin mengikat kami dalam kebersamaan. Saya dan anak-anak menulis, suami menjadi komentator pada karya kami. Kami sangat menikmatinya. []
 
 Artikel ini diikutsertakan dalam "3rd Giveaway : Tanakita - Hobi dan Keluarga"

Sabtu, 14 Juni 2014

Pelatihan Menulis untuk Persit Kartika Chandra Kirana


 
Saat menyimak pembukaan acara (dokpri)

            Permintaan untuk memberikan pelatihan menulis di inbox facebook sudah beberapa kali saya terima. Tentu saja saat membacanya ada perasaan campur baur antara deg-degan dan senang. Begitu pula ketika menerima permintaan dari Mbak Rianti Budiman, rasa bangga dan senang itu muncul tiba-tiba. Siapakah Mbak Rianti Budiman ini? Mengapa saya bisa mendapat permintaan untuk memberi pelatihan tersebut? Saya perkenalkan terlebih dahulu ya. Hehehe....
Mbak Rianti yang saya kenal dengan panggilan Tita adalah teman suami saya. Mbak Tita dan suami sama-sama bekerja di Bank Indonesia. Saya sudah lama mengenal beliau, tapi belakangn justru saya baru mengetahui bahwa beliau adalah Ketua Persit Kartika Chandra Kirana Cabang XL Brigif 15 Kujang II PD III/Siliwangi. Suami Mbak Tita adalah Komandan di sana. Wow! Sebuah kehormatan yang membuat saya menjadi benar-benar tersanjung. Begitu cerita singkatnya.
Begitulah, setelah beberapa kali kami melakukan kontak lewat facebook dan whatsapp akhirnya kesepakatan diambil. Pelatihan menulis diselenggarakan pada hari Sabtu, 14 Juni 2014 di lokasi Asrama Brigif 15 Kujang II Siliwangi, Cimahi. Saya pun kembali menyiapkan materi dalam format powerpoint yang berisi penjelasan tentang motivasi menulis, berita, artikel, dan tulisan kisah inspiratif. Ini saya susun berdasarkan informasi yang saya terima bahwa ibu-ibu tentara tersebut ingin mendapatkan keterampilan mengemas tulisan nonfiksi untuk bisa ikut dan percaya diri mengisi majalah internal mereka.
Tibalah hari yang telah disepakati. Saya diantar oleh suami menembus udara pagi yang cerah menuju Cimahi. Perjalanan yang lancar mengantarkan kami tepat pada waktu yang dijanjikan, yaitu pukul 09.00 WIB. Kami disambut dengan hangat oleh Bu Dini, salah satu dari anggota Persit yang sebelumnya menjadi penghubung dengan saya untuk kelancaran acara pelatihan.
Kami diantarkan ke ruang tamu yang begitu nyaman. Di meja telah terhidang camilan dan minuman sebagai pelengkap sambutan yang hangat tersebut. Namun, karena ibu-ibu dari Sukabumi belum hadir (tercegat kemacetan), waktu menunggu saya gunakan untuk berbincang dengan Ibu Wakil Ketua. Kesempatan itu saya pakai untuk menanyakan beberapa hal yang bisa melengkapi referensi saya tentang peserta pelatihan agar tidak terjadi kekakuan.
Pembukaan acara (dokpri)
Setelah peserta pelatihan dari masing-masing utusan perwakilan pengurus Persit Ranting 3 Yonif 310 Sukabumi,  Ranting 4 Yonif 312 Subang, dan perwakilan Persit Ranting 1 Denma yang semuanya merupakan perwakilan pengurus telah berkumpul, saya pun diminta memasuki ruang pelatihan. Lagi-lagi saya merasa tersanjung. Kehadiran saya sebagai pemateri di acara pelatihan menulis ini benar-benar mendapat sambutan yang tertata sedemikan rupa. Terlepas dari panitia adalah ibu-ibu tentara yang telah terbiasa mengemas acara, tetap saja saya merasa benar-benar dihargai dan diperlakukan sebagai tamu yang ditunggu-tunggu kedatangannya. Luar biasa!
Acara pun dibuka oleh Ny. Tanty Ipa Fauzi selaku MC. Dilanjutkan kata sambutan oleh Ny. Tita Fifin Firmansyah selaku Wakil Ketua Persit KCK Cabang XL Brigif 15 Kujang PD II/Siliwangi. Dalam sambutannya beliau menyampaikan permohonan maaf dari Ibu Rianti Budiman yang tidak bisa hadir karena mengurus kelulusan ananda tercintanya. Selepas itu, sesi pelatihan dibuka pula oleh Ny. Jesicca Riza Taufiq selaku Moderator yang membacakan beberapa hal penting dari CV saya. 
Sesi pelatihan menulis pun dimulai. (dokpri)
Usai Moderator membuka sesi pelatihan, saya pun langsung memandu acara. Seperti biasa saya memberi salam dan perkenalan . Saya ingin agar para peserta pelatihan menulis klik dulu dengan pemateri. Pembukaan harus menjadi permulaan yang menyegarkan dan nyaman untuk peserta dan saya. Joke ringan menjadi umpan sederhana yang selalu saya lakukan setiap kali mengisi pelatihan menulis.
Melihat senyum dan tawa kecil dari ibu-ibu tersebut membuat saya enjoy meneruskan materi pelatihan. Satu per satu slide dari powerpoint yang sudah saya kemas sedemikian rupa pun terpampang di layar infokus. Pertama, saya memberikan motivasi tentang menulis. Berikutnya materi tentang berita dengan contoh-contohnya. Setelah itu, saya lanjutkan dengan mengupas tentang artikel dan contohnya.
Karena materi sangat padat, saya tak ingin ibu-ibu merasa jenuh meskipun setiap kali saya bertanya tentang semangat peserta dan jawabannya selalu “masih”, saya harus tetap menjaga kekonsistenan perhatian mereka. Sebelum melanjutkan materi berikutnya, saya selingi pelatihan dengan games. Benar saja, ibu-ibu menjadi semakin bersemangat dan seolah semua ingin menerima tantangan games dari saya. 
Selamat ya, ibu-ibu! (dokpri)
Dua kesempatan yang saya berikan akhirnya dimenangkan oleh dua orang ibu yang memberi jawaban dengan melengkapi alasan yang paling pas dari pertanyaan semacam teka-teki yang saya ajukan. Saya mengatakan bahwa pertanyaan yang saya berikan keduanya sangat erat kaitannya dengan materi yang saya sampaikan. Ibu-ibu dipancing kreativitasnya dalam memberikan jawaban. Semua jawaban sebenarnya tak ada yang salah sebab menulis bukanlah ilmu matematika, namun dua jawaban yang diberikan ternyata jauh lebih kreatif. Maka merekalah yang mendapatkan hadiah pertama dari saya.
Materi berlanjut ke penulisan kisah inspiratif. Sudah saya duga sejak awal kalau materi inilah yang paling mengena dengan ibu-ibu. Saat memaparkan hal-hal penting terkait dengan tulisan inspiratif, saya merasakan keantusiasan peserta semakin meningkat. Kesempatan baik itu saya ambil untuk kembali melempar guyonan-guyonan segar yang mampu membuat mereka tertawa dan sesekali ikut berkomentar.
“Sebagai contoh saja ini ya, Bu. Misalnya, ibu ingin menceritakan bahwa suatu ketika ibu medengar hape bapak berbunyi tengah malam, sementara bapak telah terlelap. Tiba-tiba ibu ingiiin sekali membuka pesan di hape itu. Dengan mengendap-endap dan dibebani rasa bersalah dan benar, antara dorongan ingin membaca dan tidak, namun akhirnya ibu memutuskan untuk membacanya. Dengan tangan gemetar dan jantung berdegup kencang ibu membaca sebaris kalimat yang menanyakan, “Mas, sudah tidur ya” di hape bapak, itu menjadi sesuatu ledakan dahsyat yang sulit ditenangkan,” begitu saya memberi contoh yang disambut oleh respon “Geeerrr....” dari peserta.
Dari contoh itu saya dan peserta pun seolah semakin ditautkan oleh semangat kebersamaan. Hahaha... begitulah ibu-ibu pada umumnya. Contoh-contoh yang dekat dengan kehidupan mereka memang menjadi sesuatu yang hangat untuk dibahas. Tapi, materi pelatihan masih terus berlanjut, maka saya sengaja menghentikan contoh bermuatan lelucon yang sudah mampu mengidupkan suasana.
“Maaf, ya ibu-ibu... sampai di sini saja dulu ceritanya. Nanti kita lihat apakah si Wiwin itu benar-benar ada atau tidak,” ujar saya membuat tawa kembali pecah memenuhi ruang pelatihan. Stt, Wiwin yang saya sebutkan adalah nama pengirim pesan di hape si bapak tadi, lho. Hehehe.... 
Sesi praktik (dokpri)
Setelah semua materi telah saya sampaikan, saya masih memberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan.  Sesi pelatihan saya akhiri dengan praktik menulis. Saya bebaskan peserta untuk memilih jenis tulisan apa yang ingin mereka kerjakan. Berita, artikel atau kisah inspiratif. Saya berikan waktu setengan jam untuk menyelesaikan tulisan dengan minimal setengah halaman folio. Setelah itu saya meminta waktu sekitar lima belas menit untuk memilih tulisan terbaik. Sambil saya membaca, peserta rehat dan menikmati snacknya.
Inilah enam orang ibu yang tulisannya terpilih sebagai tulisan terbaik. (dokpri)

Tulisan peserta. (dokpri)
Dari 35 tulisan yang terkumpul, terpilihlah 6 tulisan terbaik dengan jenis tulisan yang berbeda. Sejujurnya, semua tulisan yang saya baca bagus-bagus, namun karena hadiah dari saya hanya tersisa 6, terpaksa saya hanya memilih 6 tulisan saja. Setelah pemberian hadiah untuk penulis terbaik ternyata saya juga dapat hadiah dari panitia. Senangnyaaa....
Cinderamata yang cantik. :) (dokpri)
Acara pun ditutup dengan doa dan foto bersama masing-masing wilayah. Tidak sampai di situ, saya juga diberi suguhan makan siang ala prasmanan dengan menu yang serba lezat (duh, nggak sempat ambil fotonya, hehehe).
Foto bersama plus sisipan sesi praktik, hehe. (dokpri)
Akhirnya, menutup semua kebersamaan yang begitu menyenangkan selama kurang lebih tiga jam itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Mbak Rianti Budiman, Mbak Dini, dan Ibu Tita (wakil ketua) atas kepercayaan yang telah diberikan kepada saya sebagai pemateri di pelatihan menulis ini. Semoga apa yang sudah saya sampaikan dapat dipraktikkan sesuai kebutuhan menulis yang dimaksud. Terima kasih atas kerjasama yang menyenangkan ini. [Wylvera W.]


LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...