Minggu, 26 Juni 2016

Ramadhan Writing Class dari Awal hingga Akhir



            Awalnya ada keraguan saat keinginan untuk menggelar kelas menulis buat anak-anak muncul kembali. Hal pertama yang membuat ragu itu semata-mata hanya karena sebagai penulis cerita anak, saya merasa tidak produktif setahun belakangan ini. Namun, kecintaan pada kegiatan mengajar dan berbagi ilmu jauh lebih kuat ketimbang perasaan minder itu, maka tekat pun dikuatkan.
            Seminggu Ramadan sudah berlalu. Saya menyampaikan usul untuk menggelar pelatihan menulis sebagai pengisi kegiatan Ramadan anak-anak di Bekasi kepada Mas Herdy Leonardi. Beliau ini adalah Murabbi anak-anak saya dan sekaligus karyawan di Graha Pesantren Enterpreneur, Rukan Eemerald Blok UF 08, Sumarecon, Bekasi.
            Niatan saya disambut baik. Selanjutnya saya teruskan usulan ini ke Mbak Ratna, istri Utadz Herdy sekaligus sahabat saya.  Mbak Ratna spontan menyambut dan antusias ingin mengkoordinir acaranya. Saya takjub karena Mbak Ratna bergerak cepat untuk mendapatkan izin memakai salah satu ruangan yang ada di PE tersebut. Sementara, saya dengan harap-harap cemas meneruskan niatan ini ke editor saya (Imran Laha) dari Penerbit Adibintang. Lagi-lagi, dukungan langsung saya dapatkan. Bahkan penerbit Adibintang mau memberikan hadiah buku-buku kerennya untuk sesi kuis. 

Flyer yang didesain oleh Pak Totok
            Singkat cerita, setelah mendapat izin tempat di Gedung Pesantren Enterpreneur, saya lagi-lagi didukung oleh PakHaji Toto Usprianto (Ketua Dewan Kemakmuran Masjid Al Hidayah tempat saya bermukim) dalam pendesainan flyer. Begitu pula dengan Mas Yudi yang berbaik hati mendesain x banner untuk hari "H". Masya Allah, hati ini bahagia sekali. Allah begitu Maha Pengasih, sebab dari awal hingga akhir Dia membentangkan jalan luas demi terwujudnya niatan tulus saya. Semua demi anak-anak yang berdomisili di Bekasi yang cinta pada dunia menulis.

Cemas menunggu yang mendaftar
            Sejak flyer diposting di facebook dan Instagram, deg-degan pun dimulai. Hari terus berlalu, sementara tanggal pelaksanaan semakin dekat (26 Juni 2016). Yang mendaftar baru 8 orang dari 25 kuota yang disediakan oleh Mbak Ratna selaku koordinator acara. Sampai di hari Jum’at, 24 Juni 2016, tiba-tiba peminatnya ramai, mencapai 24 orang. Lega rasanya, karena target kuota akhirnya terpenuhi dan tentu membuat saya semakin bersemangat ingin berbagi ilmu.
            Saya pikir, setelah 24 anak yang mendaftar, sudah tidak akan bertambah lagi. Ternyata di hari “H” malah berlebih menjadi 27 anak. Mbak Ratna tidak sampai hati menolak tiga anak yang datang bersama orangtuanya dan memberikan uang pendaftaran di tempat. Untunglah goodie bag yang disiapkan sengaja dilebihkan. 

X Banner cantik ini hasil desain Mas Yudi
Awalnya saya ingin membatasi usia peserta hanya boleh untuk kelas 3 sampai kelas 6 SD saja. Tapi permintaan para orangtua ternyata tidak bisa kami tolak, sehingga peserta pun terdiri dari anak kelas 2 SD hingga kelas 3 SMP. Ini membuat saya harus membongkar materi yang sudah ada di power point (bekas pelatihan-pelatihan sebelumnya). Saya harus menyeimbangkan bobotnya supaya bisa dipahami oleh yang kelas 2 SD tapi tidak terlalu ringan juga untuk yang SMP.

Writing Class pun berlangsung seru
            Acara pelatihan digelar di lantai 3 Gedung Pesantren Enterpreneur. Tidak ada eskalator atau lift menuju ke lantai tiga gedung itu. Namun, efek semangat untuk mendapatkan materi tentang menulis cerita, mengalahkan perasaan bakal mengalami kaki pegal dan napas ngos-ngosan menuju ruang pelatihan dalam kondisi berpuasa.
            Pfiuuuh! Lumayan ini naiknya, Bu,” ujar salah satu orangtua peserta yang ikut mengantarkan anaknya ke ruang pelatihan. Kami akhirnya sama-sama tertawa.

Tekun menyimak
Senang banget melihat keseriusan mereka
            Setelah semua hadir, saya pun memulai kelas dengan mengucapkan salam. Sebelum memberikan materi inti, saya memancing anak-anak dengan beberapa pertanyaan awal. Salah satunya tentang alasan mereka mau ikut di “Ramadhan Writing Class” bersama saya.  Wuaaah…! Saya sumringah ketika mereka antusias ingin menjawab.
            “Saya pengin nulis cerita!”
            “Pengin tahu gimana caranya bikin cerita yang bagus!”
            “Mau belajar nulis cerpen!”

"Mau belajar nulis cerpen!" - Naya
            Itu beberapa jawaban yang bikin bibir saya tersenyum puas dan ingin segera memulai kelas dengan semangat. Saya pun memperkenalkan diri kepada mereka. Saya sebutkan nama lengkap saya dan pengalaman yang telah saya peroleh selama menjadi penulis. Semua tekun menyimak dan sesekali terlihat ekspresi kagum dari wajah dan tatapan mereka. Saya sengaja melakukan itu agar mereka semakin antusias. Bukan untuk pamer tanpa alasan.
            Demi mencairkan suasana, saya tiba-tiba meminta mereka menyebut ulang nama lengkap saya. Tawa pun pecah ketika salah satu anak menyebut nama saya dengan terbata-bata dan kurang tepat. Akhirnya saya meminta mereka untuk memanggil saya dengan sebutan “Bunda Wiwiek” saja.
            “Tapi kalau kalian nanti pengin cari buku Bunda di toko buku, jangan cari nama Wiwiek ya. Nggak bakal nemu. Carinya tetap nama Wylvera W. ya…,” kelakar saya membuat mereka tertawa.
            Selanjutnya, materi tentang menulis pun meluncur satu per satu. Mulai dari menemukan ide, tips memilih ide keren dari beberapa ide yang muncul di kepala, membuat pohon ide, meringkasnya dengan membuat contoh dahan dan ranting ide, menentukan karakter tokoh, sinopsis pendek untuk memandu mereka dalam menuliskan ceritanya, membuat judul yang eye catching, memahami unsur-unsur penting yang wajib ada dalam cerita pendek hingga penyuntingan dialog-dialog panjang yang tidak perlu. 
          Semua berusaha saya sajikan dengan contoh dan penjelasan yang rinci serta mudah untuk dipahami.Yang paling seru saat membahas tentang karakter tokoh. Muncullah nama-nama Harry Potter, Cinderella, Dory (dari film Finding Dory), Tom and Jerry, Maleficent, sampai Bawang Merah dan Bawang Putih. Beberapa dari mereka ikut mengomentari dan bikin kelas lumayan ramai. Kelas ramai dengan celetukan-celetukan spontan dari mereka. 
Sesekali saya melempar pertanyaan. Mereka pun tetap antusias menjawab. Ketika saya tanya, apa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang calon penulis yang tidak boleh ditawar-tawar jika dia memang ingin terjun di dunia menulis? Anak yang bernama Amara lantang menjawab, “Membaca!” serunya mantap. Luar biasa! Ini membuktikan kepada saya bahwa anak-anak yang hadir dan ikut pelatihan menulis ini adalah anak-anak yang sungguh-sungguh ingin belajar menulis cerita. Amara mewakili teman-temannya dengan membuktikan diri bahwa mereka adalah anak-anak yang senang membaca juga. 
Cinta membuat ending "Cinta dan Es Krim"
Materi kembali saya lanjutkan. Setelah menetapkan konflik dan nama tokoh, salah satu peserta berhasil membuat saya kagum ketika saya memberikan contoh ilustrasi dan meminta mereka membuat dua kalimat saja dari gambar itu. Dua gambar yang terpampang di layar infokus (gambar anak perempuan dengan dompet kosong di tangannya + gambar es krim). Anak yang bernama Cinta membuat cerita singkat tentang gambar itu dengan ending yang bikin saya tercengang. Luar biasa, saya sendiri tidak sempat memikirkan akan menuliskan tentang ending seperti itu. 
“Cinta sedih karena dia tidak bisa membeli es krim favoritnya. Selain sakit flu, Cinta juga tidak punya uang. Namun, dia tidak putus asa. Ketika melihat seorang kakek pemulung yang keberatan memikul kardus-kardus bekas, Cinta menawarkan diri membantu membawakannya. Sesampainya di gubuk Kakek pemulung itu, Cinta terkejut. Si Kakek pemulung itu memberinya uang sebagai ucapan terima kasih. Cinta tidak tega menolaknya. Setelah itu, Cinta pun bisa membeli es krim favoritnya.”

Amara menjawab pertanyaan
Laili lupa-lupa ingat jawabannya ^_^
Untuk Cinta, saya memberikannya hadiah buku dari penerbit Adibintang. Sebelum masuk ke sesi praktik, saya menguji daya serap dan ingatan mereka terhadap materi yang sudah saya berikan. Ada delapan pertanyaan seputar materi menulis yang saya ajukan. Hebat! Mereka berebut angkat tangan untuk menjawab. Siapa cepat dia dapat tentunya. Delapan buku hadiah dari penerbit Adibintang pun mereka perebutkan dengan seru dengan menjawab semua pertanyaan dengan tepat.

Empat cerita terbaik
            Setelah materi menulis selesai saya berikan, tibalah di sesi praktik membuat cerita pendek dengan bantuan ilustrasi. Ada dua ilustrasi yang saya berikan. Mereka bebas memilih. Saya berikan waktu tiga puluh menit untuk mereka. 

Pada serius bikin cerpennya


            Perhatian saya langsung tertuju pada anak yang masih kelas 2 SD tadi. Saya pikir dia menyerah dan merasa kalah dari kakak-kakaknya yang lain. Ternyata, Nayla (nama anak itu) tetap bersemangat dan berusaha membuat cerita versinya. Masya Allah … terharu hati saya melihat semangat Nayla dan dua temannya yang sama-sama masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar.
            Tiga puluh menit pun berlalu dan saya harus memilih 4 cerita terbaik dari 27 cerita yang sudah mereka kerjakan. Tentu saja, tidak semua mampu menyelesaikan dengan tuntas. Saya tetap memberikan apresiasi untuk usaha mereka. 

Delapan anak yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar
             Akhirnya terpilihkan empat cerita terbaik, masing-masing dengan judul dan nama penulisnya. Masing-masing mereka mendapatkan satu buku karya saya dan penerbit Adibintang.
  1.       Tongkat yang Menghilang – Nisa
  2.       Nina dan Nino – Azka Awalinda Isra
  3.       Cerita oleh Ibu – Aufa (ini anak cowok lho)
  4.       Kemah Sekolahku – Cintania Aulia Adi Putri
Empat cerita terpilih

Ini penulisnya ;)
           Sebelum menutup “Ramadhan Writing Class”, kami pun berfoto bersama dan anak-anak dioleh-olehi goodie bag sebagai bentuk rasa terima kasih kami. Saya berharap, setelah pelatihan ini, mereka semakin percaya diri untuk berani menulis kisah-kisah dari ide-ide keren yang mereka temukan. Aamiin.

Foto bersama peserta dan Bunda Ratna
            Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada Ustadz Herdy Leonardi, Syarifah Ratna Alaydrus (Ratna), Pak H. Toto Usprianto, Mas Yudi, Penerbit Adibintang dan Mas Imran Laha, Pesantren Enterpereneur yang telah mendukung terselenggaranya acara ini. Tak lupa ucapan terima kasih saya kepada para orangtua yang telah memercayakan anak-anaknya untuk mengikuti “Ramadhan Writing Class” ini bersama saya. Semoga apa yang saya berikan di momen Ramadan ini memberikan manfaat dan berkah. Aamiin.
Sampai jumpa di pelatihan menulis berikutnya. Salam. [Wylvera W.]
           

17 komentar:

  1. Luar biasa, keinginan bunda Wylvera yang gigih sudah membuahkan hasilnya, bahkan melebihi target. Pengalaman bunda ini tentu mencerahkan bagi orang lain meski jenis urusannya berbeda. Selamat ya Bunda.. (Toto Usprianto)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, Pak.
      Saya hanya mengerjakan dari rumah, Mbak Ratna yang kerja keras sebenarnya. Btw, saya selalu senang kalau bisa berbagi tentang dunia menulis kepada anak-anak. Semoga Allah memberkahi. Aamiin....
      Terima kasih sekali lagi sudah membantu dan mau saya recoki ya. :)

      Hapus
  2. terinpirasi mbak Wik, semangat untuk berbagi tak perlu menunggu bola, tp dengan menjemputnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, Mbak.
      Doakan kegiatan seperti ini ada kelanjutannya ya. Aamiin

      Hapus
  3. Begitu ya, Mbak, kalau keinginan untuj berkembang itu menggebu dari anak-anak. Bahkan kita pun ngga berani untuk menolak saat mereka mendaftar :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Enggak tega. Makanya materinya yang kubikin tidak terlalu rumit supaya yang masih kelas 2 dan 3 SD bisa ngikuti, Mbak

      Hapus
  4. Maasya alloh luar biasa kegiatannya mbak wiwiek. Semoga ilmu yg diberikan menjadi amalnjariyah. O iya kalau ingin mengordinir kegiatan serupa di tangerang bisakah mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin.
      Makasih, Mbak.
      Mau bikin di Tangerang ya? Bisa aja, monggo Mbak. :)

      Hapus
  5. Hai, Bunda^^ Aku Bila yang ikut Ramadhan Writing Class

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Bila. Gimana komentarnya setelah ikut RWC? :)

      Hapus
  6. masya allah, masih ada wanita yang seperti ibu.. bisa memotivasi anak-anak untuk menjadi penulis.. sebagai kegiatan positif.
    jujur. adik masih malu malu kalau pengen seperti ibu.. kurang pengalaman

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan menunggu. Justru dimulailah agar yg pertama itu bisa jadi pengalaman untuk gerakan berikutnya. :)

      Hapus
    2. ya bu, makasih nasihat nya. harus move on jangan waiting hehehe

      Hapus
  7. ramadan mubarok nih, heheheh

    BalasHapus
  8. dari dulu pengen sekali jadi penulis, doakan ya Mbak, heheh

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...