Jumat, 13 September 2013

My Dear Son....



Darryl Khalid Aulia

            Ibu sudah pernah bercerita bahwa melahirkanmu adalah momen paling mendebarkan. Selama lebih dari 24 jam Ibu menanggung rasa sakit dari yang ringan sampai luar biasa nyaris tak tertahankan, namun kau tak kunjung lahir juga. Ibu sempat menyerah dan minta dokter melakukan bedah caesar agar rasa sakit itu tak lebih lama lagi Ibu rasakan. Tapi, dokter punya keyakinan lain. Dia percaya kalau Ibu masih kuat untuk melahirkanmu secara normal.
            Kamu tahu, Nak... selama 24 jam itu pula Ibu merasakan kelelahan yang luar biasa. Erangan dari rasa sakit sesekali terucap dari bibir Ibu yang terus berharap agar kau cepat lahir. Ibu ingin sekali melihat bayi laki-laki mungil yang masih betah di perut ini. Akhirnya keyakinan dokter yang membantu Ibu melahirkanmu terbukti. Ibu masih bertahan hingga detik-detik kau hadir ke dunia ini. Begitu tubuh mungilmu yang masih diselimuti darah itu digendong perawat dan diletakkan di atas dada Ibu, luar biasa, Nak... rasa sakit selama 24 jam sebelumnya tiba-tiba hilang seketika. Melihat wajah mungilmu yang begitu tampan membuat Ibu tersenyum bahagia dan berkali-kali mengucap syukur kepada Allah SWT.
            Ibu juga sempat melihat senyum bahagia itu di bibir bapakmu. Dia tak sabar menunggu perawat membersihkanmu untuk diazankannya. Setelah itu, lagi-lagi Ibu dan Bapak sepakat memberi nama untuk bayi kedua kami secara bersama-sama. Bapak memberimu nama Darryl Khalid dan Ibu menambahkan Aulia sebagai penutup namamu. Rasanya lengkaplah sudah, kami memanggilmu dengan nama Darryl Khalid Aulia. Ibu tersenyum kala itu, teringat ketika Ibu juga melengkapi nama kakakmu , bukan di belakang tapi di bagian depan namanya. Selanjutnya Ibu menikmati hari-hari pertumbuhanmu.


Seiring berjalannya waktu, Ibu sempat merasakan rasa tidak percaya diri muncul di ekspresi matamu kala itu. Sebab kau sering mendengar anggapan seperti ini, “Kalau si Kakak mukanya paduan wajah Ibu dan Bapaknya, kalau Khalid siapa ya?” Akhirnya tanpa Ibu duga kau mengajukan pertanyaan yang begitu mengejutkan. “Bu, aku anak Ibu sama Bapak kan?” tanyamu dengan tatapan penuh penasaran, mengharap kepastian. Saat itulah Ibu menceritakan proses kelahiranmu. Berangsur-angsur bibirmu tersenyum. Oalah, Naaak... kau pikir kau anak siapa memangnya?
            Kau pun semakin bertumbuh dengan pembawaan yang tenang. Mulailah Ibu merasakan perbedaan-perbedaan itu. Bagaimana Ibu bersikap kepada Kakak tidak sama polanya jika Ibu berhadapan denganmu, Nak. Watakmu yang keras dan sedikit sulit berbasa-basi membuat Ibu harus pandai-pandai menghadapimu. Kalau lagi kesal, bapakmu selalu menjuluki karaktermu itu textbook style. Kalau ingat itu, Ibu jadi geli sendiri.
            Suatu ketika, Ibu juga dikejutkan oleh pertanyaan yang spontan darimu. Saat itu kau masih duduk di kelas 2 SD. “Bu...Ibu sayangnya sama siapa sih? Aku atau Kakak?” tanyamu membuat Ibu nyaris terdiam karena tak siap diajukan pertanyaan seperti itu. Untunglah, Ibu tak terlalu lama menyusun jawaban yang Ibu harap bisa memuaskanmu. “Ibu sayang sama dua-duanya. Kakak sama Adek kan sama-sama anak Ibu, jadi sayangnya juga harus sama, tak ada yang dibeda-bedakan,” jawab Ibu tak langsung membuat bibirmu tersenyum. “Trus, kenapa Ibu lebih suka marahi aku kalau nyuruh belajar. Ke Kakak enggak tuh,” sambungmu lagi memberi perbandingan. “Sebenarnya Ibu bukan marah, tapi memberi semangat ke Adek supaya belajarnya lebih rajin,” jawab Ibu lagi semakin ragu karena tak yakin kau puas mendengarnya.
Benar saja, kau masih mengajukan argumentasi lainnya. “Kakak juga enggak terlalu rajin belajarnya, tapi Ibu tenang-tenang aja tuh,” katamu lagi. Ibu mulai terpojok kala itu, Nak. Begitulah bagian kecil dari karaktermu yang selalu merasa tak puas jika tak menemukan argumentasi yang kuat. Dan itu pula yang memicu Ibu untuk terus belajar menampung segala pertanyaan dan argumentasi lain yang terkadang tiba-tiba muncul dari bibir mungilmu.
            Bukan tak pernah kita berselisih paham, anakku. Bahkan Ibu sempat menangis karena merasa kalah dan kehabisan akal untuk melenturkan egomu. Namun, bersamaan dengan itu, hati Ibu benar-benar kau sejukkan kembali dengan permintaan maaf darimu. Meskipun watakmu keras, namun demi menenangkan hati Ibu, kau tak angkuh untuk meminta maaf atas kesalahan yang sempat kau lakukan. Itu yang diam-diam membuat Ibu bangga padamu, Nak. Ibu semakin menyadari bahwa kekerasan watak dan karaktermu itu bukan tanpa alasan, hanya saja terkadang Ibu terlambat memahaminya. Maafkan Ibu ya, Nak....
Dan, ada hal-hal lain juga yang tanpa Ibu sadari, ternyata membuatmu tidak nyaman. Sikap yang Ibu lakukan terhadapmu dalam soal belajar, makan, mandi, dan hal-hal lain yang menurutmu tak perlu disuruh-suruh, membuatmu terkadang merasa jengah. Sekali lagi, maafkan Ibu, Nak... karena Ibu terkesan tidak adil di matamu, meskipun sesungguhnya semua itu Ibu lakukan karena rasa cinta yang besar kepadamu. 

            Sekarang kau sudah kelas 2 SMP, sudah baligh, bahkan suaramu pun lambat-laun mulai berubah. Ibu sangat menikmati setiap perubahan yang ada di dirimu, Nak. Rasanya begitu cepat waktu membawamu menuju remaja. Watakmu yang dulunya keras dan sulit sekali dilenturkan, kini mulai melembut. Kau lebih mudah diajak negosiasi tentang hal-hal yang dulunya sulit kau tolerir. Meskipun masih ada karakter dasar yang tetap seperti dulu, seperti soal tampil/show di depan umum. Kalau boleh Ibu membandingkan (sekali ini saja), kau dan kakakmu sangat jauh berbeda dalam hal ini. Kakakmu itu selalu percaya diri untuk tampil, baik itu hanya sekadar menyanyi atau menari maupun mengikuti lomba-lomba. Sedangkan dirimu, jangan harap kau mau mengikuti perlombaan jika itu tak benar-benar kau rasakan langsung manfaatnya. Jangan harap Ibu bisa melihatmu tampil bermain gitar (meskipun kau sudah mulai terampil memainkannya), jika keinginan itu tak datang dari hatimu.
“Aku bukan Kakak, kami berbeda, jadi Ibu sama Bapak harus ngerti. Jangan memaksa kalau aku enggak suka melakukannya. Jangan bikin seolah aku jadi saingan Kakak.” Begitu bijaknya kau menekankan argumentasimu jika Ibu tak sadar telah melakukan kesalahan yang sama. Waktu itu Ibu sangat tertohok mendengar kalimat yang meluncur dari bibirmu. Meskipun awalnya Ibu sulit menerima argument itu, tapi lama-kelamaan Ibu menyadari bahwa Ibu dan Bapak tak boleh menyamakan atau membanding-bandingkan karaktermu dengan kakakmu. Maafkan Ibu lagi ya, Nak... karena proses memahamimu mungkin kau rasakan begitu lambat sehingga kau tak sabar untuk mempercepatnya. Tak apa, Nak... dengan begitu Ibu menjadi sadar dan cepat mengubah kesalahan yang telah terlanjur Ibu lakukan.
Meskipun kalian berdua lahir dari rahim Ibu, perbedaan karakter itu tetaplah harus Ibu dan Bapak hormati dan hargai. Justru jika Ibu mengenang semua itu, rasa bangga yang muncul. Bukankah itu menunjukkan kalau kau sebenarnya anak yang cerdas? Masih seumur ini saja kau sudah kuat memegang prinsip. Rasanya tak pantas jika Ibu menilai sikapmu itu sebagai bentuk perlawanan kepada Ibu dan Bapak. Pertahankan hal-hal positif dalam dirimu dan buang yang negatif itu jauh-jauh. Ingatkan Ibu juga jika suatu hari kelak, Ibu kembali melakukan kesalahan. Ibu mengizinkanmu untuk melakukannya, asal semua untuk kebaikan kita bersama, Nak. Asal semua kita lakukan atas dasar cinta karena-Nya.
Akhirnya, my dear boy....
Sebelum tadi merangkai kata hati ini untukmu, Ibu benar-benar memilih kata dan kalimat yang Ibu harap pas untukmu. Jika kelak kau membaca semua ini, Ibu harap kau akan suka dan semakin memahami bahwa sesungguhnya Ibu sangat menyayangi dan mencintaimu anakku. Ibu ingin kelak kau menjadi pelindung bagi keluarga ini. Teruslah bertumbuh sebagai pria sejati, penyayang dan penuh cinta kasih terhadap sesama. Jadilah pria soleh yang akan menjadi imam untuk keluarga dan orang-orang di sekitarmu di kemudian hari. Aamiin....

Sebelum menutup curahan hati untukmu ini, izinkan Ibu mengutip kembali bagian dari bait-bait puisi yang pernah Ibu hadiahkan di hari ulang tahunmu. Semoga kau suka, anakku sayang....

Anak lelakiku....
Hari ini, senyumku mungkin tak begitu kau pahami
Tapi sesungguhnya aku tau jika hari ini kau juga ikut tersenyum
Hari ini, bahagiaku mungkin tak begitu kau mengerti
Namun sesungguhnya aku tau hari ini kau juga ikut berbahagia
Tak banyak yang kau pinta karena kau begitu sederhana
Meskipun aku tahu ada harap dibalik senyummu
Dan,
Dia menitipkan cinta kepada Ibu dan bapakmu
Untuk bisa mengasihimu, memelukmu, membesarkanmu dan mendidikmu
Maka melangkahlah dengan gagah
Isi hari-harimu dengan berjuta makna
Untukmu anakku, kami takkan lepas memanjatkan doa
Agar kau tumbuh menjadi lelaki yang berguna
Tak ingkar akan keagungan Sang Pencipta
Seperti Zakaria dalam doanya...
"Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau maha pendengar doa." (Qs Ali Imran 3:38)
__________Untuk melanjutkan tongkat estafet menuliskan surat cinta (project manis dari Makmins KEB) kepada #DearSon ini, aku berikan kepada Mak Yuni Fawwaaz Rudy , silakan ya, Mak.

16 komentar:

  1. Sudah besar ya mba anaknya? Semoga Darryl menjadi anak yg diharapkan kedua orang tuanya ya....
    Salam hangat utk Darryl :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, makasih ya Mbak. Salamnya segera disampaikan. :)

      Hapus
  2. Balasan
    1. Nyodorin tisu, hehe... makasih ya, Mbak sudah mau mampir dan baca surat cinta ini. :)

      Hapus
  3. Ahhhh ganteng sekali Mak anakmu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, salah fokus ni ya. Btw, makasih Mak Hana. :)

      Hapus
  4. Mak Wik. Punya dua anak dengan dua jenis kelamin berbeda memang sebuah anugerah yang luar biasa. Dua anak dengan jenis elamin yang sama saja, kita tidak bisa memperlakukan sama, apalagi yang berbeda. Senang membacanya. Thx u. Kalau sempat singgah yah. http://pedas.blogdetik.com/2013/09/13/sepucuk-surat-lagi-untukmu-matahari-kehidupanku/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mak... thank you sudah mau baca surat cinta ini ya. Nanti aku bakal mampir ke rumahmu buat baca juga sekalian belajar. :)

      Hapus
  5. Semua anak unik, senuai dengan karakter mereka masing-masing. Khalid dan Kakak sama-sama istimewa. Jadilah mujahid dan mujahidah di jalan Allah ya, Nak. Aamiin. :)

    BalasHapus
  6. Wuih tentang si ganteng. Semoga menjadi anak sholeh dan sukses, Khalid. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, makasih Tante Nia.
      Ssst, jangan dengar anaknya bilang ganteng, nanti hidungnya merah. Qiqiqi....

      Hapus
  7. Semoga Darryl menjadi anak yg sholeh, Mbak :)

    BalasHapus
  8. ganteng mbak khalid:) semoga menjadi anak yg sholeh ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, ngidamnya berhasil, hahahaha.... *kidding*
      Aamiin, makasih ya Mbak Lidya. :)

      Hapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...