Bermula dari pesan WhatsApp Mas
Berthin Sappang dari Pusat Perbukuan BSKAP, Kemendikdasmen ke hape saya. Beliau
menginformasikan bahwa Pusat Perbukuan akan menyelenggarakan Bedah Buku
Rekomendasi Sastra Masuk Kurikulum. Mereka ingin mengundang 5 orang perwakilan
Paberland untuk bisa hadir pada hari Rabu, 28 Mei 2025 di Teater Kecil Taman
Ismail Marzuki.
Gerak cepat untuk memenuhi kuota
undangan pun dilakukan oleh tim Markom Paberland. Akhirnya, saya (Ketua
Paberland), Sokat Rahman (Divisi Literasi Paberland), Shinta Handini, Deka
Amalia, dan Septi Rinasusanti (anggota Paberland), memutuskan untuk bisa hadir
mewakili Paberland.

Di meja registrasi, semua undangan
mendapatkan goodie bag berisi suvenir termasuk satu eksemplar buku
dengan judul sampul "Lauk Daun" karya Hartari. Dari semua isi goodie
bag, buku ini yang tentu membuat saya penasaran. Eiiits, tapi nanti dulu.
Saya mau berbagi cerita tentang suasana di lokasi acara.
Saya bertemu dengan teman-teman penulis dan editor yang sudah entah berapa purnama tidak berjumpa. Sesi foto tentu saja menjadi pembuka yang manis meskipun acara belum resmi dimulai. Momen seperti ini memang bikin seru.
Kembali ke acara yang bertajuk
"Di Balik Cerita" itu. Ada apa sih di balik cerita novel berjudul
"Lauk Daun" yang sudah berhasil mencuri perhatian dewan juri hingga
meraih predikat 'Naskah yang Menarik Perhatian Juri' dalam Sayembara Novel DKJ
2021? Saya yang tidak pernah punya nyali untuk ikut ajang lomba bergengsi itu
tentu saja penasaran. Selain menurut saya berat buat saya si penulis cerita
anak ini, kesempatan naskah saya untuk dilirik juri rasanya masih jauhlah kalau
nekat ikutan.
Lalu, bagaimana dengan si novela (karena lumayan tipis dan hanya 140an halaman lembarannya, saya lebih memilih menyebutnya novela, hehe)? Seberat itukah isinya? Harus kental aroma nyastranya kah? Ternyata tidak, kawan. Dengan premis yang sederhana, Lauk Daun (yang ternyata diambil dari kata lock down) itu dapat mencuri perhatian dewan juri. Wah! Sepertinya kalau sayembara DKJ kembali digelar, nyali saya bisa nih dipancing nekat buat ikutan. Yakiiin? Sebentar, mari kita simak seperti apa sih di balik cerita "Lauk Daun" ini?
Acara yang dipandu oleh Adhiramsyah Choesin (Talent at Net Mediatama Televisi yang juga penulis serta kontent kreator) sontak membuat peserta bedah buku yang terdiri dari siswa siswi SMA, para guru (pendidik), dan penulis, fokus terbius. Terlebih ketika Prof. Atip Latipulhayat, SH., L.L.M., Ph.D. memberi sambutan.
Satu
yang sempat saya garis bawahi dari sambutan beliau kira-kira begini;
"Membaca
masih dianggap beban di kalangan kita, dimana kebanyakan orang melakukannya
demi pekerjaan, sedangkan di bangsa-bangsa yang berperadaban, membaca adalah
gerakan jiwa seperti geraknya anggota tubuh yang tak tahan untuk diam."
Nampol
banget ini. Bahkan novel "Lauk Daun" yang sudah dibagikan pun belum
sempat saya buka halamannya lebih jauh. Baca dooong, BuDir! Hahaha ....
Saat menyimak pendapat Shahnaz
Haque (pembawa acara dan aktris Indonesia yang juga dikenal sebagai pegiat
literasi keluarga) dan Mahfud Ikhwan (pemenang Sayembara Novel DKJ 2014) yang
menjadi salah satu pengulas di acara bedah buku itu, ditambah pengakuan
penulisnya juga tentang proses kreatif beliau mengerjakan novel "Lauk
Daun" itu, saya jadi curi-curi buka novelnya saat acara berlangsung. Nakal
ya? Enggak fokus dong. Alhamdulillah tetap fokus kok.
"Lauk Daun" adalah novel yang
menyajikan sebuah peristiwa besar yang baru saja terjadi ke dalam frame
kecil yang memikat pembaca, terutama para juri Sayembara DKJ 2021 lalu.
Mengambil latar tema Covid-19 yang begitu kompleks. Hartari jitu mengemasnya
dalam alur dan plot-plot lincah, beraroma sindiran yang mampu bikin senyum
hingga terkikik dalam balutan "ruh" parodi satirnya terhadap objek
yang besar di sebuah tempat bernama Kampung Merdeka. Hartari begitu cekatan dan
peka mengambil percakapan tentang penyebutan lock down menjadi isi pembicaraan
di WhatsApp ibu-ibu RT. Bu As sebagai tokoh utama di novel itu mengetik kata itu
menjadi Lauk Daun.
Selain itu, semua elemen dalam
novel "Lauk Daun" dikemas Hartari dengan unik, ringan tapi tetap
cerdas menampilkan sindiran satir yang mampu memancing senyum. Oiya, novel ini bukan
diperuntukkan untuk bacaan anak SD. Jenjang SMP dan SMA semoga sudah mampulah memahami isinya.
Begitulah, untuk lebih lengkapnya
silakan dapatkan novelnya. Sekali lagi saya katakan bahwa acara bedah buku di
Teater Kecil TIM kemarin cukup menarik dan sekaligus mempertemukan kami para
penulis cerita anak dan penulis lainnya.
![]() |
Dengan Hartari, si penulis Lauk Daun |
![]() |
Dengan Shahnaz Haque |
Wylvera W.
Ketua Paberland
Tidak ada komentar:
Posting Komentar