Minggu, 30 Maret 2014

Pembicara di Event Office to Office Majalah Annisa



"Cinderamata dari Penyelenggara" (doc. pribadi)

Kembali didaulat sebagai narasumber adalah momen yang semakin hari semakin membut saya enjoy. Kali ini kesempatan itu datang dari bagian promosi sebuah majalah muslimah berskala nasional. Ya, Majalah Annisa namanya.
Awalnya dimulai dari info singkat berupa penawaran dari seorang teman yang juga bekerja di majalah tersebut. Dia berani mengajukan nama saya karena menurutnya saya memiliki kapasitas untuk itu. Sebelum menyetujui tentu saja saya menanyakan terlebih dahulu tentang teknis pelaksanaannya. Akhirnya tanpa basa-basi teman saya itu mengenalkan saya kepada Mbak Ria (bagian promosi majalah tersebut).
Singkat cerita, akhirnya saya pun menyetujui permintaan untuk menjadi pembicara di sebuah event yang menurut info baru dua kali mereka lakukan. Nama acara itu adalah “Office to Office”. Wow! Itu artinya saya adalah orang ketiga yang digandeng untuk menjadi pematerinya. Senang campur deg-degan tentu saja. Namun, karena tema yang diminta sangat dekat dengan profesi dan kehidupan keseharian saya, maka kesempatan baik itu tak mungkin saya tolak.
Menurut Mbak Ria, Majalah Annisa kali ini bekerjasama dengan Bank Syari’ah Mandiri dan Dauky Fashion. Dan, saya diminta mengisi sesi parentingnya dengan mengusung tema, “Menumbuhkan Minat Membaca dan Menulis pada Anak” yang akan digelar di gedung Bank Syari’ah Mandiri, Jakarta Pusat.
Setelah melewati beberapa kali diskusi lewat e-mail, whatsapp, dan telepon, saya pun menerima rundown acaranya. Setelah itu saya kembali merapikan materi untuk bahan presentasi.
Tibalah hari yang ditentukan yaitu, Jum’at, 28 Maret 2014. Saya bersyukur karena kedua anak saya ternyata libur sekolah sehingga saya bisa mengajak mereka. Karena acara mulai digelar pada pukul 11.30 WIB, maka saya memutuskan berangkat dari rumah pukul 09.30 WIB. Dengan ditemani dua buah hati tercinta, kami pun berangkat menuju Jalan Thamrin, lokasi gedung Bank Syari’ah Mandiri berada. Namun sebelumnya saya harus mengantarkan anak laki-laki saya ke kantor bapaknya agar tak terlewati untuk melaksanakan sholat Jum’at. Setelah itu, saya dan si Kakak melanjutkan perjalanan.
Kami tiba di lokasi tepat pukul 11.30 WIB. Ternyata acara sudah dimulai. Tak berapa lama, Mbak Berliana Fibrianti (Editor in Chief Majalah Annisa) menyusul memasuki ruangan. Saya pun menyiapkan diri untuk segera tampil di sesi awal. Namun, sesi saya dimundurkan ke bagian akhir dengan alasan menunggu bapak-bapak selesai sholat agar bisa ikut serta menyimak materi yang akan saya sampaikan. Diam-diam saya merasa lega dan senang karena sejak awal masuk ke ruangan yang dipenuhi oleh para ibu muda (karyawati Bank Syari’ah Mandiri), saya sedikit berharap agar ada para bapak yang ikut menjadi peserta talkshow, sebab tema yang akan dibahas bukan hanya untuk kaum Ibu saja.
Tibalah giliran saya. Pembawa acara memperkenalkan saya kepada audience dengan membacakan beberapa point penting dari CV saya. Setelah itu saya yang mengambil alih acara. Saya menyapa semua yang hadir dengan semangat. Sambil membuka dengan salam, saya menatap sekilas wajah-wajah mereka sambil berdoa dalam hati, semoga 45 menit ke depan saya mampu memberikan yang terbaik kepada audience. Bismillah....
doc. pribadi
 Klik!
Slide pertama dari materi yang ingin saya urai pun terbuka di layar infokus. Selanjutnya mengalirlah uraian beserta contoh-contoh yang memaparkan tips dan tahapan-tahapan dalam menumbuhkan minat membaca dan menulis pada anak yang telah saya susun sedemikan rupa. Seperti biasa saya tak mau tampil monoton agar suasana tetap terjaga dengan baik. Saya kembali melempar joke-joke ringan seputar peran saya sebagai seorang Ibu yang disambut dengan derai tawa peserta.
Sesi tanya-jawab (doc. pribadi)
Untungnya putri saya (Mira) ikut menyaksikan penampilan ibunya dan duduk di bangku terdepan. Sesekali bibirnya ikut menebar tawa ketika saya menjadikannya objek atau contoh untuk membumbui dan memberi warna pada peresentasi saya. Akhirnya saya juga sekilas memperkenalkan Mira sebagai penulis remaja yang telah menghasilkan karya lewat beberapa buku cerita untuk anak dan remaja.
Alhamdulillah, acara pun berjalan dengan lancar dan seru sekali. Kalau saja MC tak mengingatkan waktu yang tersedia untuk saya, rasanya saya ingin mengeksplore lebih jauh dan luas lagi tentang tema menumbuhkan minat membaca dan menulis pada anak ini. Tapi, waktu yang tersedia tinggal untuk sesi tanya jawab. Saya pun siap menyimak dan menjawab pertanyaan yang diajukan.
Sesi tanya-jawab (doc. pribadi)
“Bu Wiwiek, saya memiliki dua anak dengan karakter dan hobi yang berbeda. Yang pertama gemar dan cinta pada olahraga bola sementara yang bungsu suka menulis. Saya ingin sekali anak saya yang pertama juga gemar membaca dan menulis tapi rasanya sulit sekali mengarahkannya pada hal itu. Adakah tips yang bisa ibu berikan agar saya bisa mencobanya?” begitu salah satu pertanyaan yang diajukan kepada saya.
“Wah! Kita sama-sama memiliki anak laki-laki yang gemar pada sepak bola ya, Bu. Tapi, mungkin ibu belum menemukan cara agar si anak bisa membagi waktunya pada dunia baca tulis seperti yang ibu inginkan. Yang paling sederhana bisa Ibu lakukan, cobalah pelan-pelan bertanya kepadanya tentang hal-hal unik dan menarik dari hobinya itu. Tempatkan posisi Ibu seolah ikut menyenangi hobinya. Lalu, kalau dia mulai tertarik berbagi dan bercerita, perlahan-lahan minta dia menceritakannya lewat tulisan. Katakan bahwa itu akan menjadi catatan yang sangat menarik karena dia menguasainya. Jadi intinya, pancing si anak bercerita lewat tulisan tentang apa yang dikuasainya. Sementara untuk membaca, jika dia mulai menyenangi kegiatan menulis bukan tidak mungkin meskipun urutannya terbalik dan dimulai dari menulis dulu baru membaca, tak ada salahnya bukan? Asal Ibu dan Bapak mau memberi contoh dan tak pernah bosan melakukannya, percayalah...cepat atau lambat anak akan meniru,” bantu saya memberi tips.
Setelah itu saya pun kembali memberi jawaban kepada penanya lainnya. Dari salah satu penanya, muncullah seorang Bapak yang bercerita tentang kedua buah hatinya. Yang pertama berusia 8 tahun dan kedua 2,5 tahun.
Pak Afnur (paling belakang) - (doc. pribadi)
“Dulu, sewaktu kami tinggal di Amerika, anak pertama saya itu senang sekali membaca dan menulis-nulis puisi dan cerita. Tapi setelah kami kembali ke tanah air, kami heran dengan kebiasaannya yang dari hari ke hari meghilang. Sekarang malah dia suka menyendiri di kamar dan tak mau lagi menulis atau menunjukkan minat baca seperti sebelumnya. Saya dan istri mencari-cari penyebabnya dan kami berkesimpulan apakah ini disebabkan pengaruh dari lingkungan sekolah atau pergaulannya. Menurut Bu Wiwiek, bagaimana caranya mengembalikan semangat membaca dan menulis itu?” tanya Pak Afnur (salah satu karyawan BSM).
“Terim kasih Pak Afnur, mau berbagi kisah tentang buah hatinya kepada kita di sini. Menurut saya, jika ada sesuatu perubahan yang terjadi pada anak kita, usahakan agar kita tak terlalu terburu-buru mencari penyebabnya dari lingkungan di luar rumah. Jika ini kita lakukan, bisa saja kita kehilangan momen untuk melakukan interospeksi terhadap diri kita sendiri sebagai orangtua, sebab semua yang terjadi pada anak bisa jadi berawal dari pola asuh kita di rumah. Dulu, saat tinggal di Amerika, bisa jadi Bapak dan Ibu begitu dekat dengan si anak. Hidup di perantuan apalagi di luar negeri, biasanya seperti itu dan sangat berpengaruh pada interaksi kita dalam keluarga inti, sebab saya telah mengalaminya saat saya dan keluarga juga tinggal di Amerika. Kebersamaan kita dengan anak-anak akan lebih terasa intens dibanding saat kita kembali ke tanah air. Kesibukan dan jam kerja kantor serta dunia kerja lainnya bisa jadi perlahan-lahan merenggangkan interaksi kita dengan anak. Nah, saat itulah anak seolah kehilangan momen yang pernah dirasakannya selama ini. Mungkin saja kegemarannya membaca dan menulis muncul, efek dari perhatian Bapak dan Ibu yang intens tadi. Lalu, sekarang hal itu tak didapatnya lagi sehingga dia menjadi perlahan-lahan malas dan mencari kesenangan lain,” ulas saya panjang memberi gambaran kemungkinan dari pergeseran hobi si anak. Pak Afnur manggut-manggut dan mengakui kebenaran yang saya kemukakan itu.
Yang mendapat hadiah dari saya. (doc.pribadi)
Begitulah, durasi sejam yang berlalu meninggalkan kesan indah buat saya. Dan, alhamdulillah... semua yang saya sampaikan disambut dengan antusias dan dirasa sangat bermanfaat oleh peserta terutama bagi beberapa yang bertanya. Sebelum menutup acara, tiga penanya mendapatkan hadiah buku karya saya dan anak-anak. Mereka sangat gembira karena hadiah itu sebagai surprise dari saya.
Berfoto bersama para pemenang door prize dan panitia (doc. pribadi)
Sebagai penutup, saya tak lupa mengucapkan terima kasih kepada panitia (Majalah Annisa dan Bank Syari’ah Mandiri) yang telah memberi kepercayaan kepada saya untuk berbagi dan menjadi motivator di acara office to office tersebut. Semoga kerjasama ini bisa berlanjut di momen-momen sejenis lainnya. Aamiin. []


Sabtu, 22 Maret 2014

Jadi Motivator di Seminar Parenting



 
Cinderamata dari GKS (foto pribadi)
            Beberapa waktu lalu, saya kembali mendapat permintaan dari pihak Global Kids School untuk menjadi pemateri. Awalnya saya pikir Ibu Kepala Sekolah meminta saya untuk melanjutkan materi kelas menulis murid-murid di sekolah itu yang sebelumnya pernah saya kunjungi, ternyata saya didaulat sebagai pembicara (kerennya sih jadi motivator...hehehe) di acara parenting seminar yang akan mereka gelar.
Wow! Kalau untuk berbagi materi tentang menulis kepada anak-anak, remaja atau bahkan ibu-ibu, saya sih sudah biasa, tapi untuk menjadi motivator kepada para orangtua murid tentang menumbuhkan kebiasaan membaca dan menulis, ini bakal jadi pengalaman pertama buat saya. Seperti biasa, untuk permohonan yang datangnya lewat SMS atau e-mail, saya selalu mendiamkan terlebih dahulu beberapa waktu (tapi tentu tak lewat sehari lah...hehe). Tujuannya agar saya yakin apakah saya siap untuk memenuhi permintaan tersebut.
Akhirnya setelah berpikir dan membayangkan apa yang harus saya siapkan dan saya bagi ke audience, barulah saya merespon permintaan dari Bu Nunun (Kepala Sekolah Global Kids School). Beliau pun memberikan tanggal penyelenggaraan yang tadinya akan digelar pada bulan Februari 2014 lalu. Namun karena satu dan lain hal, acara seminar mundur sebulan dan baru  bisa dilaksanakan pada hari Sabtu, 22 Maret 2014.
Beberapa hari menjelang acara tersebut, saya kembali disibukkan dengan menyiapkan materi agar kelak tampil dan mampu memberikan yang terbaik. Materi yang akan saya sampaikan diberi judul, “Menumbuhkan Minat Baca dan Menulis pada Anak”. Selain mengumpulkan beberapa referensi, saya juga memadukannya dengan pengalaman saya sebagai ibu yang juga penulis serta memiliki dua anak yang telah menghasilkan beberapa buku. Tidak terlalu sulit menyiapkan materi dalam format power point karena apa yang ingin saya sampaikan memang tak jauh dari pengalaman sendiri. Maka, saya pun siap dengan materi yang akan saya bagikan kepada para orangtua murid di Global Kids School.
Tibalah pada hari pelaksanaan seminar (Sabtu, 22 Maret 2014) di mana saya ditunggu untuk memberi motivasi kepada sekitar 30 orangtua yang akan hadir di acara tersebut. Dengan diantarkan oleh suami tercinta, saya pun berangkat dari rumah (Bekasi) sekitar jam tujuh pagi. Saya harus tiba di sekolah itu sebelum pukul 09.00 WIB (waktu yang dijanjikan untuk memulai seminar). Alhamdulillah, karena jalanan tidak terlalu macet, saya dan suami pun tiba di Global Kids School (Jalan Lubang Buaya, No 6 B, Jakarta Timur) setengah jam sebelum jam sembilan pagi.
Kehadiran saya disambut dengan ramah oleh beberapa orang staf pengajar. Karena peserta seminar belum semuanya hadir, saya pun memilih menyerahkan materi yang akan ditampilkan di layar infokus. Sementara suami saya lebih memilih menunggu di luar sambil menonton murid-murid yang sedang mengikuti ekstrakurikuler bela diri TaeKwonDo. Dalam hati sebenarnya saya sangat bersyukur karena suami tak ikut menyaksikan saya berbicara di depan audience. Saya sempat khawatir kalau dia ikut duduk di deretan bangku peserta, apa yang bakal terjadi pada penampilan saya. Masalahnya beliau belum pernah menyaksikan saya menjadi presenter. Hahahaha....

MC (foto pribadi)
Tepat pukul 08.45 WIB acara pun dibuka oleh salah seorang guru yang merangkap sebagai pembawa acara (MC). Beliau memperkenalkan saya lewat CV yang sudah saya berikan sebelumnya. Sesekali saya perhatikan beberapa pasang mata melirik ke saya sebab saya masih duduk di deretan bangku peserta. Setelah MC selesai membuka dan membacakan beberapa pengalaman dari CV saya, barulah saya diminta untuk menyampaikan materi sesuai tema yang mereka minta.
Saya pun membuka sesi dengan mengucapkan salam dan rasa terima kasih kepada pihak sekolah dan para orangtua murid Global Kids School yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk berbagi pengalaman serta motivasi.
Klik!
Layar infokus pun menampilkan slide pertama dari materi saya.

Ilustrasi anak membaca. ©wishfulthinkingworks.com
Setelah itu sajian materi pun mengalir lancar. Sesekali saya menyelipkan joke ringan di sela-sela paparan materi yang saya berikan. Dan, senang rasanya jika humor yang saya lemparkan disambut gelak tawa para orangtua yang menjadi peserta seminar. Namun, tak jarang juga saya bersikap serius ketika membahas bahwa setiap anak tentulah berbeda dalam memotivasinya untuk gemar membaca. Kegemaran itu muncul jika orangtua ikut berperan sebagai role model.

Suasana di ruang seminar (foto pribadi)



Setelah selesai menyajikan materi tentang menumbuhkan minat baca, saya melanjutkannya pada materi tentang menumbuhkan minat menulis pada anak. Saya semakin percaya diri karena semua mata masih fokus memperhatikan saya. Diam-diam saya menyiapkan diri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan mereka ajukan setelah materi yang saya sajikan berakhir. Saya yakin karena lewat tatapan mata mereka seolah para orangtua murid itu mulai menyusun bahan pertanyaan yang ingin mereka ajukan.
Sebelum membuka sesi tanya jawab, saya mengatakan bahwa alangkah baiknya kalau kami saling sharing pengalaman sehingga saya tidak sepenuhnya berperan sebagai pembicara  dan seolah merasa “sok” pintar sendiri. Hahaha.... Mereka kembali tertawa mendengar komentar saya.
Semua pertanyaan mereka saya jawab. Dan saya selalu menanyakan apakah jawaban saya pas atau sesuai dengan yang mereka harapkan. Saya ingin mereka jujur agar tujuan dari seminar tersebut bisa tercapai dengan baik. Jika masih ada yang dirasa kurang, saya tak segan-segan mengajak audience untuk kembali mendiskusikannya. 

Sesi tanya jawab (foto pribadi)

Saya juga tidak menutup kesempatan agar para orangtua murid yang hadir mau berbagi tentang pengalaman mereka juga dalam menumbuhkan minat baca tulis buah hatinya. Seterusnya, terciptalah suasana yang sangat menyenangkan. Beberapa dari mereka bertanya, meminta solusi dan tips kepada saya. Dan beberapa lainnya justru tak sekadar mengajukan pertanyaan tapi juga bercerita tentang kebiasaan unik dan cara mereka memotivasi anaknya untuk mau menjadikan kegiatan membaca dan menulis sebagai sebuah kegiatan yang menyenangkan.
Ada juga yang bercerita bahwa dia dan suami sebenarnya pencinta buku dan sekaligus gemar menulis bahkan pernah memenangkan beberapa perlombaan menulis, namun mereka merasa kehabisan akal untuk mewariskan kebiasaan itu kepada anak-anaknya. Padahal menurutnya, mereka sudah melakukan tahapan-tahapan yang saya sajikan di materi pembahasan. Untuk keresahan si ibu, akhirnya saya mencoba menelaah sisi yang mungkin belum terpenuhi oleh mereka sebagai orangtua.

Tak harus selalu serius (foto pribadi)

“Saya senang karena ternyata di sini ada yang sudah memiliki pengalaman yang lebih dari saya. Anak saya saja masih duduk di bangku SMA dan yang bungsu masih di SMP, sementara dua anak Ibu sudah kuliah. Tentunya Ibu sudah melewati fase sebagai orangtua yang belum saya jalani. Tapi, meskipun demikian, jangan pernah bilang menyerah ya, Bu. Saya bisa berbagi karena mungkin memang kebetulan apa yang saya harapkan dari anak-anak saya terkait dengan kegiatan membaca dan menulis ini sedikit banyak telah memenuhi harapan, jadi saya tidak mengalami fase sesulit seperti pengalaman Ibu. Tapi, kalau boleh saya membantu dan siapa tau kelak ini akan berhasil, bagaimana kalau dari kegemaran Ibu menulis itu Ibu mencoba menghasilkan sebuah karya dalam bentuk buku. Mungkin ini  bisa menjadi bukti bahwa kegemaran membaca itu akan mendorong keinginan untuk menulis dan kegiatan menulis jika dilakukan kontiniu akan menghasilkan sebuah karya yaitu buku. Katakan itu kepada anak-anak Ibu sambil menunjukkan buku karya Ibu kepada mereka,” ulas saya panjang sambil melihat respon si Ibu.
“Oh iya... benar juga. Bisa jadi  ya biarpun saya dan suami sudah menyontohkan dan terus-menerus menyuruh anak-anak saya supaya mau membiasakan diri membaca tapi karena saya sendiri belum menunjukkan bukti nyata, maka anak-anak saya menganggap itu hanya bentuk omelan saja ya,” ungkapnya menahan tawa.
“Kalau begitu, saya mau minta bantuan Bu Wiwiek supaya nanti saya bisa menyelesaikan satu tulisan dan membukukannya. Kalau berkenan, saya dibantu ya, Bu?” ujarnya lagi membuat saya tersenyum dan mengiyakannya.
Sat hal yang membuat saya kagum, bahwa di antara para penanya terlihat keantusiasan para bapak dalam usahanya menemukan trik khusus untuk menumbuhkan minat baca putra-putri mereka. Memang seperti itulah seharusnya, karena tugas dan tanggung jawab dalam pola asuh anak tidak semata-mata diletakkan pada seorang ibu. Ayah dan Ibu hendaknya senantiasa bergandengan tangan, mencari solusi dan bersama-sama dalam menjalankan fungsinya sebagai orangtua. Sementara para guru melanjutkan perannya dalam membantu mengembangkan serta mengarahkan kemampuan si anak. Tujuan tak akan tercapai secara optimal jika dua kekuatan dalam pola pengasuhan dan pendidikan pada anak ini tidak bekerja sama dengan baik.
Begitulah, setelah sesi tanya jawab yang semakin seru seolah sulit untuk dihentikan, waktu juga yang harus membatasi kebersamaan saya dengan para orangtua murid di momen itu. Sebelum menutup acara, saya sangat terharu ketika Kepala Sekolah memberikan sebuah cinderamata yang indah sebagai bentuk penghargaan mereka kepada saya. Daaan... tentunya disertai amplop penghilang rasa lelah. Hahaha... just kidding!
Akhirnya... terima kasih,  semoga kerjasama kita tak berakhir sampai di sini, Bu Nunun. Sampai bertemu kembali di event lainnya. []

Minggu, 16 Maret 2014

Sang Pendongeng dan Anak-anak Pemulung



Saya, Kak Reni, Kak Dhila, Para Guru dan anak-anak Al Falah
Sejak fokus pada anak yang sakit, saya terlewat untuk mengunjungi sekolah yang satu ini. Niat awalnya ingin rutin setiap bulan sekali, tapi kendala terkadang tak bisa dielakkan. Namun, saya kembali bersyukur dan selalu meyakini, jika niatnya baik, Allah pasti memberikan jalan.
Pagi itu, Selasa, 4 Maret 2014 akhirnya saya mendapat kesempatan kembali ke sana. Seperti biasa, beberapa hari sebelum berkunjung, saya selalu memberi kabar agar pihak sekolah itu siap menyambut kedatangan saya. Setelah menghubungi dan menyampaikan rencana saya lewat telepon, Bapak Kepala Sekolah sangat antusias dan mendukung niat saya. Beliau berjanji akan menyiapkan anak-anak di hari yang saya janjikan.
Kali ini tidak seperti kunjungan saya sebelumnya. Saya datang bukan sebagai pengisi kelas pelatihan menulis untuk anak-anak pemulung itu, melainkan menemani seorang pendongeng berpengalaman yang telah banyak menyabet penghargaan.
Sudah lama saya ingin memberi nuansa berbeda untuk anak-anak pemulung yang biasa menyambut saya untuk menerima materi menulis. Akhirnya niat itu terwujud. Di tengah kesibukan Reni Rudiyanto yang biasa dipanggil “Kak Reni” saya berhasil “mencuri” waktu beliau untuk menyempatkan diri berbagi pengalaman mendongeng di Yayasan Ummu Amanah, PKBM Al Falah, Bantar Gebang.
Setelah menyepakati hari dan waktu berkunjung, pagi itu kami pun berjanji bertemu di kawasan Kemang Pratama, Bekasi. Ternyata bukan hanya saya dan Kak Reni yang akan berkunjung ke sekolah anak pemulung itu. Ada juga Kak Dhila yang selalu mendampingi Kak Reni dalam melaksanakan kegiatannya. Katanya, Kak Dhila ini asisten pribadi Kak Reni. Saya percaya itu, karena beliau begitu sigap menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan oleh Kak Reni. Salut!
Mobil Kak Reni yang membawa kami pun melaju dengan kecepatan sedang menuju lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA), Bantar Gebang. Di perjalanan, kami kembali mendiskusikan apa yang akan disajikan untuk anak-anak pemulung itu nantinya. Sebagai pendongeng hebat yang sudah berpengalaman, tentunya Kak Reni sudah menyiapkan konsep yang matang. Namun, demi kenyamanan bersama, kami tetap menyatukan rencana agar kehadiran kami di sana bisa meninggalkan kesan mendalam bagi anak-anak pemulung itu.
Menjelang pukul 09.30 WIB kami pun tiba di lokasi. Seperti biasa, sambutan guru yang sudah saya kenal, selalu ramah menerima kedatangan kami. Sayangnya, hari itu Bapak Kepala Sekolah tidak bisa menyambut kedatangan kami karena beliau sedang menghadiri kegiatan lainnya. Tak mengapa, yang penting anak-anak sudah siap untuk berkumpul di aula terbuka.
Setelah anak-anak disiapkan, kami pun menemui mereka. Mata mereka menyimpan pertanyaan begitu melihat saya membawa dua orang yang belum mereka kenal. Saya tersenyum melihat buku dan alat tulis yang mereka bawa. Mereka mungkin mengira saya akan melanjutkan kelas menulis seperti kunjungan-kunjungan sebelumnya. 
Demi memuaskan tanya di mata mereka, saya pun membuka pertemuan dengan mengatakan maksud kedatangan kami di pagi itu. Sebelum memperkenalkan Kak Reni kepada anak-anak, saya sempat menanyakan pe-er yang pernah saya berikan di pertemuan terakhir dua bulan lalu. Sebagian telah menyelesaikannya, tapi yang lainnya belum.
“Masih ingat dengan tugas menulis yang pernah Ibu berikan?” tanya saya memancing ingatan mereka.
“Masih, Buuu...!” jawab mereka serentak.
“Tapi, saya belum siap nulisnya,” jawab salah satunya.
“Maafkan Ibu karena sudah lama sekali tidak mengisi kelas menulis untuk kalian, karena anak Ibu sakit,” ujar saya mengharap pengertian dari mereka.
“Sudah dua bulan, Bu,” celetuk murid laki-laki spontan.
“Iya, sudah dua bulan. Lama juga. Maafin ya,” kata saya lagi.
“Iya, Buuu...,” kembali mereka menjawab serentak.
Setelah mereka mau memaklumi ketidakhadiran saya selama dua bulan itu, barulah saya melanjutkan maksud kedatangan kami. Saya memperkenalkan Kak Reni kepada mereka, berikut Kak Dhila. Sangat jelas terlihat rasa ingin tahu dan tak sabar di mata mereka. Rasa penasaran dengan nama dan sosok yang saya kenalkan begitu membias di tatapan mata mereka.
Sesi mendongeng dari Kak Reni
Salah seorang guru yang mengajukan pertanyaan
Tak mau membuang waktu, akhirnya saya menyerahkan sesi berikutnya kepada Sang Pendongeng. Kak Reni pun mengawali sesinya dengan kembali memperkenalkan diri. Selanjutnya kebersamaan kami begitu menyenangkan. Anak-anak pemulung itu sangat antusias dan gembira mendengar Kak Reni mendongeng. Kekakuan di awal-awal pertemuan seakan menguap berubah menjadi keceriaan. Tawa mereka lepas begitu saja ketika Sang Pendongeng memainkan lakon tokoh dalam cerita yang dibawakannya. Subhanallah... betapa bahagianya hati saya melihat binar kepuasan di mata mereka.
Anak-anak diajak membaur oleh Kak Reni

Anak-anak menonton dongeng musikal
Bukan hanya itu, setelah selesai mendongeng, Kak Reni juga memberi kesempatan kepada mereka untuk mengajukan pertanyaan tentang apa saja seputar keterampilan mendongeng. Bukan hanya anak-anak pemulung itu yang bertanya, guru mereka pun ikut mengajukan beberapa pertanyaan yang dijawab dengan memuaskan oleh Kak Reni.
Dari malu-malu menjadi mau-mau. :)
Kak Reni memasangkan pin DOMAIN
Aanak-anak maju untuk mempraktikkan arahan dari Kak Reni
Kak Reni juga memberi beberapa panduan dasar untuk mendongeng, seperti teknik olah nafas, suara, gestur, dan ekspresi/mimik wajah. Bagi anak yang berani tampil ke depan dan mempraktikkan salah satu materi yang diajarkan, Kak Reni memberikan hadiah berupa pin DOMAIN (Dongeng Musik dan Permainan) yang menjadi trademark Kak Reni sebagai pemilik Sekolah Lil'Bee Jatiasih, Bekasi. Anak-anak yang tadinya malu-malu akhirnya semangat maju dan tampil ke depan. 

Salah satu ekspresi olah wajah
Kebersamaan kami yang menghabiskan waktu satu jam setengah itu sangatlah menyenangkan. Saya merasakan bahwa sebenarnya anak-anak itu masih ingin bersama dan mendengar dongeng-dongeng lainnya, tapi waktu membatasi kami. Saya berharap, kelak Kak Reni mau kembali lagi ke Al Falah dan berbagi keceriaan untuk anak-anak pemulung itu.

Terima kasih, Kak Reni, semoga kerjasama kita untuk memberikan hal-hal positif dan mencerahkan kepada anak-anak pemulung itu terus berlanjut. Aamin. []

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...