Jumat, 12 Agustus 2016

Sehari Bersama Stefano Romano (Part 2)





            Setelah menikmati makan siang dan menunaikan sholat, kami melanjutkan perjalanan menuju SDIT Thariq bin Ziyad yang lokasinya ada di Pondok Hijau Permai Bekasi. Ide saya mengajak Stefano sebenarnya diawali oleh kelas ekstrakurikuler fotografi yang baru saja dibuka di sekolah ini. Ketika saya tawarkan kepada Stefano beberapa hari sebelumnya via whatsapp, beliau langsung mengatakan, “Tidak masalah, tanggal 10 … one day untuk kamu.” Klop rasanya. Saya pun menyampaikan kabar baik itu kepada Ibu kepala sekolah.
Sejam kemudian, kami pun tiba di depan sekolah. Saya memarkikan mobil dan tidak ada terlintas pikiran yang bakal mengejutkan kami. Kehadiran kami disambut hangat oleh Pak Jauhari (guru bidang kesiswaan). Kami diajak istirahat di kantor Kepala Sekolah sejenak, sebelum anak-anak berkumpul di ruang pertemuan yang sudah disiapkan.

Histeria di halaman sekolah SDIT Thariq bin Ziyad
Beberapa saat setelah itu, terjadilah situasi yang mengejutkan. Entah dari mana mulanya, anak-anak tiba-tiba berkerumun di depan pintu ruangan Kepala Sekolah. Bu Siti (kepala sekolah SDIT Thariq bin Ziyad) dengan lembut mencegah anak-anak agar bersabar menunggu di luar. Namun, namanya juga anak-anak, beberapa dari mereka nekat membuka pintu sambil membawa buku tulis. 
Beginilah suasana di balik kaca jendela ruang Kepala Sekolah

“Mister, saya minta tanda tangannya dong!” seru dua anak yang berhasil mendorong pintu dan masuk menghampiri kami.
Stefano yang masih terkejut melihat situasi itu, tetap melayani anak-anak dengan ramah dan penuh canda.
“Saya seperti Justin Bieber!” seru Stefano membuat kami tertawa lepas.


Bunga tersenyum manis sekali setelah dapat tanda tangan Stefano
Setelah berbincang sebentar dengan Bu Siti, saya meminta Stefano untuk keluar menuju ruang aula di lantai dua. Begitu pintu dibuka, anak-anak semakin histeris ingin menyerbu dan mendekat ke arah Stefano. Situasi terjadi sangat spontan. Mereka menyambut Justin Bieber … eh, Stefano Romano … dengan sambutan yang luar biasa heboh ala anak-anak. Semua anak seolah tak mau ketinggalan untuk meminta tanda tangan Sang Fotografer beken dari Italia ini.
“Misteeer …! Saya beluuum…!”
“Misteeer …! Minta tanda tangannyaaa …!”
“Aaaah … aku beluuum…!”

https://www.youtube.com/watch?v=9NCUCg_qEeo

Suara-suara itu membuat suasana riuh yang membuat hati saya membuncah antara kagum, haru, dan lucu. Alhamdulillah, akhirnya situasi bisa dikendalikan. Stefano siap berbagi pengalaman bersama anak-anak dari kelas ekskul jurnalistik dan menulis serta fotografi.

Pertemuan yang berlangsung seru dan mengesankan
Saya kembali memandu sesi pertemuan di ruang aula. Kali ini, Stefano mengawali pertemuan, memancing anak-anak dengan pertanyaan yang diberikannya. Mengapa suka fotografi? Untuk apa belajar fotografi? Mengapa kamu harus belajar menulis? Dan masih ada beberapa pertanyaan yang diajukan Stefano, dijawab dengan baik oleh anak-anak. Bangga hati saya melihat anak-anak kami ini. Mereka benar-benar menyiapkan diri untuk bertemu dan mengenal Stefano. 

Anak-anak tekun menyimak penjelasan Stefano
Keakraban yang spontan
Stefano memamerkan buku kumpulan foto karyanya

 “Mister! Bagaimana cara memoto objek supaya hasilnya bagus? Kalau kameranya gak bagus gimana dong?” salah satu anak giliran mengajukan pertanyaan.
Pertanyaan itu membuat Stefano mengambil kesempatan untuk kembali memamerkan buku kumpulan foto karyanya. Beliau menjelaskan, bahwa memoto itu kuncinya ada di mata.
“Kalau kamu punya kamera bagus dan mahal, tapi mata kamu tidak bisa menangkap objek dengan bagus, hasilnya juga tidak akan bagus. Tapi kalau mata kamu bisa menangkap dengan indah, maka hasil foto kamu pun akan bagus dan indah. Jadi rahasianya ada pada mata,” jawab Stefano membuat ekspresi kagum di mata anak-anak yang menyimak, terutama anak yang mengajukan pertanyaan tadi.


Semakin lama semakin akrab dan mendekat ^^

Ada hal menarik bagi saya pribadi. Saat Stefano kembali memperlihatkan isi buku kumpulan foto karyanya kepada anak-anak. Pada lembar demi lembar dari foto-foto wajah Indonesia di buku “Kampungku Indonesia” yang dilihat oleh anak-anak, tiba-tiba Stefano menghentikannya pada satu foto.
“Ini foto orang sedang sholat. Ia sholat mencari cahaya. Jadi foto ini bercerita tentang Islam. Islam itu apa? Islam itu cinta. Jadi dalam Islam itu ada cinta dan cahaya,” ulasnya membuat hati saya basah menahan bangga. Anak-anak juga menatap wajah Stefano, sang mu'alaf, dengan pancaran kagum. 


Saat Stefano menjelaskan makna dan cerita dalam foto-fotonya

Selebihnya, acara kebersamaan di ruang pertemuan itu berjalan dengan seru. Banyak sekali pertanyaan yang diajukan oleh anak-anak Thariq bin Ziyad ini. Begitu pula dengan Stefano. Beliau juga tak mau kalah melempar pertanyaan seru ke anak-anak. Ada yang memberi jawaban dengan standar pengetahuan anak-anak SD, namun ada juga yang jawabannya sangat mengesankan bagi Stefano.
Saya dan Ade Nursa’adah siap memberikan hadiah wafer cokelat bagi mereka yang menjawab dan bertanya. Stefano juga memberikan boneka tangan berukuran kecil dengan inisial namanya untuk beberapa anak yang menjawab dan bertanya dengan baik. Posisi duduk pun selalu berubah. Mereka seolah tidak mau jauh-jauh dari Sang Fotografer. 


Foto bersama sebelum berpisah

             Akhirnya sebelum masuk waktu Ashar, pertemuan pun kami akhiri dengan foto bersama. Saya juga mengizinkan mereka untuk melanjutkan meminta tanda tangan sang idola. Momen meminta tanda tangan ini ternyata sangat berkesan buat Stefano. Ada satu anak yang membuat Stefano mengulang-ulang cerita dan kejadian yang lucu itu.
Anak itu ternyata sudah dua kali meminta tanda tangan dari Stefano. Karena penasaran, Stefano bertanya kepada anak tersebut.
“Kamu sudah dua kali dapat tanda tangan saya. Ini untuk siapa lagi?”
“Yang 1 untuk saya, 1 lagi untuk Ibu saya, dan yang 1 nya lagi untuk dijual,” jawab anak itu polos.
Kami tak bisa menahan tawa mendengar kejadian itu. Karena itu pula, Stefano mengomentari dirinya sendiri, “Make me feel as Justin Bieber… hahaha!”

Saya bersama Bu Siti dan guru-guru TBZ (foto by Stefano Romano)
Sebelum benar-benar meninggalkan sekolah, Stefano masih menyempatkan diri untuk megambil foto para guru dengan kamera kesayangannya. Saya melihat binar puas di mata Sang Fotografer. Saya juga sangat bersyukur karena Allah memberi kesempatan untuk mengenalkan Stefano kepada anak-anak, Bu Siti, Pak Jauhari, dan sekolah tempat saya mengajar ekskul ini. Semoga kehadiran Stefano di sekolah kami ini, mampu menebar dan meninggalkan kesan serta pengalaman yang indah.

Pak Jauhari, guru-guru, para murid, dan orangtua murid (foto by Stefano)
            I wish back there again,” ujar Stefano saat saya kembali mengantarkannya pulang.
            “Aamiin ….”
            Dengan berulang mengucap syukur dalam hati, saya mengantarkan Stefano dan istrinya serta sahabat saya kembali menuju ke rumah mereka masing-masing. Sehari bersama Stefano Romano telah menorehkan pengalaman yang sangat berkesan. Semoga cahaya Islam itu tetap menerangi hati sahabat saya, Stefano Romano lewat lensa kameranya. Aamiin …. [Wylvera W.]


2 komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...