Minggu, 10 Januari 2016

Melepas yang Dicinta



Beberapa edisi Majalah Insani yang saya gawangi (dokpri)
            Menyukai “sesuatu” lalu memberi rasa cinta padanya, menjadi sebuah momen yang selalu menyenangkan. Apalagi jika rasa cinta itu mampu menumbuhkan semangat serta meningkatkan kreativitas. Tentu berat jika tiba-tiba harus melepasnya.
            Menulis adalah sesuatu yang membuat saya selalu merasa lebih hidup dan berenergi. Dengan menulis saya seolah bebas menciptakan ruang pribadi. Atau membuka ruang itu untuk bisa dinikmati dan memberi inspirasi bagi siapa saja. Seperti itulah saya menggambarkan kecintaan saya pada menulis yang saya sebut sebagai “sesuatu” tadi.
            Kecintaan pada keterampilan menulis dari waktu ke waktu berhasil menambah warna hidup saya. Bahkan akhirnya saya yakin menyatakan profesi saya saat ini adalah penulis. Seolah saya tidak peduli, jika profesi yang saya sematkan sendiri di diri saya ini mungkin sempat menjadi tertawaan mereka yang lebih mumpuni. *semoga saja belum ada yang menertawakan ya ^^*
         Profesi penulis dari hari ke hari membuka banyak kesempatan kepada saya. Mulai dari mengajar kelas ektrakurikuler "Jurnalistik dan Menulis" di level sekolah dasar, diundang sebagai pemateri di workshop menulis pada beberapa event, hingga didapuk menjadi pemimpin redaksi pada majalah internal di organisai para istri pegawai Bank Indonesia. Maka semakin yakinlah saya bahwa penyematan kata “penulis” sebagai profesi saya bukan sekadar isapan jempol belaka. *sombong sedikit boleh kan ya, ketimbang disombongin :p*
              Baiklah, terlalu panjang prolognya ya. Sebenarnya saya sedang sedih. Pengin curhat. Cuma supaya terlihat elegan dan tidak terkesan lebay, yaaa beginilah. *padahal ya lebay juga ih ... tarik napas dalam* 

Mantan team Redaksi Majalah Insani (2013 - 2015) yang solid (dokpri)
          Begini ceritanya. Pasalnya, saya harus melepas salah satu pekerjaan yang saya cintai. Selama ini saya dipercaya mengomandoi team redaksi majalah internal Persatuan Istri Pegawai Bank Indonesia (PIPEBI). Nama majalah itu adalah Insani. Kepercayaan itu tentunya tidak serta-merta diberikan. Sebelumnya saya memang sudah pernah menjadi anggota bahkan menjabat sebagai wakil pemimpin redaksinya. Ceritanya ada di sini
        Begitulah, mungkin kontribusi saya di majalah itu dinilai baik oleh Ketua PIPEBI terpilih periode 2013 – 2015. *ini bukan ge-er tapi pede, haiiish* Beliau meminta saya duduk di posisi yang lebih menentukan. Resmilah saya menjadi pemimpin redaksi majalah itu sejak 2013 sampai saat ini.
         Selama menjadi komando barisan pemimpin redaksi di Majalah Insani, saya sendiri tidak pernah memberi pujian dalam pencapaiannya. Biarkan pembacanya yang menilai. Alhamdulillah, berbagai reward pun menghampiri. Mereka melihat dan mengatakan bahwa Majalah Insani semakin hari semakin bervariasi dan sajian kontennya lebih fresh. Sejujurnya saya tidak mengharapkan pujian. Namun, sebagai manusia biasa tentu saja komentar-komentar positif yang datang dari ibu-ibu istri pegawai BI itu, membuat hati saya berbunga-bunga (semoga semuanya tulus ya). Dan, ini tentu saja tidak lepas dari kerja sama team redaksi, para kontributor, dan bantuan editor spora (dari percetakan) di dalamnya.        
            Ada beberapa hal yang membuat saya betah dan semakin mencintai posisi sebagai pemimpin redaksi di Majalah Insani. Saya jadi banyak belajar tentang kemampuan memimpin, mengorganisir, serta memahami beragam karakter anggota dan pimpinan yang lebih berwenang dari posisi saya. Ini jelas sekali membedakan ketika saya menulis untuk diri saya sendiri atau untuk blog saya. Meskipun hampir 75 persen saya yang memberi keputusan dalam menentukan tema, rubrik, dan kontennya, namun peran Ketua, Wakil, serta pengurus PIPEBI tetap menempati 25 persennya. Lagi-lagi porsi ini membuat saya semakin belajar untuk menerima masukan. 

Suasana rapat redaksi dengan pengurus PIPEBI dan Spora (dokpri)
            Selain itu, jabatan saya di Majalah Insani, membuka kesempatan untuk lebih mengenal dan berbincang dengan para istri petinggi Bank Indonesia. Kalau bukan pemimpin redaksi Majalah Insani, mungkin saya tidak akan pernah mendapat kesempatan ngobrol dengan Ibu Nies Agus DW Martowardojo (istri Gubernur BI), Ibu Arulita Mirza Adityaswara (istri Deputi Gubernur senior BI), Ibu Hendar dan Ibu Erwin yang sama-sama merupakan istri Deputi Gebernur BI.
            Namun, semuanya harus saya tinggalkan. Masa kepengurusan PIPEBI sudah berakhir di Desember 2015 yang lalu. Itu artinya tanggung jawab sebagai pemimpin redaksi pun ikut berakhir. Beberapa waktu sebelum jabatan itu berakhir, tentunya saya mulai menyusun kegiatan baru untuk mengisinya. Diantaranya; saya bersedia diminta sebagai humas di Gerakan Peduli Remaja (GPR) dengan segala program kerjanya di tahun mendatang dan kembali mengajar kelas menulis di Yayasan Ummu Amanah, PKBM Al Falah (sekolah anak-anak pemulung), Bantargebang. Selain itu, saya ingin kembali fokus pada dunia menulis agar bisa menghasilkan karya buku lagi.
            Tanggal 20 Januari 2016 nanti, serah terima jabatan akan dilaksanakan antara Ketua PIPEBI lama kepada Ketua PIPEBI terpilih untuk periode 2015 – 2017. Saya pun harus bersiap melepas tanggung jawab sebagai pemimpin redaksi. Keputusan itu sudah saya dengung-dengungkan ke mantan ketua. Namun, ternyata saya belum bisa benar-benar melepasnya. Saya diminta kembali untuk menanggungjawabi edisi Januari 2016. Saat ini saya sedang mengerjakannya, masih bersama team yang lama.
            Meskipun sedih karena akan melepas apa yang sudah terlanjur saya cintai, saya harus konsisten. Sebab setelah ini, saya harus fokus pada tanggung jawab dan amanah yang baru. Itu yang saya mantapkan dalam hati. Namun, lagi-lagi saya dibuat galau. Belum lagi Insani terbit untuk edisi Januari 2016, tiba-tiba Ketua PIPEBI terpilih menghubungi saya via telepon. Sempurna galau jadinya.
            Ketua baru meminta dengan sepenuh hatinya agar saya tetap menggawangi majalah tercinta milik PIPEBI itu. Bayangkanlah, betapa saya gugup menjawab permohonan  beliau di telepon waktu itu. Di satu sisi, saya memang masih cinta dan ingin meneruskan mengurusi majalah Insani. Namun, di sisi lain, saya juga tidak boleh abai pada komitmen baru yang sudah saya pilih. Akhirnya karena menimbang-nimbang semua itu, saya masih menggantung dan terkesan memberi harapan pada beliau.
            Kemarin, setelah berdiskusi dengan suami tercinta, akhirnya saya mantap mengambil keputusan. Saya harus rela melepas jabatan pemimpin redaksi itu, walaupun saya masih cinta dan ketua terpilih sangat mengharapkan keberadaan saya di sana. Saya harus tegas, kata suami. Jangan menggantung atau memberi harapan palsu. Mudah-mudahan setelah saya memutuskan secara pasti nanti, PIPEBI menemukan pemimpin redaksi baru yang lebih mumpuni dan amanah dari saya. Semoga Majalah Insani tidak berhenti terbit dan terus memberikan manfaat bagi seluruh keluarga besar Bank Indonesia. Semoga setelah curhat di sini hati saya tidak galau lagi. Semoga .... Aamiin. [Wylvera W.]

16 komentar:

  1. Alhamdulillah, satu amanah selesai, amanah lain sudah menunggu. Good job, Kak Wiek!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, alhamdulillah, Hay.
      Naumn, masih menunggu memberi jawaban pasti tanggal 20 Januari ini. Doakan semoga aku konsisten ya.

      Hapus
  2. Sepakat dengan pesan yg disampaikan di akhir postingan, harus bisa tegas mengambil keputusan...keep fight mb ;)

    BalasHapus
  3. Semoga nanti diberi ganti yang jauh lebih baik ya mbak

    BalasHapus
  4. Semoga nanti diberi ganti yang jauh lebih baik ya mbak

    BalasHapus
  5. Mbak, selamat menjalankan amanah baru, ya. Semoga dilancarkan. Aamiin

    BalasHapus
  6. Baru tahu kalau sudah selesai masa tugasnya. Sudah dapat job manggung di mana nih? *eh :D

    BalasHapus
  7. Mba kereeeen, mau dong belajar nulia dr mba

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...