Kamis, 10 Mei 2012

Sepatu Daun Pucuk Pisang dan Sandal Jepit Ipah

Oleh: Wylvera W.
           
Seminggu sebelum masuk kelas baru, Mama berjanji akan membelikanku sepatu, karena aku sudah tak ingin memakai sepatu lamaku. Menurutku, sepatu lamaku itu sudah tak layak pakai. Tapi, karena uang Mama terlanjur habis terpakai untuk membelikan tas baru buat adikku, aku terpaksa mengalah.
            Esoknya, sehari sebelum masuk sekolah, Mama memberiku sepasang sepatu. Kupikir itu sepatu baru, ternyata bukan.
“Tadi, kakak sepupumu menitipkan ini buatmu. Katanya, sepatu ini sudah tak dipakai lagi,” ujar Mama menunjukkan sepasang sepatu berwarna hijau muda.
            “Ih, warnanya bikin sakit mata! Lagi pula itu kan warna pilox!” protesku tak suka pada warna sepatu itu.
            “Pakai sajalah, daripada kau tak nyaman memakai sepatu lamamu,” bujuk Mama dengan nada memelas.
            Lagi-lagi aku harus mengalah. Padahal, Mamaku tahu kalau aku paling tak suka dengan warna hijau ngejreng seperti  warna sepatu itu.  Aku ingin menangis, tapi kutahan dalam hati.
*
“Wow! Sepatumu antik ya, Wie!” seru temanku kala itu. Aku pura-pura tak mendengar seruannya yang terkesan mengejek di telingaku.
“Aku tak suka dengan sepatu ini!” kataku kesal.
            “Beli di mana?” tanyanya lagi semakin membuatku ingin segera melempar sepatu itu ke tong sampah.
            “Ini enggak beli!” bentakku spontan.
            “Lho, kok marah?” tanyanya lagi.
Aku tak menanggapi pertanyaannya. Kutinggalkan dia. Aku tak mau melihat wajah temanku itu. Biarkan dia bingung dengan sikapku. Aku kesal melihat sepatuku yang berwarna hijau muda ini. Persis warna daun pucuk pisang. Aku tak suka!
            Hari itu adalah hari pertamaku duduk di kelas enam. Setiap tahun ajaran baru, pasti teman-temanku sibuk memamerkan barang-barang baru hadiah orangtua mereka. Dari mulai tas, baju seragam, sampai sepatu baru. Sementara aku, jangankan tas dan seragam baru, sepatu pun aku harus pasrah menerima warisan dari kakak sepupuku.
            “Teng! Teng! Teng!”
            Bunyi lonceng memberi aba-aba agar semua murid berkumpul di halaman sekolah. Kalau boleh, aku ingin duduk di kelas saja. Aku malas melihat kaki teman-temanku yang berbaris nanti. Pasti mereka bangga dengan sepatu barunya.
            Dengan dada derdegup kencang, aku menunggu komentar teman-teman lainnya tentang warna sepatuku. Belum sempat aku berpikir panjang, mataku tertuju pada sepasang kaki yang hanya memakai sandal jepit.
            “Sepatumu mana, Pah?” tanyaku berbisik kepada Ipah yang berbaris di sebelahku.
            “Tapaknya sudah jebol, enggak bisa dipakai lagi,” jawabnya dengan suara bergetar menahan tangis.
            “Enggak punya sepatu baru?” tanyaku lagi.
            “Emakku enggak punya duit. Sudah seminggu Bapakku sakit. Duitnya habis buat beli obat,” jawabnya semakin pelan.
            Aku terdiam. Mataku berkaca-kaca. Ingin rasanya aku keluar dari barisan dan berlari memeluk Mamaku. Kupandangi sepatuku dengan mata berair. Sesekali kulirik kaki Ipah dan sandal jepitnya. Aku malu sekali karena tak pandai bersyukur atas rezeki sepatu bekas dari kakak sepupuku. Aku jauh lebih beruntung dibanding Ipah. Bahkan sepatu lamaku jauh lebih bagus dari sandal jepit Ipah. Aku ingin buru-buru memberikan sepatu lamaku untuk Ipah.
*
            Sepatu warna hijau daun pucuk pisang tak lagi membebaniku. Tiba-tiba aku merasa senang dengan warna itu. Apalagi saat teman-temanku memuji keunikan warna sepatu bekasku itu. Meskipun hanya diwarnai dengan pewarna pilox, sepatu warisan kakak sepupuku itu jadi kelihatan seperti sepatu baru. Sementara, Ipah tak lagi memakai sandal jepit usang miliknya.

***
*Tulisan ini diposting untuk Lomba Menulis Kisah Inspirasi Sepatu Dahlan*












BIODATA PENULIS
Nama                           : Wylvera Windayana
Alamat                          : Jl. Borobudur No.8 Blok 4 Rt.4/Rw.12
                                     Perumahan Bumi Bekasi Baru
                                     Bekasi, 17115
Telepon                       : (021) 82426005/08121039145
E-mail                          : wylvera_windayana@yahoo.com
Blog                            : http://wylvera.blogspot.com



____________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...