Dunia
imajinasi anak adalah dunia yang penuh kreativitas. Mendorong anak untuk berimajinasi
merupakan hal yang diperlukan untuk mengelola pola pikir anak sejak dini. Dan,
upaya untuk itu menjadi bagian yang sangat menyenangkan bagi saya. Itu sebabnya
jika ada tawaran untuk mengisi momen berharga ini, jika tak berbenturan dengan
kegiatan lain, saya tak akan pernah menolaknya.
Seperti
kemarin, ketika ditawari untuk ikut berbagi ilmu serta pengalaman tentang
menulis, saya langsung antusias menerimanya. Ya, kesempatan itu saya dapat dari
Haya Aliya Zaki yang saat itu mencari partner
untuk mengisi kelas Pelatihan Menulis di SDIT Aulady Serpong, Banten. Menurut
Haya, dia butuh bantuan saya karena ternyata peminat kelas menulis banyak dan
lebih dari lima puluh anak. Saya diminta untuk menggawangi setengahnya.
Akhirnya kesepakatan pun tercapai dan tinggal menunggu hari “H” nya.
Kembali
bertemu dengan murid-murid Sekolah Dasar membuat saya selalu bergairah
menjalani aktivitas. Maka, di Sabtu pagi yang cerah, 5 April 2014 itu dengan
didampingi oleh suami tercinta yang telah bersedia meluangkan weekendnya untuk mengantarkan saya ke
lokasi, saya begitu semangat ingin segera tiba di lokasi. Meskipun kami agak
tersendat mencapai lokasi sekolah (sempat berkeliling BSD sejenak...hehe), jarak
Bekasi –Serpong tak menjadi masalah.
Kami
tiba di SDIT Aulady sekitar jam sembilan lebih. Saya tak terlalu resah karena
sesi saya pukul 09.30 WIB. Belum terlambat. Setelah saya turun dari mobil,
suami sempat mengatakan, “Good luck”
yang membuat saya terharu. Lalu, beliau kembali pulang dan berjanji akan
menjemput. Betapa bahagianya mendapatkan support
dari orang terdekat seperti itu. Alhamdulillah....
Presentasi proposal ekskul (doc. Haya Aliya Zaki) |
Bersama
salah seorang panitia, saya langsung dihantarkan menuju aula. Menurut Haya,
sebelum kami mendampingi anak-anak di kelas, pihak sekolah akan membuka acara
yang diawali dengan menyimak presentasi tentang rencana kelas ekstrakurikuler
menulis yang akan diadakan di sekolah itu. Haya yang bertugas menyajikan
proposal berbentuk pemaparan di layar infokus. Saya membantu mengawasi slide presentasi singkat itu dengan senang
hati. Di akhir persentasi, tibalah Benny Rhamdani yang akan mengisi seminar parenting tentang, “Bagaimana
Menumbuhkembangkan Budaya Menulis pada Anak” serta “Peran Orangtua Menghadapi
Pengaruh Negatif Kebebasan Publikasi”.
Sesaat sebelum Benny meninggalkan lokasi. (doc.ribadi) |
Setelah
sesi pemaparan tentang proposal ekstrakurikuler menulis selesai, saya dan Haya
pun langsung menuju ke lantai bawah. Sementara Benny Rhamdani melanjutkan
sesinya di seminar parenting tersebut.
Ternyata
kehadiran kami sudah dinanti oleh anak-anak yang terlihat mulai tak sabar itu.
Kelas terbagi dua. Haya bersama sekitar 25 anak dan saya bersama 24 murid-murid
SDIT Aulady. Setelah dibuka oleh salah seorang guru, saya pun mengambil alih
kelas dan mulai memperkenalkan diri. Sejenak saya saya perhatikan wajah anak-anak
manis dan ganteng itu. Mata mereka seolah tak mau berkedip melihat saya. Inilah
yang selalu membuat hati saya berdegup bahagia jika berdiri di depan kelas saat
memulai berbagi ilmu serta pengalaman untuk anak-anak.
Slide pembuka materi (doc. pribadi) |
Klik!
Seperti
biasa, slide awal dari materi yang
akan saya sampaikan pun terbuka. Belum ada reaksi, dan kelas tetap senyap.
Klik!
Slide kedua terbuka.
Terdengarlah komentar-komentar setengah berbisik dan riuh meningkahi suasana kelas. Apa pasal? Hahaha...
tentu saja mereka berbisik, ternyata ada foto artis di situ. Salah satu dari
mereka bertanya itu foto saya saat di mana. Saya mengatakan, “Itu foto Ibu
ketika di London”. Sontak bibir mereka menyeru, “Wow! Kereeen!” Hahaha...
lucunya.
Foto "artis" itu yang membuat anak-anak riuh. Qiqiqi.... |
Saya
mulai memberi motivasi tentang pentingnya menguasai keterampilan menulis. Saya
katakan bahwa keterampilan menulis sangat bermanfaat bagi profesi apa pun,
sebab keterampilan ini akan memberi nilai lebih bagi kita. Seterusnya saya
memberikan tips dasar untuk menjadi penulis. Pertama, bulatkan niat, lalu
yakinlah pada niat tersebut, setelah itu fokus, konsisten dan terakhir
berusahalah untuk disiplin.
Anak-anak
semakin tekun menyimak materi saya. Sesekali mereka melontarkan pertanyaan
(meskipun belum dibuka sesi tanya jawab). Inilah bedanya jika saya menggawangi
kelas berbagi dengan orang dewasa. Anak-anak tetaplah anak-anak, mereka tak
akan sabar menahan rasa ingin tahunya akan sesuatu yang mengganjal di benaknya.
Mereka tak peduli dengan aturan main, jika hasrat ingin tahunya sudah
membumbung di kepala. Hehehe... saya tetap senang dan menjawab semua pertanyaan
itu di sela-sela presentasi.
Suasana kelas (doc.pribadi) |
Ketika
sampai pada materi tentang membuat judul pada tulisan, pertanyaan pun kembali
bermunculan, dari yang sederhana sampai pada yang terkesan lugu dan polos.
Kembali, saya katakan... itulah anak-anak, mereka selalu ingin tahu meskipun
pertanyaan itu sudah terjawab di pertanyaan temannya dalam versi berbeda.
Hahaha... saya selalu antusias melayani setiap pertanyaan berulang dari mereka.
“Ibu,
saya suka menulis, tapi kenapa ya judulnya terkadang enggak cocok dengan apa
yang saya tulis. Boleh gak ya begitu?” tanya salah satu dari mereka.
“Sebaiknya
judul harus menggambarkan cerita, jadi sebelum menetapkan judul, bacalah
kembali cerita yang sudah selesai dikerjakan. Jika dirasa kurang pas pikirkan
sekali lagi dan cari kalimat yang lebih cocok, menarik dan tentunya bisa
memancing pembaca untuk melanjutkan membaca cerita kita,” jawab saya.
Saya
pun membagi trik dalam membuat judul yang menarik. Mereka girang karena
akhirnya memahami bahwa ternyata membuat judul cerita itu tidak sesulit yang
mereka bayangkan selama ini. Setelah memahami cara membuat judul cerita, saya
pun kembali memaparkan unsur-unsur penting dalam menulis cerita pendek. Dari
mulai penokohan sampai ending dan
tahap mengedit cerita yang sudah selesai dikerjakan.
Pada
materi “konflik” cerita, saya mencoba menguji kemampuan mereka menggambarkan
konflik yang akan menggerakkan cerita mereka. Saya minta mereka membuat dua
jenis konflik, yaitu konflik batin dan konflik fisik. Dari 24 anak yang mencoba
menuliskan ide tentang dua jenis konflik tersebut, muncullah Layla dengan ide
cemerlangnya yang mengisahkan seorang anak tunanetra.
Layla dan hadiah buku saya (doc. pribadi) |
Seperti
biasa jika saya mengisi kelas pelatihan menulis, di tengah penyajian materi,
saya senang menyelipkan permainan untuk mencairkan suasana. Anak-anak saya ajak
untuk bermain tepuk tangan dan yang tercepat serta paling tepat menyahuti tepuk
tangan saya, akan mendapatkan hadiah. Aaah... serunya melihat mereka berlomba
membalas tepuk tangan sesuai arahan saya. Tapi, karena hadiahnya hanya satu,
akhirnya terpilihlah Alvin sebagai pemenangnya. Alvin mendapatkan buku karya
saya. Wajahanya sumringah menerima hadiah itu.
Alvin dan buku hadiah dari saya (doc.pribadi) |
Sampailah
pada materi “Membuat Ending Cerita”.
Saya memberikan beberapa contoh tentang ending
(happy ending, sad ending, ending
tertutup dan terbuka, serta ending
yang mengejutkan pembaca). Saya senang karena mereka terlihat seperti menemukan
ilmu baru dari tahapan menulis.
Sebelum
sampai pada tahap editing, mereka
minta disuguhi games lagi. Baiklah,
saya berusaha menuruti permintaan mereka dan kembali menyuguhkan permainan
tebak-tebakan. Inilah sesi yang paling heboh dan lucu. Ketika saya membuka
dengan pertanyaan pertama, suara tawa dan kebingungan memenuhi kelas.
“Mata,
hidung, telinga, mulut, badan, mirip kerbau, tapi bukan kerbau. Apaan ya itu?”
tanya saya di tebakan pertama.
Mereka
sibuk berpikir. Ada yang sudah tahu jawabannya berkali-kali menyatakan “Yes!” Hahaha... lucu.
Selanjutnya
pertanyaan-pertanyaan kocak berikut saya lemparkan dan kembali disambut tawa
geli mereka. Akhirnya Rafa yang memenangkan permainan. Kembali saya menghadiahi
buku untuknya.
Rafa dan buku antologi dari saya (doc. pribadi) |
Kelas
terus berlanjut hingga menjelang istirahat (ISHOMA). Selepas istirahat, kami
kembali ke kelas. Namun, sebelum melanjutkan materi saya menyajikan tontonan
sejenak untuk memancing perhatian mereka kembali agar tetap fokus pada materi.
Film singkat yang saya putar berupa tampilan sekilas tentang benda-benda serta
makhluk-makhluk lucu yang sedang membaca. Film pendek itu saya copy dari Haya. Kembali mereka menebak
macam-macam benda dan makhluk yang ada di film itu setelah filmnya saya
hentikan.
Lagi-lagi
Alvin yang memenangkan perlombaan. Tapi, tiba-tiba hati saya terharu ketika
Alvin meminta saya untuk memberikan hadiahnya kepada Nizan.
“Bu,
boleh gak hadiah buatku dikasih ke Nizan. Dia pengen dapat hadiah tapi gak
pernah dapat dari tadi,” ujarnya mencengangkanku yang disambut tepuk tangan
teman-temannya.
Alvin memberikan hadiahnya untuk Nizan (doc.pribadi) |
Materi
tentang menulis saya lanjutkan kembali. Tahap mengedit cerita (self editing) pun usai. Dan, sesi terakhir diisi dengan praktik menulis
cerita. Mereka saya minta untuk menuliskan cerita sebanyak satu halaman folio
yang sudah dibagikan sebelumnya. Waktu yang diberikan sekitar 45 menit.
Dari
semua anak yang menulis, saya memilih 6 cerita yang masuk dalam kriteria
saya, selanjutnya dari 6 cerpen itu saya harus
memilih 1 terbaik (karena hadiahnya memang tinggal satu, hehehe). Terpilihlah
cerita Dela yang berjudul “Lomba Memasak” sebagai cerpen terbaik.
Dela, pemenang cerpen terbaik (doc.pribadi) |
Tibalah
pada penghujung acara. Hati saya kembali disesaki rasa berat meninggalkan
mereka. Tapi, apa boleh buat, waktu juga yang harus membatasi pertemuan kami. Sebelum
mengakhiri kebersamaan, kami menutupnya dengan berfoto bersama.
Saya, Haya, Benny, dan POMG (panitia penyelenggara WS) - (doc.pribadi) |
Terima
kasih, anak-anakku... teruslah menulis, tuangkan imajinasimu ke dalam cerita
agar dunia tahu siapa kamu!
Terima
kasih, Haya... momen ini kembali menghangatkan hatiku. Semoga kerjasama kita
dengan pihak sekolah tidak terhenti sampai di sini. Semoga. Aamiin. []
Selamat siang. Waah, keren, mba. Menebar manfaat pada anak-anak agar tebiasa menulis ya
BalasHapusBetul, kegiatan ini menjadi bagian aktivitasku. Menyenangkan sekali. :)
HapusYaaay... keren!
BalasHapusHahaha... makasih, Teh. ;)
HapusMak, aku kok belum pernah dapat undangan sekolah ya? Apa tampangku nggak cocok buat anak2? Hahahaaa.... Btw, kapan2 bikin kelas online ttg bagaimana menghandle kelas menulis anak dong mak. Soalnya durasinya itu kan panjang banget, kalau nggak ada teknik khusus bisa garing kan mak, kehabisan bahan pembicaraan. Apalagi cara mencerna anak2 tentu beda dg kelas mahasiswa. Btw, om Benny kayak eyang subur ya, istrinya banyak hahahahhh
BalasHapusHahahaha... masak sih?
HapusBoleh aja, Mak, Insya Allah aku siap berbagi pengalaman untuk KEB. :)
kemarin temenku cerota tetang acara ini mbak, anaknya sekolah disana
BalasHapusSemoga kesannya baik ya, Mak. ;)
HapusSalut Mak.
BalasHapusAlhamdulillah, Mak. Makasiiih. :)
Hapusaktivitas yang bermanfaat ya mak.... pengen juga diterapkan ke anak2 ku :)
BalasHapusIya, dicoba Mak, supaya anak-anak kita semakin kreatif. :)
HapusIkut merasakan hangatnya hati membaca postingan ini *meleleh
BalasHapusAlhamdulillah, semoga berkah apa yang kushare di sini ya, Fit. Aamiin. :)
HapusReportasenya komplet. Makasih ya, Kak Wiek. Semoga acara Sabtu lalu jadi pertemuan yang bermanfaat dan diberkahi. Aamiin. ^^
BalasHapusAamiin YRA, sama-sama, Haya. ^_^
HapusArtis terkenal dari London. :D
BalasHapusPelatihan ini akan selalu dikenang oleh merwka ya, Mba. Apalago udah kenal happy ending. Makin giat nulis nantinya.
Sukses selalu, Mbaaa. . .
Hahahaha.... *artisnya nyungsep*
HapusIya, Insya Allah anak-anak itu terus semangat menulisnya supaya ilmu yang sudah didapat bisa dipraktikkan dengan baik. Makasih ya, Mbak Idah. :)