Rabu, 28 Mei 2025

Ada Apa Di Balik Cerita "Lauk Daun"?

Bermula dari pesan WhatsApp Mas Berthin Sappang dari Pusat Perbukuan BSKAP, Kemendikdasmen ke hape saya. Beliau menginformasikan bahwa Pusat Perbukuan akan menyelenggarakan Bedah Buku Rekomendasi Sastra Masuk Kurikulum. Mereka ingin mengundang 5 orang perwakilan Paberland untuk bisa hadir pada hari Rabu, 28 Mei 2025 di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki.

Gerak cepat untuk memenuhi kuota undangan pun dilakukan oleh tim Markom Paberland. Akhirnya, saya (Ketua Paberland), Sokat Rahman (Divisi Literasi Paberland), Shinta Handini, Deka Amalia, dan Septi Rinasusanti (anggota Paberland), memutuskan untuk bisa hadir mewakili Paberland.


Yang tertera di undangan mecantumkan kalau acara akan dimulai pada pukul 14.00 WIB. Ketika waktu sudah lewat lebih 35 menit dari jam 2, saya yang datang bersama Shinta dan Deka sedikit merasa cemas. Tidak elok rasanya kalau terlambat. Syukurlah, ternyata acara justru mundur jadwalnya ke hampir jam setengah lima sore karena menunggu kehadiran Bapak Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah.

                                         

Di meja registrasi, semua undangan mendapatkan goodie bag berisi suvenir termasuk satu eksemplar buku dengan judul sampul "Lauk Daun" karya Hartari. Dari semua isi goodie bag, buku ini yang tentu membuat saya penasaran. Eiiits, tapi nanti dulu. Saya mau berbagi cerita tentang suasana di lokasi acara.



            
                                               

Saya bertemu dengan teman-teman penulis dan editor yang sudah entah berapa purnama tidak berjumpa. Sesi foto tentu saja menjadi pembuka yang manis meskipun acara belum resmi dimulai. Momen seperti ini memang bikin seru.

Kembali ke acara yang bertajuk "Di Balik Cerita" itu. Ada apa sih di balik cerita novel berjudul "Lauk Daun" yang sudah berhasil mencuri perhatian dewan juri hingga meraih predikat 'Naskah yang Menarik Perhatian Juri' dalam Sayembara Novel DKJ 2021? Saya yang tidak pernah punya nyali untuk ikut ajang lomba bergengsi itu tentu saja penasaran. Selain menurut saya berat buat saya si penulis cerita anak ini, kesempatan naskah saya untuk dilirik juri rasanya masih jauhlah kalau nekat ikutan.

Lalu, bagaimana dengan si novela (karena lumayan tipis dan hanya 140an halaman lembarannya, saya lebih memilih menyebutnya novela, hehe)? Seberat itukah isinya? Harus kental aroma nyastranya kah? Ternyata tidak, kawan. Dengan premis yang sederhana, Lauk Daun (yang ternyata diambil dari kata lock down) itu dapat mencuri perhatian dewan juri. Wah! Sepertinya kalau sayembara DKJ kembali digelar, nyali saya bisa nih dipancing nekat buat ikutan. Yakiiin? Sebentar, mari kita simak seperti apa sih di balik cerita "Lauk Daun" ini?

               

Acara yang dipandu oleh Adhiramsyah Choesin (Talent at Net Mediatama Televisi yang juga penulis serta kontent kreator) sontak membuat peserta bedah buku yang terdiri dari siswa siswi SMA, para guru (pendidik), dan penulis, fokus terbius. Terlebih ketika Prof. Atip Latipulhayat, SH., L.L.M., Ph.D. memberi sambutan.

Satu yang sempat saya garis bawahi dari sambutan beliau kira-kira begini;

"Membaca masih dianggap beban di kalangan kita, dimana kebanyakan orang melakukannya demi pekerjaan, sedangkan di bangsa-bangsa yang berperadaban, membaca adalah gerakan jiwa seperti geraknya anggota tubuh yang tak tahan untuk diam."

Nampol banget ini. Bahkan novel "Lauk Daun" yang sudah dibagikan pun belum sempat saya buka halamannya lebih jauh. Baca dooong, BuDir! Hahaha ....

Saat menyimak pendapat Shahnaz Haque (pembawa acara dan aktris Indonesia yang juga dikenal sebagai pegiat literasi keluarga) dan Mahfud Ikhwan (pemenang Sayembara Novel DKJ 2014) yang menjadi salah satu pengulas di acara bedah buku itu, ditambah pengakuan penulisnya juga tentang proses kreatif beliau mengerjakan novel "Lauk Daun" itu, saya jadi curi-curi buka novelnya saat acara berlangsung. Nakal ya? Enggak fokus dong. Alhamdulillah tetap fokus kok.


"Lauk Daun" adalah novel yang menyajikan sebuah peristiwa besar yang baru saja terjadi ke dalam frame kecil yang memikat pembaca, terutama para juri Sayembara DKJ 2021 lalu. Mengambil latar tema Covid-19 yang begitu kompleks. Hartari jitu mengemasnya dalam alur dan plot-plot lincah, beraroma sindiran yang mampu bikin senyum hingga terkikik dalam balutan "ruh" parodi satirnya terhadap objek yang besar di sebuah tempat bernama Kampung Merdeka. Hartari begitu cekatan dan peka mengambil percakapan tentang penyebutan lock down menjadi isi pembicaraan di WhatsApp ibu-ibu RT. Bu As sebagai tokoh utama di novel itu mengetik kata itu menjadi Lauk Daun.

Selain itu, semua elemen dalam novel "Lauk Daun" dikemas Hartari dengan unik, ringan tapi tetap cerdas menampilkan sindiran satir yang mampu memancing senyum. Oiya, novel ini bukan diperuntukkan untuk bacaan anak SD. Jenjang SMP dan SMA semoga sudah mampulah memahami isinya.

Begitulah, untuk lebih lengkapnya silakan dapatkan novelnya. Sekali lagi saya katakan bahwa acara bedah buku di Teater Kecil TIM kemarin cukup menarik dan sekaligus mempertemukan kami para penulis cerita anak dan penulis lainnya.

Dengan Hartari, si penulis Lauk Daun

Dengan Shahnaz Haque

                Sebagai penutup, kalau mau ikutan Sayembara DKJ, mikirnya jangan berat-berat lagi ya. Tulis saja apa yang bisa kita jadikan cerita seru, unik, dan tentunya punya peluang mencuri perhatian dewan juri. Sama seperti menulis cerita anak, menulis di jenjang ini pun jika cerita kita dekat dan relate dengan kehidupan banyak orang, pasti akan lebih asyik.


Salam Literasi. 💖
Wylvera W.
Ketua Paberland



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...