Senin, 14 Maret 2016

Ini Bukan Tips



My beloved spirit (Mira dan Khalid)

Membagi sebuah prestasi anak di media sosial itu tentu mendatangkan beragam respon. Ada yang terinspirasi, diam saja, memuji, menyanjung, ingin meniru, atau bahkan mencibir dan sinis. Sebab, setiap hal yang kita tebar di ranah publik tentu akan mendatangkan feedback yang bermacam-macam pula. Itu risiko. Saya tidak akan mempersoalkan respon dan reaksi yang negatif, ambil yang positifnya saja.
Meskipun saat memposting keberhasilan itu saya selalu niatkan untuk sekadar berbagi kebahagiaan, tetap saja akan ada penilaian negatif setelahnya. Biarlah. Tidak perlu pusing karenanya.
Oke, cukup sekian pengantarnya.
Tulisan ini sebenarnya ingin menjawab beberapa pertanyaan yang kerap muncul saat saya membagi cerita tentang anak-anak saya. Terutama tentang Mira (anak sulung saya). Padahal, saya merasa apa yang saya bagi sangat standar dan biasa-biasa saja. Masih banyak anak-anak lainnya yang jauh lebih berprestasi dan smart dibanding anak saya. Atau malah lebih paripurna karena dilengkapi dengan prestasi di bidang agama (seperti hapal Al Qur’an, dan sebagainaya). Itu sebabnya, mengapa saya tidak pernah merasa terbebani dengan niatan riya dan sombong. Bukankah yang saya share kelas teri banget, anak teri malah. Hahaha ….
Waktu itu saya sempat memposting cuplikan akun Ask.fm Mira. Akun itu milik Mira yang diperuntukkan sebagai tempat konsultasi (tanya - jawab). Mira seolah berperan sebagai konsultan buat teman-teman (baik yang dia kenal maupun tidak) yang mengajukan pertanyaan, komentar, maupun pendapat di akunnya itu. Ini contohnya;

Mira menjawab komentar yg diarahkan kepadanya dengan statement seperti itu

Setelah postingan ini, muncullah beberapa pertanyaan dari teman-teman yang membuat saya justru jadi degdegan sebenarnya. Begini pertanyaannya;

“Aku selalu kagum sama kedewasaan Yasmin. Gimana ngajarinnya sih maaak.... Masih muda, tapi berprinsip teguh. Layak jadi role model.”

“… keren bgt nih si kakak...aku mesti belajar ama emaknya gimana caranya biar anak2 gadisku bisa kek gini jg.”

Dan, saat saya memposting dialog dengan Khalid, lagi-lagi ada komentar sanjungan yang justru bikin saya merinding mempertanggungjawabkannya. Seperti ini;


Lima hari ini mengantar dan menemaninya fisioterapi, ada saja kejutan saat ngobrol dengannya. Siapa tau ini ada manfaatnya.😉
My boy: "Bu, aku mau cerita deh."
Aku: "Cerita apa?"

My boy: "Masak temanku ada yang ngerokok di depan sekolah. Trus, kunasihati kalau rokok itu haram di agama kita dan bikin penyakit."
Aku: "Gak marah dia?"
My boy: "Dia bilang, banyak kok orang Islam yang ngerokok, trus nyampe juga jadi kakek-kakek. Masih bisa bawa motor dan nekat berantem walau udah tua juga. Itu tandanya kan keren. Ngerokok gak ngaruh."

Aku: "Trus adek bilang apa lagi?"
My boy: "Nekat berantem? Itu aja udah gak sehat. Ngapain juga udah tua berantem. Itu nunjukin kalau jiwanya gak tenang lho. Bisa jadi jiwanya yang gak tenang itu efek kesehatannya yang terganggu karena efek ngerokok yang sudah berpuluh tahun."

Aku: "Gak marah dia, adek bilang begitu?"
My boy: "Emosilah. Gak bisa jawab yang logis lagi dia, trus dia bilang, hidup ... hidup gue, duit ... duit gue, napa elu yang jadi ngurusin yah?"

Aku: "Tu kan, untung adek gak dipukul sama dia."
My boy: "Aku sih tenang aja dan bilang ke dia, gue sih ikut sunnah Rasul aja yang intinya nganjurkan bahwa kalau kita punya ilmu, ya harus disebarkan walau hanya sedikit. Menurut gue yang gue sampein ke elu itu ilmu dan masuk dalam sunnah Rasul. Dia langsung diam sambil nyengir-nyengir gitu."

Aku: "Alhamdulillah ...."




Lalu beberapa komentar pun bermunculan seperti ini;

"Hhhmmmmm....calon mantu idaman hahahaha...tinggal ngapalin 30 juz ya bang Khalid biar lebih sempurna jadi menantu idaman heheheh."

"Anak hebat hasil didikan ibu hebat. Proud of you, Kak Wik."

Kalau ditanya dan dikomentari seperti itu, jawabnya tentulah tak jauh berbeda dengan ibu lainnya. Sederhana saja sebenarnya, tapi kalau cara sederhana ini mampu menginspirasi, alhamdulillah. Semua diniatkan karena Allah. Dialah yang Maha Sempurna.
Tidak ada proses pendampingan seorang ibu pada anak-anaknya yang tidak pernah mengalami hambatan. Kalau pun ada, itu benar-benar nikmat yang luar biasa. Sementara yang saya alami, selalu ada pasang surutnya. Hanya saja, saya selalu berusaha menyikapi pasang surut itu sebagai proses pembelajaran juga buat saya selama menjalankan peran sebagai seorang ibu.
Apa yang saya tuai sekarang bukan sebuah hasil yang tidak melewati hambatan. Dan saya tidak pernah berani mendahului kuasa serta ketentuan Allah untuk jalan yang masih panjang di depan sana. Seperti apakah anak-anak saya kelak? Hanya pendampingan yang dipenuhi harapan, doa, ikhtiar serta memohon petunjuk Allah SWT semata.
Sebagai ibu dan manusia biasa, saya juga tidak luput dari sikap cerewet. Mira dan Khalid entah berapa kali saya buat kesal dengan kecerewetan ini. Belum lagi rasa cemas saya yang terkadang berlebihan pada mereka. Sikap protektif yang sesekali sulit saya kendalikan, juga pernah mengganggu kenyamanan mereka.
Nah, lihatlah … tidak ada yang sempurna ‘kan?
Namun, di ketidaksempurnaan itu, saya yakin bahwa Allah senantiasa membantu saya untuk selalu menggerakkan hati untuk cepat sadar, mengakui kekhilafan tanpa memandang posisi dan power saya sebagai ibu mereka. Saya tidak segan-segan untuk mengaku salah jika memang anak-anak saya mengoreksi hal yang benar. Saya juga tidak segan-segan memuji mereka jika mereka melakukan hal-hal yang baik, apalagi jika itu di luar espektasi saya.
Saya selalu berusaha menempatkan mereka di posisi setara dalam mengutarakan pendapat. Sejauh sikap mereka tidak kurang ajar dan melampaui batas kesopanan, saya akan mentolerirnya. Bisa jadi mungkin ini yang membuat mereka tidak merasa “dijajah” . Mungkin juga mereka merasa memiliki kebebasan hak namun tetap bertanggung jawab dalam mendapatkannya secara adil.

Mira saat menjadi pembicara (motivator)
Teringat pada sebuah kejutan  yang belum lama saya dan suami terima. Ada momen yang membuat mata saya berkaca-kaca. Ketika itu Mira sedang menjalankan perannya sebagai motivator pada acara yang digelar oleh SMP Islam di Tangerang. Kata-kata yang mengungkapkan apresiasi tentang saya dan bapaknya dalam mendidiknya selama ini terlontar begitu saja. 

“Sebab, orangtuaku tidak pernah membatasi aku untuk melakukan hal positif sehingga aku memperoleh hal yang bisa membuatku bahagia. Untuk itu, beri tepuk tangan buat kedua orangtuaku yang hadir di sini.”

Begitu cara Mira meluapkan rasa kagumnya pada saya dan suami. Orangtua mana sih yang tidak “terbang” dan terharu mendapatkan pujian spontan itu di depan audience yang tidak sedikit jumlahnya? Ini tentu membuat saya tersanjung, namun tidak serta-merta lupa diri.  
Selebihnya, saya juga suka mengajak kedua anak saya untuk berdiskusi. Tentang apa saja. Sejak mereka kecil, kebiasaan ini sudah saya dan bapaknya lakukan. Namun, karena saya yang lebih banyak memiliki waktu bersama Mira dan Khalid, maka saya lebih sering melakukannya. Diskusi kami bisa tentang pergaulan dengan teman-teman di sekolah, tentang pelajaran, tentang guru-guru yang menyenangkan dan menjengkelkan, tentang kesukaan (makanan, film, maupun lagu dan musik). Bahkan tentang teman-teman saya pun tak luput dari diskusi kami, agar mereka mengerti beda antara pergaulan anak-anak dan orang dewasa.
Jika ada topik diskusi kami yang bisa saya kaitkan dengan ayat Al Qur’an dan adab dalam Islam sebagai agama yang kami yakini, saya selalu menyelipkannya. Tidak menggurui dan tetap dalam format didiskusikan bersama. Tujuan saya agar Mira dan Khalid tidak hanya memandang segala sesuatunya hanya dari kacamata duniawi saja.
Namun, di balik semua itu, sebenarnya saya masih rindu pada sebuah keberhasilan lain yang akan membantu melancarkan jalan mereka menuju surga kelak. Saya belum berhasil menghantarkan kedua anak saya menjadi penghapal Al Qur’an. Waktu masih di sekolah dasar, Mira dan Khalid baru berhasil menuntaskan hapalan juz 30 saja. Namun, saya tidak pernah berputus asa. Doa-doa panjang untuk itu tetap saya panjatkan. Tidak ada kata terlambat, menurut saya. Semoga Allah selalu membukakan jalan. Aamiin.
Jadi, apa yang saya bagi di sini, bukanlah tips. Hanya kesederhanaan cara seorang ibu dalam membesarkan kedua buah hatinya saja. Tidak ada yang istimewa. Saya justru masih haus sekali untuk belajar menjadi ibu yang bijak dan tetap menjadi prioritas utama sebagai tempat berbagi kedua anak saya.
Masih panjang jalan yang harus kami lalui bersama, apalagi buat Mira dan Khalid. Sekali lagi, saya masih terus belajar menjadi seorang ibu yang benar untuk mereka. That’s all …. [Wylvera W.]

6 komentar:

  1. Sebagai silent reader blog dan status status mbak Wik saya selalu merasa terinspirasi.Bangga banget ya punya anak berprestasi seperti Mira.Bahkan saya nonton youtubenya pas jd motivator yang dishare mbak Wiek beberapa waktu lalu.Salut ya punya anak anak berprestasi,pintar bahasa Inggris dan menulis tapi tetap rendah hati.Terima kasih mbak tips nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, kalau apa yang aku share menginspirasi Mbak Nunung ya. Semoga berkah ya, Mbak. Makasih lho. 😊

      Hapus
  2. Ah rasanya sy setuju dg tulisan mbak ini. Apa yg qt ingin share ya mmg akan dpt feedback yg bermacam2 ya mba... smg qt sll diberikan kemudahan menjaga niat baik..

    BalasHapus
  3. Moga2 aku bisa berhasil juga mendidik anakku jd seperti anak mbak :) . Jaman skr ini, takut kalo sampe salah mendidik anak ya.. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita sama-sama terus belajar ya, Mbak. Masih jauuuh sekali rasanya untuk menggapai kebaikan yang mendekati kesempurnaan itu. Insya Allah, niat kita diijabah ya. Aamiin Allahuma Aamiin ....

      Hapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...