Selasa, 03 Mei 2016

Mengenal Profesi lewat Kelas Inspirasi



Sempat berfoto karena masih pagi ^_^
            Semua bermula dari colekan seorang teman di facebook. Ia membagi info tentang Kelas Inspirasi yang akan digelar di Jakarta dan sekitarnya. Di sana dikatakan bahwa Kelas Inspirasi Jakarta #5 kembali mengundang para profesional yang sukses karena pendidikan, untuk terjun langsung berbagi cerita dan inspirasi tentang jejak langkah profesi selama sehari di Hari Inspirasi Jakarta.
            Membaca kata “profesional”, awalnya sempat mengendurkan semangat saya untuk ikut mendaftarkan diri. Sekuat hati saya berusaha membulatkan tekad dengan mengedepankan rasa kepedulian terhadap pendidikan. Akhirnya saya pun mendaftar. Setelah mensubmit form isian pendaftaran, saya berharap agar bisa lolos. Alhamdulillah, akhirnya saya memang terpilih dari ratusan pendaftar. Saya pun tergabung dalam Kelas Inspirasi Jakarta yang kelima (#KIJKT5).

Pertama kali ikut briefing
            Setelah lolos dalam seleksi pendaftaran, semua relawan yang tergabung di Kelas Inspirasi Jakarta 5 melakukan briefing pada tanggal 17 April 2016. Saya hadir di Gedung The Energy Building Soehanna Hall, Jakarta Selatan. Saat saya tiba di sana, belum begitu ramai. Hingga akhirnya gedung pun dipenuhi para relawan, baik yang baru pertama kali ikut seperti saya maupun yang sudah pernah.

Inilah para relawan Kelas Inspirasi Jakarta #5
            Dalam diam, saya terus mengamati suasana. Betapa saya terharu melihat ratusan relawan dengan wajah-wajah suka-cita berkumpul di sana. Mereka siap menyisihkan waktu di tengah-tengah kesibukannya untuk berbagi dan menginspirasi anak-anak SD di penjuru Jakarta.

Dari whatsapp, meeting, lesson plan, survey, hingga hari inspirasi
            Dari briefing, kami pun dibagi ke dalam beberapa kelompok. Saya tergabung di kelompok Jakarta 48 yang akan berbagi inspirasi di SDN 01 Kalibaru, Cilincing Jakarta Utara. Saya tiba-tiba seolah merasa muda kembali. Anggota kelompok Jakarta 48 ini terdiri dari anak-anak muda yang energik dan luar biasa kreatif. Kami berkumpul di whatsapp group. Bayangkan saja. Dari semua grup whatsapp yang ada di hape saya, Kelas Inspirasi 5 – JKT 48 lah yang paling heboh. Kalau saja malam boleh tidak tidur, mungkin mereka akan melakukan obrolan 24 jam penuh dalam sehari. *ngikik ngebayanginnya*
            Saya tidak terlalu lincah mengikuti semua perbincangan teman-teman satu tim di whatsapp. Lebih sering menyimak dan mengikutinya plus senyum-senyum kalau pas topik membelok ke yang lucu-lucuan. Hebatnya, interaksi seperti itu yang akhirnya melekatkan pertemanan kami. Di antara mereka, ada beberapa orang yang sudah pernah menjadi relawan inspirator, dokumentasi dan fasilitator Kelas Inspirasi. Sisanya baru pertama kali, termasuk saya. Namun seolah kami sudah saling mengenal sejak lama. Bonding (ikatan) pertemanan di antara kami terekat begitu saja.

Meeting pertama dengan tim Jkt48
            Dari whatsapp group itu pula kami menyusun lesson plan (rencana pembelajaran) untuk hari “H”. Pertemuan-pertemuan berikutnya ditetapkan. Sayangnya, saya hanya bisa hadir satu kali. Padahal ingin sekali rasanya bisa ikut meninjau sekolah yang menjadi tempat kami berbagi inspirasi. Apa daya, waktu saya kurang pas dengan jadwal survey itu. 
            Menjelang hari “H”, obrolan di grup whatsapp semakin intens. Hanya satu alasan yang memotivasi kami berupaya menyusun rencana serapi mungkin, yaitu agar anak-anak di SDN 01 Kalibaru benar-benar terinspirasi dengan kehadiran kami. Hingga malam sebelum tanggal 2 Mei 2016, kami masih saling mengingatkan satu sama lain. Termasuk janji bertemu di beberapa titik agar bisa tepat waktu tiba di lokasi, menjadi bagian pembicaraan. Intinya, rasa tak sabar menunggu hari bersejarah itu begitu tersirat. Salut saya!

Keseruan di hari inspirasi, 2 Mei 2016
            Pagi bersejarah (buat saya sih sebenarnya) itu kami awali dengan briefing singkat yang ditutup dengan doa bersama. Hari itu bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Momen yang lagi-lagi membuat saya merasa sangat beruntung. Untuk pertama kalinya saya ikut Kelas Inspirasi, langsung merasakan momen upacara hari nasional. 

Inilah tema dari Kelompok #JKT48
Saya tiba di sekolah ini
Bangga dan bahagia memenuhi rongga dada saya begitu upacara dimulai. Rasa haru terus menguasai hati saya selama menyaksikan urutan acara yang diawali dengan pengibaran bendera, menyimak grup marching band yang anggotanya terdiri dari murid-murid sekolah itu sendiri, hingga akhirnya kami diperkenalkan oleh pembina upacara satu per satu kepada seluruh murid dan para guru. Selebihnya, acara semakin heboh dan seru saat teman inspirator (Adi Waluyo) mengambil alih untuk memimpin yel-yel bersama murid-murid di lapangan sekolah itu. 

Saat upacara bendera memperingati Hari Pendidikan Nasional
Kami berdiri di depan barisan murid-murid SDN 01



Permainan tepuk tangan yang variatif sebagai contoh ice breaking yang paling gampang tapi menyegarkan, langsung mencairkan suasana. Anak-anak begitu gembira dan bersemangat. Termasuk kami, para inspirator yang akan mengajar di kelas menggantikan guru-guru mereka.  
                                                                                                                                               Kelas Inspirasi pun dimulai 
Tibalah waktunya masuk ke kelas. Saya mendapat 4 kelas (kelas 5D, 4A, 5B, dan 1A). Lesson plan yang sudah saya persiapkan lengkap dengan segala propertinya sangat membantu. Setiap kelas tentu berbeda. Kelas pertama yang akan saya masuki adalah kelas 5D yang kelasnya ada di lantai 3. 
Alhamdulillah, pengalaman mengajar di sekolah dasar (walau hanya seminggu sekali) selama enam tahun banyak membantu saya. Hari itu, saya seolah sedang bersiap-siap mengajar murid-murid saya sendiri. Apalagi materi yang akan saya bagi juga sama, yaitu bercerita tentang profesi saya sebagai penulis. Salam dan perkenalan membuka pertemuan saya dan anak-anak kelas 5 itu. Saya sebutkan nama saya tanpa memberitahu apa profesi saya.
Hal berikutnya yang saya lakukan adalah memancing mereka dengan pertanyaan tentang cita-cita mereka. Mereka dengan lantang menyebutkannya. Ada yang ingin menjadi dokter, guru, tentara, polisi, insinyur, ustad, dan pilot. Tak satu pun yang menyebut cita-cita seperti profesi saya saat ini. Minderkah saya? Oh, tentu tidak! Justru saya semakin merasa tertantang dan semangat ingin mengenalkan profesi saya.
Teringat pesan dari penggagas Kelas Inspirasi, sebagai inspirator, saya tetap konsisten untuk mengajak murid-murid sekolah dasar (khususnya murid-murid di kelas yang saya temui) untuk tetap memupuk semangat, belajar dengan sungguh-sungguh agar apa pun yang mereka cita-citakan bisa tercapai sesuai dengan harapan mereka.
Kembali ke profesi, walaupun saat upacara sebelumnya, salah satu teman inspirator (Alief) yang bertugas sebagai pembina upacara sudah memperkenalkan kami lengkap dengan profesinya masing-masing, tidak semua anak akan mengingatnya. Kartu tanda pengenal (name tag) dari Kelas Inspirasi, sengaja saya balik agar mereka semangat untuk menebak. Saya tertawa mendengar mereka sibuk menebak profesi saya. Paling banyak menyebut saya ini guru. Mungkin penampilan saya saat itu tidak jauh berbeda dari ibu-ibu guru mereka. *pengin ganti kostum sih sebenarnya, hahaha*


Saya pun kembali bertanya, “Siapa yang senang membaca?” “Buku apa yang paling suka dibaca?” Sebagian dari mereka menjawab buku cerita adalah buku yang paling mereka sukai. Dari sanalah saya akhirnya menjelaskan bahwa buku-buku yang pernah mereka baca itu tidak tercipta begitu saja. Ada seseorang yang telah berupaya menuangkan ide-idenya agar tersusun menjadi rangkaian cerita yang akhirnya layak untuk dibukukan.
“Nah, sekarang kalian sudah bisa menebak apa profesi Ibu?” tanya saya lagi.
“Penuliiis …!” jawab sebagian mereka bersamaan. Hebat!
Tentu tidak semua bisa langsung paham dengan profesi saya ini. Saya maklumi itu. Profesi penulis bisa jadi belum akrab buat mereka. Itulah sebabnya mengapa saya membulatkan tekad saat mendaftar di seleksi Kelas Inspirasi. Saya ingin agar lebih banyak anak yang akrab dengan profesi penulis. Saya juga menceritakan bagaimana pengalaman saya dalam memutuskan untuk memilih profesi itu. Intinya, jika ingin menjadi penulis, fokuslah. Jadilah penulis yang memiliki kedisplinan dan ketekunan. Begitu juga dengan cita-cita lain yang ingin mereka capai.

Memancing ide lewat gambar
            Setelah menjelaskan tentang profesi saya sebagai penulis, saya pun mengajak anak-anak  berlatih tentang salah satu proses dalam kegiatan menulis cerita. Saya ajak mereka untuk memancing idenya lewat gambar-gambar yang sudah saya pilihkan. Saya berikan waktu sekitar 15 menit dan memilih 1 dari 4 gambar yang saya sajikan.

Satu dari 4 gambar yang harus mereka pilih untuk dijadikan cerita
Inilah 3 tulisan yang berhasil selesai dalam durasi 15 menit
            Tiga murid yang lebih dulu menyelesaikan cerita singkat yang sudah dibuatnya, saya minta tampil ke depan kelas (maaf, tidak ada fotonya ya :( ). Mereka pun bergiliran membacakan ceritanya. Luar biasa! Imajinasi mereka sudah seperti seorang penulis betulan saja. Singkat ceritanya tapi sudah lumayan bagus untuk murid yang tidak pernah mendapatkan pelatihan menulis cerita selama ini. Saya ajak teman-teman mereka memberikan tepuk tangan sebagai bentuk apresiasi.

Menampilkan video singkat dan membuat cerita dari boneka
            Kelas berikutnya yang saya masuki adalah kelas 4A yang letaknya ada di lantai 2. Salam dan pembuka tidak jauh berbeda dari kelas sebelumnya. Hanya improvisasi di bagian-bagian kecil saja agar saya sendiri tidak bosan. *hahaha … pengakuan ini*
            Sebenarnya saya ingin menunjukkan video yang menampilkan bagaimana saya telah mencapai berbagai prestasi dan manfaat dari profesi yang saya pilih. Namun karena keterbatasan fasilitas (tidak ada infokus), saya hanya menyajikannya lewat laptop yang saya bawa. Saya mengangkat laptop itu dan berjalan mendekati bangku mereka. Saya memutar ulang beberapa kali agar semuanya bisa melihat. Lagi-lagi sayang, tidak ada bukti dokumentasinya. Harap maklum ya, pembaca. *mengatupkan sepuluh jari*
            “Wah! Itu ibu fotonya di luar negeri ya?!” seru salah satu murid ketika melihat foto saya sedang memegang buku karya saya dan memakai baju musim dingin.
            Itulah pertanyaan yang membuka pintu bagi saya untuk menjelaskan betapa profesi penulis pun mampu menghantarkan kita ke negeri lain. Bagaimana caranya? Tentu dengan tekun dan disiplin melahirkan karya-karya buku yang bagus dan bermanfaat agar banyak yang membutuhkannya. Selain mendapatkan uang dari karya, profesi penulis juga bisa membawa kita untuk lebih dikenal. Kalau sudah dikenal maka kesempatan lainnya akan mengikuti.  

Shira sedang bercerita dengan tokoh seekor sapi (foto: Sita)
            Selanjutnya, saya mengajak mereka memraktikkan cara mencari ide dan merangkainya menjadi cerita lewat alat peraga boneka. Saya sudah menyiapkan tiga boneka; monyet, sapi, dan kelinci. Mereka sangat antusias di awalnya untuk mengangkat tangan dan memilih boneka mana yang lebih dulu dijadikan tokoh utama ceritanya.
            Akhirnya boneka sapi mendapat pilihan terbanyak. Secara bergantian mereka maju ke depan kelas dan memamerkan idenya. Ada 4 anak yang bergantian maju dan masing-masing mampu menyusun 5 kalimat. Luar biasa! Jadi penulis itu ternyata tidak sesusah yang dibayangkan.

Menyusun guntingan kata menjadi sebuah pembuka cerita
            Selesai di kelas 4A, saya harus kembali menuruni tangga menuju kelas 5B. Begitu sampai, saya sempat terkejut sekaligus terharu. Mereka menyambut saya dengan nyanyian selamat datang yang diakhiri dengan ucapan terima kasih di akhir lirik lagunya. Untunglah saya masih kuat menahan air mata. Padahal sejujurnya, hati ini mulai bergerimis waktu itu. Dua kelas pertama yang saya masuki sebelumnya saja sudah membuat saya excited, tiba-tiba saya dikejutkan dengan penyambutan seperti itu. *meleleh ….*
Salam dan pembuka serta pengenalan profesi serta upaya saya mencapai profesi pun kembali saya ulas di depan kelas. Berikut dengan ajakan untuk tetap semangat meraih cita-cita yang mereka inginkan. 
Seperti di kelas 5 sebelumnya, saya juga mengenalkan pekerjaan penulis itu seperti apa. Sebagai contoh, saya ajak mereka untuk menyusun guntingan kata (sudah saya siapkan dari rumah) menjadi kalimat pembuka cerita. Sesaat saya sempat berpikir bagaimana caranya agar mereka bisa dibagi menjadi enam kelompok. Kalau menggeser-geser meja, jatah durasi yang hanya 45 menit, tidak akan cukup.
“Bu, ngerjainnya sambil duduk di bawah aja. Ini aja alasnya!” tiba-tiba salah satu murid memberikan usul keren. 
Seru melihat mereka serius berdiskusi menyusun kata
Mereka pun sibuk mengambil beberapa karpet tipis untuk digelar di lantai, tepat di depan papan tulis. Sementara saya membantu menggeser posisi meja guru merapat ke dinding. Setelah saya membagi 6 bungkus plastik berisi guntingan kata dan kertas manila, mereka mulai sibuk berdiskusi. Waktu yang saya berikan hanya 15 menit. Dalam waktu yang bagi mereka sangat singkat, mereka berusaha keras menyusun kata-kata itu.
Sempat terjadi kericuhan saat satu kelompok berdebat menentukan posisi kata. Yang satu mengatakan A, yang lainnya memilih B untuk diletakkan di bagiam kalimat yang sudah mereka susun. Saya puas melihat keantusiasan mereka.
“Emang kalau jadi penulis harus begini ya, Bu?” ada yang bertanya tiba-tiba.
“Tidak harus seperti ini. Tapi dari cara seperti ini, akan membantu memancing kreativitas kalian. Itu modal buat menulis,” jawab saya.
“Ooo … gitu,” balasnya dengan wajah polos.
 
Hasil kerjasama mereka
Akhirnya dua kelompok berhasil menyusun kata-kata menjadi satu paragraf pembuka cerita. Meskipun tidak sempurna susunan kalimatnya, yang penting mereka sudah ikut merasakan bagian kecil dari pekerjaan seorang penulis.

Kelas 1A yang memicu adrenalin
            Setelah selesai di kelas 4A, kami diberi waktu untuk istirahat. Udara yang semakin siang semakin gerah itu, sempurna membuat kami basah oleh keringat. Maklumlah, sekolah tempat kami berbagi tidak ada pendingin ruangannya. Sementara kami harus tetap konsisten bergerak dan berbicara dalam durasi 45 menit tanpa jeda. Begitulah pekerjaan seorang guru. Hari Pendidikan Nasional pada hari itu membuat saya benar-benar menjura pada pengabdian para guru.
            Sebelum tiba sesi terakhir buat saya, sempat terjadi kekeliruan sebentar. Saking semangatnya, saya tidak melihat jam lagi. Begitu bel tanda masuk berbunyi, saya buru-buru menuju lantai 2 untuk mencari ruang kelas 1A. Saya kembali terpana ketika tiba di depan kelas. Ibu guru meminta murid-murid kelas 1 itu bernyanyi untuk menyambut saya. Belum lagi anak-anak itu selesai menyanyi, Alief (salah satu teman inspirator) muncul di depan kelas. Alief memberitahukan kalau saya masuk setelah sesinya. Akhirnya kami sama-sama tertawa. Terutama saya yang sudah keliru. *pengin nyanyi lagu yang judulnya "Keliru" ... aaah, jaduuul :p*
            Alief meminta saya tetap di kelas. Saya sempat membantunya membagikan kertas untuk menuliskan nama-nama murid kelas 1A itu. Beberapa saat setelah itu, saya memilih keluar dan melihat teman yang juga mengajar di kelas 1B. Saat saya kembali ke kelas 1A, saya melihat Alief mulai kewalahan. Beberapa murid laki-laki heboh memegangi kakinya, menarik-narik lengannya, hingga akhirnya Pak Guru Alief tertelungkup di lantai. Bukannya menyerah, anak-anak itu semakin bersemangat menaiki badan Alief. “Bapak menyeraaah …!” seru Alief. Saya pun membantu agar anak-anak itu turun dari punggung Alief. *hahaha ... momen paling seru di hari itu*
Memang berbeda saat mengajar murid kelas 3, 4, 5, dan 6 dibandingkan murid kelas 1 dan 2. Bagi mereka, "kericuhan" menjadi bagian dari sesi bermain. Namun, kejadian itu justru menjadikan pengalaman. Setelah Alief, saya pun mengambil alih kelas 1A.
Alhamdulillah, suasana kelas kembali terkendali. Melihat teman saya baru saja kesulitan mengendalikan kelas, saya berusaha agar anak-anak mau duduk rapi di atas karpet. Saya minta mereka menghadap arah berlawanan dengan posisi saya berdiri. Sambil menuliskan nama di papan tulis, saya terus mengarahkan mereka untuk duduk rapi tanpa bersuara. Setelah itu, saya berjalan dan memilih duduk di atas tempat yang mirip pentas kecil. Tidak di depan papan tulis. Saya berusaha menenangkan anak-anak kelas 1 itu dengan mengajak mereka menyimak cerita. Saya menunjukkan dua buku karya saya dan meminta mereka memilih buku yang mana yang mau mereka dengarkan ceritanya.
Kembali terjadi kericuhan saat menentukan pilihan. Baiklah, akhirnya saya memilih satu buku saya yang ceritanya berjudul “Kue Kejujuran”. Dalam hati saya bersyukur karena begitu saya mulai bercerita, tiba-tiba kelas hening. Mereka tekun menyimak hingga ceritanya hampir berakhir, saya sempat memeragakan salah satu tokoh yang badan dan perutnya gendut.
“Si Kimonya kayak Ibu ya. Hahahaha….” seru salah satu anak sambil tertawa-tawa. *pembaca jangan ikutan ngakak ya*
Ilfil juga sih beberapa detik. Tapi, saya harus melanjutkan misi untuk mengenalkan profesi saya dengan cara yang paling sederhana agar mereka mengerti. Saya kembali meminta mereka duduk tenang. Saya bilang ke mereka bahwa yang baru saja saya ceritakan ada di buku yang saya pegang saat itu.
“Cerita barusan ada di buku ini. Yang nulis dan bikinnya Ibu lho,” ujar saya.
“Ibu yang nulis?” celetuk murid perempuan antusias.
“Betul!” jawab saya.

Kantung dan benda-benda yang menjadi objek tebakan
Selebihnya, saya mengajak anak-anak itu bermain tebak benda dalam kantung. Sebelumnya saya keluarkan semua isi kantung kain itu. Ada sekitar 15 benda di dalamnya. Mulai dari pensil, penghapus, penggaris, sampai rautan. Permainan ini saya lakukan untuk menguji kepekaan mereka ketika bersentuhan dengan objek tanpa melihat dengan kasat mata. Ini juga salah satu modal bagi penulis dalam menuangkan rasa pada tulisannya. 

"Saya, Bu! Saya, Bu!"
Akhirnya anak-anak baik ini mau mengantri
Mata mereka saya tutup dengan sapu tangan. Lagi-lagi momen ini bikin heboh. Semua anak kembali berebutan minta dipilih lebih awal untuk menebak. Mereka merapat dan menempel ke badan saya. Menarik-narik dan berteriak minta dipilih. Untunglah, saya masih bisa mengatasi kelas walau harus berusaha keras.
Di penghujung sesi, saya membagikan kertas berbentuk gambar awan yang harus mereka isi dengan nama mereka dan cita-citanya. Teman-teman isnpirator yang mengajar di sesi terakhir pun seperti itu. Setelah itu kami memandu anak-anak menuju lapangan untuk mengikuti sesi penutupan Kelas Inspirasi.  

KI Jkt#48 bersama para guru (Foto: Fakhry)
Sesaat setelah sesi penutupan KI
Sesi penutupan si siang yang terik itu tidak mengendurkan semangat anak-anak. Mereka tetap sabar mengikuti arahan dari para inspirator. Masing-masing mereka memegang bendera kertas berwarna merah putih dan kertas berbentuk awan berisi cita-cita mereka. Senang melihat kebersamaan yang indah itu.

Foto bersama beberapa guru di sana
Bersama tim inspirator #JKT48
Hadiah dari salah satu murid untuk saya
Aaah … saya masih betah di sana. Semoga saya bisa kembali ikut di Kelas Inspirasi berikutnya. Ikut berbagi cerita tentang profesi, membangun semangat anak-anak negeri untuk berjuang meraih cita-cita mereka. Semoga. [Wylvera W.]

Note: 
Sementara, ini dulu yang bisa saya ceritakan. 
Foto lengkap dan video pendukungnya menyusul ya
Saya masih menunggu tim dokumentasi. ^_^                       

24 komentar:

  1. Seru banget ya, ingat zaman aku masih ngajar, sibuk dengan buat lession plan dll hihi... Btw, semoga aku punya kesempatan juga bisa ikhtan KI, amin

    BalasHapus
  2. Ahhh.... kaka seru banget pengalaman ngajarnya. Banyak inspirasi ngajar juga nih yang aku dapat. Hikss, dinyanyiin lagu selamat datang sama murid, pasti bikin terharu banget yaaa. Akupun bakalan nangis deh kalau disambut kaya gitu. Tapi, pas ngajar kelas 1 itu loh, bikin ngakak. "Si Kimonya kaya ibu yaaaa....." *peace* Melihat semangat belajar mereka, jadi bikin kita lebih semangat ya ka. Next time, aku pengen banget bisa ikutan acara ini. Semoga ada kesempatan :)
    Nice sharing ka..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha, Kimo oh Kimo.
      Iya, Uci harus ikut event ini, Ci.
      Bakal ketagihan pastinya. :)

      Hapus
  3. Balasan
    1. Hahahaha, Mas Adi juga keren, bisa bikin anak-anak happy abiiis. ^_^

      Hapus
  4. Subhanallah Kak, saya pun pernah ikutan Kelas inspirasi Tangerang. Dan ketagihan.
    Wah alat peraganya banyak bervariasi gitu Kak, keren :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, ketagihan dan pengin ngasih lebih dan lebih rasanya. :)

      Hapus
  5. Mbaaakk aku juga nagih pengen ngajar.. rasanya kemarin itu cuma pemanasan, maklum br pengalaman pertama. Next mau lebih prepare dan menarik lg.. Nice to know you too mbak! Terus menginspirasi ya mbak Wiwiek! *kecup

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Insya Allah kita bisa ikutan lagi ya, Nis. *hugs*

      Hapus
  6. Huaaa.. cool!

    Halooo, haiiii..
    keren banget Mba Wiwiek. Aku susunan kata kalo ngeblog/nulis nampak selalu habis ide d tengah2..

    Yu ah bikin tulisan yuu.. aku jg mau dreview sm mba Wiwiek..

    😁😁😁

    BalasHapus
  7. Wuih, keren ya. Saya sempat pengen ikutan Kelas Inspirasi, tapi setelah tahu acaranya begini saya rasa saya harus jadi peserta dulu deh. Biar dapet inspirasi dari orang-orang hebat di bidang yang saya tekuni, contoknya Mbak Wiwiek tentu saja :)

    Btw, salam kenal ya, Mbak. Ini kunjungan pertama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal kembali, Mas Eko.
      Hahaha, boleh diimprove kok lesson plan saya. Monggo, kalau next mau ikutan. Itu sebabnya mengapa saya ceritakan rinci di sini, Mas. Jadi bebas kalau mau dicontoh atau dijadikan rujukan. :)

      Hapus
  8. Halo mba salam kenal, salut sama metode dan cara pengajaran di sesi kelas inspirasinya, variatif buat anak-anak SD. Mba, kalau mau beli/pesan buku-bukunya bisa kontak kemana ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Mbak Muti. Saya hanya belajar dari pengalaman mengajar selama 6 tahun ini juga itu. Murid-murid saya SD juga, jadi lebih mudah menyesuaikannya.
      Btw, kalau buku-buku bacaan buat anak-anak karya saya lebih banyak diterbitkan di Mizan. Bisa cek di www.mizan.com Bisa beli via online juga kok, Mbak. :)

      Hapus
  9. kereen, kelas inspirasi yang menginspirasi
    BTW pesertanya banyak bangett
    Salut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, keren banget dan inspiratif, Mas Agung.
      Yang mendaftar juga lebih banyak dari itu lho. :)

      Hapus
  10. Good.. good.. Keren kelas inspirasinya..
    Ditunggu cerita inspirasi selanjutnya..

    BalasHapus
  11. wah banyak juga ya pesertanya. aku mau daftar tapi profesi aku apa ya mbak gak unik :)

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...