Senin, 29 Juni 2015

Karya Sastra dan Imajinasi Anak


Pengajian Sastra, bagian dari serangkaian acara FLP Ciputat Fair 2015
            Diminta berbicara tentang 'Sastra Anak' dalam acara talkshow merupakan hal baru buat saya. Apalagi buat anak saya, Mira. Tentu saja dia bertanya-tanya. “Nanti aku harus bicara apa di sana, Bu?” lalu “Kalau nggak nyambung sama tema, gimana ya?” Namun, demi menguatkan semangat berbagi pengalaman di dirinya, saya tetap mengatakan bahwa “Kita harus bisa. Sebab tema yang panitia minta tidak jauh dari pengalaman kita sebagai penulis. Sudah seharusnya kita membaginya kepada yang belum paham.”
            Begitulah, akhirnya saya menyetujui permintaan Ketua Forum Lingkar Pena Wilayah Jakarta Raya, Sudi Yanto. Agar lebih siap, saya juga sempat menanyakan masukan dari Kang Ali Muakhir (salah satu penulis bacaan anak yang karya-karyanya sudah tersohor sampai ke pelosok negeri ini). Saya tahu kalau beliau pernah beberapa kali diminta untuk mengisi kegiatan senada di FLP. Tentunya beliau lebih berpengalaman. Syukurlah, jika akhirnya beliau memberi dukungan. 
 
Mbak Amal (Ketua FLP Cabang Ciputat) memberi kata sambutan - dokpri
            Sabtu, 27 Juni 2015, saya dan Mira akhirnya tiba di Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Acara yang awalnya dijanjikan akan dimulai tepat pukul 13.00, akhirnya mundur satu jam. Waktu sejam itu kami manfaatkan untuk berbincang-bincang dengan Ketua FLP Wilayah Jakarta Raya (Mas Sudi) dan Ketua Cabang Ciputat (Mbak Amal) serta beberapa pengurus lainnya. Acara yang akan kami isi merupakan kegiatan rutin yang secara berkala dihelat oleh FLP Wilayah Jakarta Raya (Jabodetabek) dengan nama “Pengajian Sastra”. Kegiatan ini adalah sebuah gerakan literasi yang saat itu dalam edisi Roadshow ke FLP Cabang Ciputat. Sementara temanya adalah “Ketika Sastra Memengaruhi Imajinasi Anak”.
 
Mas Sudi (Ketua FLP Wilayah Jakarta Raya) - dokpri
Menyanyikan lagu Indonesia Raya - dokpri
            Acara pun dimulai pada pukul 14.10 WIB. Pembawa Acara membukanya dengan rapi dan hikmat. Diawali dengan pembacaan Al Qur’an, menyanyikan lagu Indonesia Raya, serta  sambutan dari para Ketua FLP. Setelah itu, talkshow yang menjadi inti acara dipandu oleh Moderator cantik yang kreatif. Beliau juga seorang penulis buku ternyata. Bela namanya.  
Tak kenal maka tak klik! Untuk itu, MC menyampaikan profil saya dan Mira dengan gayanya yang kocak. Saya suka cara Mbak Bela menghidupkan suasana. *kapan-kapan saya ajak jadi asisten ya, Mbak* ^^
           Diam-diam saya memerhatikan peserta talkshow. Mereka antusias menyimak sambil sesekali tersenyum. Selepas itu, saya pun menayangkan slide materi yang berjudul “Sastra dan Imajinasi Anak”. 

Mbak Bela membacakan profil saya dan Mira - dokpri
Hal pertama yang perlu dipahami adalah arti dari kata Sastra. Saya mengutip dari Wikipedia yang menyebutkan bahwa Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. 
Sementara yang menjadi topik pada talkshow itu adalah tentang “Sastra Anak”, yaitu karya sastra yang ditulis oleh orang dewasa, remaja, dan anak-anak, berisi kisah tentang dunia yang akrab dengan anak-anak dan dapat dipahami oleh anak-anak.

Saya menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan materi - dokpri
Selanjutnya saya menayangkan ciri-ciri sastra anak. Jika dilihat dari segi kebahasaan, karya sastra untuk anak itu menggunakan kalimat sederhana, kata-kata yang sudah dikenal oleh anak-anak, gaya bahasa (majas)nya mudah dipahami anak, serta mengandung imajinasi yang mudah dijangkau oleh pemahaman anak. Selain itu, karya sastra untuk anak  juga memiliki alur yang sederhana (tidak berbelit-belit) dan berbentuk linear (alur maju). Tokoh dalam sastra anak bisa berupa manusia, binatang, tanaman, atau benda mati. Setting yang dipakai dalam cerita ada di dunia anak. Karakter tokohnya bisa dikenali dengan jelas (baik atau jahat). Tema cerita tunggal dan mendidik.

Mira menceritakan apa yang melatarbelakanginya jadi penulis - dokpri

Dari definisi dan ciri-ciri itu, saya mengatakan bahwa saya harus me-review kembali buku-buku karya saya. Demikian juga Mira. Semoga buku-buku karya kami masuk dalam kriteria itu. Lalu, bagaimana buku-buku itu akhirnya mampu memengaruhi imajinasi anak. Moderator akhirnya menggiring talkshow pada sesi tanya jawab. Beliau meminta Mira menceritakan alasan apa yang membuatnya memilih mengikuti jejak saya sebagai penulis. Adakah pengaruh dari profesi saya sebagai penulis pada perkembangan imajinasi Mira? Bagaimana saya menyikapi tentang anak-anak yang cenderung lebih menggemari games ketimbang membaca buku atau mengakrabi sastra anak? 
Mira pun menceritakan bahwa awalnya dia tertarik untuk menulis puisi. Karena saya menganggapnya mampu menulis lebih dari sekadar puisi, maka dia pun mencoba menulis cerita pendek. Dan cerpen itu diikutkannya lomba. Walau tidak masuk dalam jajaran juara 1, 2, dan 3 namun Mira merasa bangga saat mengetahui karya pertamanya mampu menduduki kategori nominasi cerpen terbaik di level Elementary School, Urbana Illinois, USA. Mira juga mengatakan bahwa dia senang menulis. Bisa jadi itu karena sering mendengar Ibu bercerita dan menulis juga. Kalau ditanya tentang gaya tulisannya, Mira tak pernah memikirkan apakah itu memenuhi kriteria sastra anak atau tidak. Katanya “Aku ingin menulis, maka aku pun menuliskannya saja sesuai kata hatiku. Yang penting tidak keluar dari jalur dan etika penulisan.”
Selanjutnya, profesi saya sebagai penulis, belakangan baru menunjukkan pengaruh besar buat kedua anak saya. Terlebih buat Mira. Kecerdasan linguistiknya kian terbentuk bukan tanpa sebab. Saya yakin bahwa itu digerakkan oleh kecintaannya pada dunia menulis dan membaca. Imajinasinya kian berkembang dan terbentuk juga bukan tanpa sebab. Semua itu bisa jadi karena saya terus mendampinginya bergerak bersama di dunia kepenulisan dan literasi.

Mira buka kartu ih ^^ "Ibu itu cerewet kalau bicara soal tulis-menulis."
Demikan, talkshow terus bergulir. Bahasan meliputi upaya agar anak-anak bisa dikembalikan kepada bacaan yang bermanfaat agar tidak tergerus oleh pengaruh buruk dari kecanggihan akses teknologi (baca: gadget). Kalaupun mereka dekat dan melek teknologi, tetap diarahkan pada hal-hal yang bemanfaat. Seperti terampil mengakses bahan-bahan bacaan bermutu, untuk dijadikan sebagai referensi demi menambah pengetahuan yang positif.
Di sesi tanya jawab, para peserta mengajukan pertanyaan yang bernas. Beberapa di antaranya; Bagaimana jika otak kanan si anak lebih dominan memengaruhi cara berpikirnya? Bagaimana pengaruh cerita-cerita anak yang selalu berakhir dengan happy ending, sedangkan kita tahu bahwa tidak semua yang dialami anak berakhir bahagia? Bagaimana dengan buku-buku bacaan anak yang sesungguhnya tidak layak untuk dibaca oleh anak? Apakah masih layak buku-buku itu disebut sebagai karya sastra yang mampu memengaruhi imajinasi positif pada anak sebagai pembacanya? Dan beberapa pertanyaan lainnya yang membuat momen talkshow semakin menarik.
Saya mencoba memberikan jawaban pada pertanyaan-pertanyaan tersebut. Saya katakan bahwa kita harus bisa memerhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak kita. Terlebih pada sikap dan perilakunya yang merupakan cermin fungsi otaknya. Sebagai orangtua, kita harus terus membantu agar otak anak berfungsi secara berimbang agar dia mampu berpikir kreatif, ingatannya tajam, kreatif dalam menulis, mampu menjadi pendengar yang baik dan bisa membaca sekaligus memahami apa yang dibacanya.
Peserta yang antusias bertanya - dokpri

Tentang cerita yang selalu berakhir happy ending sebenarnya tidak menjadikan pembaca anak jadi minder, penghayal, cenderung tidak mau melewati proses. Jadi bacaan yang baik untuk anak bukan terletak pada endingnya, namun alur yang menggambarkan perubahan karakter tokohnya dari buruk menjadi baik, baik menjadi buruk, miskin menjadi kaya, dan sebaliknya itulah yang menjadi contoh buatnya. Jika alur yang menunjukkan proses pencapaian ending bahagia itu dikemas dengan baik, maka si anak yang membaca cerita itu pun akan memperoleh pelajaran dari sana.
Untuk buku-buku anak yang terpajang di toko-toko buku, tidak bisa dipungkiri kalau belum tentu semuanya pas untuk anak-anak. Di sinilah tugas kita sesungguhnya. Baik bagi saya sebagai penulis maupun peran sebagai orangtua dalam mendampingi anak-anak memilih bahan bacaan. Sebagai penulis, saya dan teman-teman penulis bacaan anak lainnya selalu berusaha agar konsisten membuat cerita yang sesuai dengan anak-anak. Menyajikan karya dengan bahasa yang indah dan menggugah, juga bagian dari tanggung jawab kami. 

Alhamdulillah, ini surprise di akhir acara untuk saya dan Mira. Luar biasa!
Akhirnya talkshow yang menghabiskan waktu dua setengah jam itu, berakhir dengan satu kesimpulan dan pesan dari saya dan Mira. “Dekatkanlah anak dengan buku-buku bacaan yang bermutu, sampaikan kepada mereka kisah-kisah yang mendidik agar imajinasinya tumbuh dan mampu berkembang ke arah yang positif dan kreatif.” 
Foto bareng MC sebelum berpisah - dokpri
Terima kasih pada FLP wilayah Jakarta Raya dan cabang Ciputat yang telah memberi kepercayaan kepada kami menyampaikan dan mengulas tema di atas. Semoga yang sedikit dari kami mampu memberikan manfaat lebih banyak kepada peserta talkshow. Aamiin. [Wylvera W.]



13 komentar:

  1. Alhamdulillah anak saya gemar membaca Mba Wiek, meskipun memang gempuran teknologi dalam bentuk fasilitas yg ditawarkan berbagai gadget sering menggodanya. Intinya memang kontrol dari ortu ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mbak. Gak jauh beda sama anak-anakku yang gak bisa lepas dari gadget. Yaaa, anggaplah ini jadi PR kita. Semoga tetap bisa menyeimbangkannya. Aamiin.

      Hapus
  2. Manteb pisan ... goodluck Mbak Wy dan Mira.
    Baru tahu, ada lagu Indonesia Raya di Pengajian Sastra :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Alhamdulillah, Kang. Acara lancar. Tks ya. :)

      Hapus
  3. Aku termasuk orang yg suka baca cerita anak dari kecil dan suka mendongengkan ke adik - adikku. Cuma belum nyoba nulisnya. Suka salut sama yang bisa nulis cerita anak seperti Mbak Wylvera. Good luck dan sukses selalu, Mbak^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo dong, Mbak. Kita nulis buat anak-anak. Ditunggu ya karyanya. :)

      Hapus
  4. Ulasan acara yang cukup lengkap sehingga saya bisa membayangkan gambaran keseluruhan acara. Mudah-mudahan lain waktu bisa ikut jadi peserta acara yang disi oleh Mbak Wy ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aiiih, ada Suhu yang komen. Jadi minder ini. ^_^

      Hapus
  5. Allhamdulillah anakku masih suka buku mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Lidya. Harus terus dipupuk kecintaannya pada buku. :)

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...