Minggu, 05 Februari 2012

Perjalananku sebagai Penulis


Kegemaran menulis sudah terasa sejak saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Saat itu, saya mulai tertarik menulis puisi dan cerita-cerita pendek. Namun, karena sekadar hobi, saya belum berani memamerkan tulisan. Buku diarilah yang paling banyak saya jadikan tempat curahan isi hati.
Seiring berjalannya waktu, saya pun beranjak remaja dan menjadi mahasiswi. Hobi menulis masih terus berlanjut. Saya mencoba mengirim tulisan ke surat kabar Analisa di kota kelahiran saya, Medan. Alhamdulillah, beberapa cerpen yang saya kirim langsung diterbitkan. Itulah awal dari berkembangnya rasa percaya diri saya di dunia menulis.



 Ternyata karya dan ide saya bisa diterima dan dibaca banyak orang. Senang sekali rasanya, karena saya juga bisa menraktir teman-teman dari honor yang saya terima. Saya pun mulai berani memamerkan hasil karya ke pihak radio tempat saya bekerja paruh waktu sebagai reporter waktu itu. Cerpen-cerpen saya kerap dibacakan di acara "Kisah Minggu Pagi" di radio Citra Buana Fm. 

@Radio Citra Buana Fm, Medan
Alhamdulillah, satu dari tiga cerpen yang saya ajukan waktu itu (cerpen bergenre misteri) dilirik oleh programmer untuk diadaptasi menjadi drama radio. Mereka meminta saya untuk menulis skenarionya sekaligus. Jadilah cerpen “Misteri Gardu Tua” karya saya, saya adaptasi menjadi drama radio sebanyak 29 episode dengan penggantian judul menjadi, “Antara Dua Dunia”. Beberapa sponsor pun mendukung pemutaran drama itu dan tentu saja hal itu sedikit banyak berimbas ke honor yang saya terima. Alhamdulillah... duitnya banyak ... banyak.
Waktu kembali bergerak. Menjelang kesibukan penyusunan skripsi, saya mulai terlupa pada hobi yang satu ini. Akhirnya tanpa saya sadari, kegiatan menulis cerita terhenti sekian lama.
Setelah menikah dan memiliki sepasang anak, hobi menulis saya belum terusik kembali. Hingga pada suatu hari, saya begitu terganggu ketika ada yang berkomentar, “Hei, Wiek, ngapain kau capek-capek kuliah kalau hanya jadi emak-emak begini ujungnya. Kalaupun enggak bisa ngantor, kau kan dulu bisa menulis, kenapa enggak diterusin bakat itu?” Komentar itu membuat saya kesal banget waktu itu. Seolah jadi ibu rumah tangga itu kok kecil sekali artinya. Tiba-tiba rasa galau pun mengganggu. Saya jadi resah dengan pilihan untuk tak bekerja dan menghasilkan uang. Saya merasa seperti tenggelam dalam rutinitas yang menjauhkan saya dari dunia luar. Ketika itu, muncul keinginan untuk kembali ke dunia menulis,  namun saya tak tahu cara memulainya.
Hari-hari terus bergulir. Kembali saya jalani peran sebagai seorang istri dan ibu seperti sebelumnya. Hingga di tahun 2007, semangat menulis pun muncul memggebu-gebu. Saya harus bisa, karena dulu saya pernah melakukannya. Seorang teman baik, ikut membangkitkan semangat saya. Dia mengajak saya masuk dalam komunitas baru yang anggotanya terdiri dari para penulis dan calon-calon penulis. Nama komunitas itu, Forum Lingkar Pena, Amerika Kanada. Kebetulan saat itu saya dan anak-anak sedang mendampingi suami yang tengah mengambil S2 nya di University of Illinois, Urbana Champaign - US.

Saya pelajari konsep-konsep menulis dari berbagai pelatihan online di FLP-AC. Salah satu pelatihan yang saya ikuti dibimbing oleh pemateri, Benny Rhamdani, salah seorang penulis yang sudah banyak menuliskan buku bacaan anak di tanah air.
Alhamdulillah, tahun 2008, dari hasil pelatihan online itu buku pertama saya terbit dengan judul “Asyiknya Bekerjasama”, sebuah buku seri Character Building for Kids yang diterbitkan oleh DAR!Mizan. Saya semakin bersemangat. Satu persatu karya saya mulai bermunculan dan bisa dibaca orang lain.


Dalam perjalanan baru saya di dunia kepenulisan, tentu saja tidak semulus yang saya bayangkan. Sebelumnya saya mengira begitu gampang menulis cerita, kirim dan diterbitkan. Tidak semudah itu ternyata. Ada hal-hal yang mengecewakan yang pernah saya rasakan. Ketika tulisan saya dikritik, direvisi dan dianggap tidak bermutu, adalah fase yang sangat menyakitkan. Namun, saya tak mau berlama-lama terpuruk dengan rasa kecewa itu. Saya jadikan kritikan itu menjadi cambuk untuk meningkatkan kualitas tulisan. Meski terseok-seok dan terkesan lamban, saya tetap memupuk keyakinan kalau dunia penulis adalah tempat yang indah buat saya. Dengan menulis, saya bisa melepas beban kepenatan yang terkadang menghampiri ketika menjalankan peran sebagai seorang ibu dan istri.
 Begitulah, saya terus menikmati dunia kepenulisan. Dari hari ke hari saya terus berusaha meningkatkan keterampilan dalam menulis lewat berbagai workshop menulis. Suatu hari, seorang teman yang sudah lebih dulu malang melintang di dunia kepenulisan memberi komentar pada tulisan saya. “You are really progressing,” begitu katanya. Saya sangat senang mendengar pujian itu.
Dibalik semua proses perjalanan saya sebagai penulis, diam-diam peran suami dan anak-anak juga sangat berpengaruh. Mereka sangat mendukung dan menambah semangat saya dalam berkarya. Apalagi belakangan kedua anak saya (Yasmin Amira Hanan dan Darryl Khalid Aulia) ikut terjun menjadi penulis cilik. Semua karena imbas dari semangat yang saya tularkan kepada mereka. Meskipun pada akhirnya hanya Mira yang masih bertahan. Dari dukungan mereka tentu ada saja yang terkadang membuat saya ciut. Jangan dikira suami tak pernah mencaci dan mengoreksi karya saya, bahkan terkadang lebih menyakitkan dari seorang editor.
“Bagaimana cerpenku yang satu ini?” tanya saya suatu hari kepada suami. Coba simak apa jawabannya.
“Kamu itu kalau menulis cerita, jangan membuat jenuh pembacanya,” kritiknya tajam membuatku lesu.
“Jadi, harus bagaimana?” tanya saya menguji pengetahuannya tentang menulis. Saya jengkel juga mendengarnya, apalagi suami saya bukan penulis Bete 'kan ya?.
“Banyaklah membaca! Dengan banyaknya bahan bacaan yang kau serap, nanti kau akan mengerti dan bisa membandingkan tulisanmu dengan mereka,” ujarnya.
Saya diam mencoba meresapi kata-katanya. Sesaat setelah suami memberi kritiknya, saya sempat patah semangat. Namun, itu tak lama. Saya mulai menyadari apa maksud dan tujuannya. Suami saya sebenarnya ingin memacu dan menyemangati saya untuk terus mencari tahu cara agar saya bisa mengembangkan kemampuan menulis itu. Banyak membaca! Itulah kunci sukses yang dianjurkannya.
Sampai saat ini, karya saya belum begitu banyak, tapi saya cukup bangga dengannya. Beberapa buku bacaan anak yang saya tulis pun kembali terbit di tahun 2011, lalu buku antologi untuk bacaan dewasa juga kembali menambah koleksi karya saya. Ditambah beberapa tulisan saya yang muncul di majalah, membuat saya semakin yakin menyebut diri sebagai penulis. 

 

Dunia penulis adalah tempat yang sangat menyenangkan buat saya. Banyak berkah yang saya dapatkan dari dunia kepenulisan ini. Selain prestise, saya juga bisa menambah uang tabungan di rekening lewat honor menulis yang saya terima.
Dari pengalaman menulis ini, tepat di pertengahan 2010, saya mendapat tawaran untuk mengajar di salah satu Sekolah Dasar Islam di Bekasi hingga saat ini. Sudah enam tahun saya menjalankan amanah sebagai guru ekstrakurikuler Jurnalistik dan Kepenulisan di SDIT Thariq Bin Ziyad, Pondok Hijau Permai, Bekasi itu. 
Murid-muridku (angkatan pertama, 2010/2011)
Kunjungan ke Panti Asuhan


Angkatan kedua (thn pelajaran 2011/2012)

Di perjalanan sebagai penulis ini juga, saya kembali menerima tawaran menjadi wakil pemimpin dan pimpinan redaksi di majalah Insani (majalah internal Persatuan Istri Pegawai Bank Indonesia/PIPEBI). Di sana saya kembali mengaplikasikan ilmu jurnalistik seperti, liputan, wawancara, fotografi, dan editor, serta penulisan yang pernah kudapat dari materi kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi waktu itu.

Tim Redaksi Insani

Begitulah, dunia penulis terus membawa saya dari satu pengalaman ke pengalaman lainnya. Dan, di awal tahun 2012, sebuah lompatan besar pun saya lakukan. Selepas membekali diri dengan ilmu sebagai trainer di pelatihan “Writer for Trainer” yang dibimbing oleh Benny Rhamdani, di penghujung 2011 kemarin, kini saya siap menjalani peran sebagai Trainer Penulisan dan terus menulis.

Trainers Galeri Kelas Ajaib
Suatu saat nanti, saya boleh pergi dan takkan kembali lagi ke dunia ini, namun saya ingin tulisan-tulisan saya menjadi alat perekat untuk mengenang saya, terutama buat anak-anak saya, suami, dan keluarga tercinta, serta siapa saja yang sempat membacanya. Seperti yang dikatakan oleh Helvy Tiana Rosa, “Ketika sebuah karya selesai ditulis, maka pengarang tak mati. Ia baru saja memperpanjang umurnya lagi." [Wylvera W.]

5 komentar:

  1. Makasih Mbak telah berbagi semangat menulis ^^

    BalasHapus
  2. Sama-sama Mas Fahrie..lanjutkan dan mari bersama menambah semangat ya..:)

    BalasHapus
  3. Terimakasih, Mas Fahri sudah mau berkunjung ke sini..:)

    BalasHapus
  4. inspiratif, aku mau ke Amerikanya mbak, terima kasih mbak, templatenya nice, isi blognya mendidik, jempol untuk si mbake. :)

    BalasHapus
  5. Wah! Makasih, Mbak Cakra.:)
    Hehe, bisa ke Amrik karena rezeki suami bisa sekolah lagi di sana, Mbak... sekali lagi makasih ya. :)

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...